Alvaro meletakkan ponsel di meja, lalu kembali mendekat. Tatapannya tidak lagi sekadar penuh hasrat, tapi juga mengandung peringatan bahwa ini miliknya dan akan tetap begitu, apapun yang terjadi di luar. “Kau pikir aku akan pergi begitu saja setelah membuatku setengah gila?” suaranya rendah, hampir seperti geraman. Arielle mundur setengah langkah, tapi punggungnya langsung menyentuh dinding. “Kau… tidak punya waktu banyak,” ucapnya, mencoba terdengar tenang, namun napasnya sudah mulai memburu. Alvaro menempatkan kedua tangannya di sisi wajahnya, mengurungnya. “Aku hanya butuh beberapa menit untuk mengingatkanmu kenapa kau tidak akan pernah bisa lari dari aku.” Tanpa menunggu jawaban, bibirnya menghantam bibir Arielle. Ciuman itu dalam, panas, menuntut, seolah setiap detiknya adalah per