Gerbang besi hitam itu jarang sekali menerima tamu tanpa nama. Pagi ini, lonceng kecil berbunyi dua kali, ragu-ragu, seolah malu memasuki halaman yang terlalu rapi untuk kedatangannya. Seorang pelayan bergegas ke pos jaga, menyapu kamera dengan pandang. Di layar muncul sosok bocah laki-laki berusia sekitar enam tahun, kurus namun tegak, rambut hitam teratur, mata tajam yang mengingatkan pada seseorang yang sangat dikenal di dalam rumah itu. “Siapa namamu,” tanya pelayan lewat interkom. Bocah itu menengadah, menata napas. “Aku mau bertemu Alvaro De Luca,” ujarnya jelas. “Aku membawa sesuatu untuknya.” Pelayan saling pandang dengan satpam. Sinyal terkirim ke dalam. Matteo menerima kabar pertama kali, menegakkan punggung, lalu berjalan cepat ke teras depan. Ia memberi isyarat. Pintu gerban