19

1093 Words

Sekar berdiri di depan cermin, mengenakan gaun merah yang baru dibelinya. Gaun itu melekat sempurna di tubuhnya, memancarkan pesona yang elegan sekaligus mengundang. Tapi matanya kosong. Hatinya dingin. Bukan kebahagiaan yang ia rasakan, melainkan keterpaksaan yang menusuk tulang. Pagi itu, Om Herman memanggilnya ke ruang kerja. Suaranya berat, dingin, dan penuh kuasa. "Aku akan umumkan pertunangan kita, Sekar. Dua minggu lagi." Sekar tersentak. "T-tapi Om…" Om Herman berdiri, berjalan pelan menghampirinya. Tangannya menyentuh dagu Sekar, mengangkatnya perlahan agar mata mereka bertemu. "Jangan memanggilku Om lagi. Kau adalah calon istriku, Sekar. Kita akan memulai hidup baru. Tidak ada lagi Dimas. Tidak ada masa lalu. Hanya aku… dan kamu." Sekar menahan napas. Di dalam dadanya, ada

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD