Alvaro membuka pintu kamarnya pelan. Lampu tidak menyala, hanya cahaya lembut dari jendela terbuka yang masuk menyusup ke ruangan. Udara malam menyelusup dingin, tapi yang membuat Alvaro berhenti bukan angin. Tapi sosok di ranjangnya, wanita yang membuatnya bertanya-tanya dan hilang akal seharian. Ia duduk memunggungi pintu, menyandarkan tubuh di kepala ranjang. Rambutnya tergerai acak, dan dari jarak itu, Alvaro bisa melihat jelas pipinya yang memerah samar—bekas tamparan yang belum lama terjadi. Darah Alvaro langsung naik. "Arielle," suaranya rendah dan berat. Arielle menoleh pelan. Tatapannya tenang, seperti biasa. Tapi kali ini, ada luka kecil yang tertahan di matanya, walau tak satu pun air mata turun. “Aku tahu ini kamarmu. Maaf,” ucapnya pelan. “Kalau kau ingin aku pergi, aku