Awal Bekerja

1179 Words
Seorang gadis dengan rambut kuncir kuda, terlihat melangkahkan kakinya dengan sangat cepat menuju sebuah kamar dengan daun pintu yang kokoh berwarna coklat tua. Tangannya yang sedikit mengepal, terangkat ke arah daun pintu, dan mengetuknya. "Tuan Alex!" panggil gadis itu dengan suara sedikit keras. Tak ada sahutan dari dalam, membuat gadis itu kembali mengetuk dan memanggil nama si empu kamar. "Tuan Alex!" Kembali gadis itu harus kecewa sebab masih tak mendapatkan respon dari orang di dalam kamar. Gadis itu tak tahu jika di dalam kamar yang sangat luas itu, seorang pria yang namanya terus dipanggil masih tertidur lelap di balik selimutnya yang tebal. Alex yang masih bermimpi di atas ranjangnya yang empuk, masih belum menyadari jika hari itu ia sudah akan dilayani oleh seorang asisten pilihan ibunya. Teriakan dari gadis di luar kamarnya, tidak cukup membangunkan Alex yang baru saja tertidur sekitar lima jam yang lalu itu. Alhasil, terpaksa si gadis masuk ke dalam kamar yang tidak terkunci, untuk kemudian membangunkan sang tuan dengan cara menggoyangkan tubuh atletisnya hingga pria itu terbangun. Apakah berhasil? Tentu saja tak mudah bagi Natasha —sang asisten, membuat kedua mata yang terpejam itu supaya terbuka. "Tuan Alex! Sudah waktunya bangun." Natasha mencoba kembali membangunkan Alex dan usahanya berhasil ketika ia sudah melakukan untuk yang ketiga kalinya. "Mau apa kamu di kamarku?" tanya Alex, dalam usahanya membuka mata dan beradaptasi dengan situasi kamarnya pagi hari itu. Natasha yang sudah tahu sifat sang tuan muda, berusaha bersikap tenang dalam menghadapi sikap ketus pria di depannya saat ini. "Sepertinya Tuan Alex lupa kalau mulai hari ini saya bertugas mengurus dan melayani semua kebutuhan Anda." Nyawa pria itu sepertinya sudah mengumpul sempurna sehingga ia bisa menghadapi gadis di depannya dengan keangkuhan yang memang menjadi ciri khasnya selama ini. "Apakah termasuk urusan bangun tidurku?" "Sayangnya ... semuanya, Tuan!" ucap Natasha dengan tatapan yang sama tegasnya. Alex pun beranjak bangun dan berjalan mendekat ke arah sang asisten. Alex yang bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana boxer ketika tidur, menatap Natasha dengan pandangan mengintimidasi. "Siapa yang menyuruhmu melakukannya?" "Ny. Renata." "Bagaimana kalau aku tidak mau karena tidak suka?" "Anda bisa protes pada beliau nanti, Tuan. Tapi sekarang sebab waktu yang terus berjalan, saya minta Anda untuk bergegas ke kamar mandi dan bersiap. Kalau tidak maka Anda akan kesiangan berangkat ke kantor dan memimpin rapat pagi ini." Alex menatap tajam netra coklat muda di depannya. Menyadari jika apa yang diucapkannya adalah sebuah kebenaran, pria itu tak banyak bicara dan memilih untuk berbalik menuju kamar mandi. "Siapkan semua pakaian yang akan aku pakai hari ini!" perintah Alex sebelum masuk ke dalam kamar mandi. "Dengan senang hati, Tuan!" jawab Natasha yang tentu saja tidak terdengar oleh Alex, sebab pria itu sudah menghilang di balik pintu. "Sial!" umpat Alex ketika sudah berada di dalam. "Baru berapa menit saja aku sudah kesal dengan keberadaan perempuan itu di sini!" gerutu pria itu terus menerus. Namun, ia segera melakukan kegiatan mandi paginya dengan sedikit lebih cepat dari biasa. Pria itu baru ingat jika ada rapat pagi ini. Kalau bukan gadis itu yang mengingatkan, mungkin ia akan kesiangan dan terlambat ke kantor. "Semua gara-gara Juan. Kalau saja aku pulang lebih awal, mungkin aku tidak akan tidur larut malam dan bangun kesiangan seperti ini." Ucapan kesal yang Alex lontarkan, keluar dari mulutnya yang masih menyisakan sedikit bau alkohol. Semalam, ia dan beberapa temannya hang out di salah satu kelab malam terkenal di kota. Alex yang sudah lama alergi terhadap perempuan, memilih menikmati alunan irama musik ketimbang mengikuti temannya yang lain, yakni melakukan adegan mesra dengan para wanita-wanita seksi yang selalu tersedia di tempat tersebut. Gara-gara Juan —salah satu temannya, yang menyodorkan minuman alkohol ke arah Alex, yang sebetulnya sudah lama tidak pernah menikmati minuman haram tersebut hingga membuatnya mabuk dan pulang larut malam. Alex segera menyudahi ritual mandi dan hajatnya. Ia tak mau jika nanti asisten barunya menggedor pintu kamar mandi karena terlalu lama di dalam. Keluar dari kamar mandi dengan menggunakan bathrob, Alex kemudian melangkahkan kakinya menuju walk in closet untuk berpakaian. Di sana sudah ada Natasha, menunggunya dengan segala perlengkapan yang sudah gadis itu siapkan dalam menunjang penampilan sang tuan muda. Gadis itu sedikit memalingkan wajah ketika Alex melepas jubah mandinya. Senyum tersungging di bibir pria itu manakala semburat merah sempat hadir di wajah gadis di depannya ketika jubah mandi itu melorot sehingga menampilkan tubuh polos sang tuan muda. Alex seolah mendapat keisengan baru. Ia memilih sengaja berlama-lama dalam memakai pakaiannya demi melihat wajah itu diam tak berkutik. Setelah selesai dengan wajah sang asisten yang masih enggan menatapnya, Alex segera berjalan ke depan sebuah cermin besar dan melingkarkan dasi di lehernya. Tanpa diduga, Natasha berjalan mendekat dan mengambil alih tugas Alex dan mencoba memasangkan dasi di kerah kemeja pria itu. "Sudah selesai, Tuan. Silakan Tuan segera turun untuk sarapan. Tapi, sebelumnya pakai dulu jas-nya supaya Anda sudah tampak siap saat hadir di kantor nanti." Untuk urusan itu, Alex memilih untuk menurut. Tanpa banyak bertanya, pria itu menjulurkan kedua tangannya ketika sang gadis membuka lebar jas berwarna biru dongker, yang selaras dengan kemeja biru muda yang Alex kenakan. Lepas itu, ia pun berjalan tanpa suara keluar dari ruangan ganti —menuju kamar, untuk kemudian berjalan ke arah ruang makan di lantai bawah. "Pagi, Pi!" sapa Alex kepada Tn. Arthur yang sudah lebih dulu berada di area meja makan." "Pagi! Telat lima menit, Lex." "Sorry, Pi. Aku sedikit terlambat." Alex kemudian duduk di bangku yang sudah Natasha mundurkan, untuk memudahkan tuan mudanya duduk. "Kamu ikut sarapan pagi dengan kita, Nat!" perintah Tn. Arthur pada asisten putranya. "Terima kasih, Tuan. Saya akan sarapan di belakang." "No! Mulai hari ini selama kamu menjabat sebagai asisten bagi Alex, mulai saat itu juga kamu akan selalu dekat dengan putraku termasuk urusan makan!" ucap Tn. Arthur tegas. Alex tak banyak bicara. Ia memilih diam memperhatikan suasana pagi di meja makan tersebut. Sejujurnya ia tidak suka akan kehadiran makhluk bernama perempuan di dekatnya, kecuali sang mommy —terlebih-lebih Natasha, gadis yang saat ini berdiri di sampingnya duduk. Namun, saat ini ada papinya yang lebih berkuasa akan apa pun yang ada di dalam rumah besar itu. "Duduklah, Nat! Jangan kamu buat kami terlambat berangkat kantor gara-gara rasa engganmu bergabung makan." Tak ingin berdebat atau pun berlaku kurang ajar terhadap pria tua yang sudah banyak menolongnya, akhirnya Natasha pun mendudukkan tubuhnya di atas kursi berseberangan dengan Alex. "Silakan nikmati hidangan sarapan pagi yang sudah Bu Aida siapkan." Begitu lembut lelaki tua itu bicara, tetapi tampak ketegasan dalam nada suara yang terlontar, membuat siapa pun lawan bicaranya akan merasa segan untuk membalas. Natasha tidak langsung menikmati hidangan yang sudah pembantu rumah kediaman Anderson siapkan, ia memilih mengambil satu piring hidangan untuk kemudian ia berikan kepada Alex. Tanpa ucapan terima kasih, Alex pun menerima piring yang Natasha berikan. "Bagaimana ia bisa tahu makanan apa yang ingin aku makan?" tanya Alex dalam hati. Tak Alex ketahui jika sang asisten sudah banyak mencari dan membaca, mengenai siapa sosok tuan yang akan ia layani selama setahun ke depan nanti. Dari makanan favorit, pakaian favorit, sampai warna favorit dan juga parfum yang biasa pria itu kenakan, Natasha sudah tahu sebab sudah pelajari. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD