Pagi di rumah Mahardika terasa lebih sunyi daripada biasanya. Cahaya matahari menembus jendela-jendela besar, menyebar seperti debu keemasan yang berputar pelan di udara. Rumah itu tampak tenang, tapi ketenangan itu rapuh seperti kaca tipis yang menunggu sentuhan kecil untuk pecah. Rania turun ke lantai bawah dengan mengenakan blouse putih dan celana kerja hitam sederhana. Rambutnya diikat rapi, wajahnya bersih tanpa banyak riasan. Elegan dengan cara yang tidak dibuat-buat. Di meja makan, Mahardika sudah duduk bersama anggota inti keluarga lainnya, Ratna, Gibran, Nayla dan dua petinggi perusahaan yang baru datang pagi itu. Arga duduk di sebelah kanan calon ayah mertuanya, wajahnya netral, tapi mata itu mengikuti langkah Rania sesaat sebelum kembali berpura-pura fokus pada sarapan. Nayla

