Iqbal meneruskan aktivitas mencumbu Safina pagi itu. Tidak hanya Safina yang menginginkan hal yang lebih, Iqbal yang sudah menginginkan Safina sejak mereka belum berangkat ke Jepang pun sudah tidak dapat menahan gairah dan hasratnya lagi. Jika dia tidak mendapat yang dia mau pagi itu, sudah dipastikan Iqbal akan emosi seharian. "Fina." Iqbal memanggil nama perempuan itu dengan lembut di sela napas yang memburu dan jantung yang terus berdetak kencang. "Iya, Pak." "Boleh, ya?" tanya pria itu dengan suara lembut. Dia sudah tahu perempuan itu paham saat dia meminta izin. Safina hanya bisa menganggukkan kepala karena dia merasa malu jika harus menjawab dengan kata-kata. "Aku janji akan pelan-pelan, misalnya kerasa sakit, kamu tahan sebentar ya karena sakitnya enggak akan lama." Iqba