“Abang ayo!” ujar Diana seraya melompat-lompat kecil di depan Andra. Ia nyaris tak mengeluarkan suara. “To, udah dulu. Kirim aja file-nya ke email gue, nanti gue cek,” ujar Andra pada lawan bicaranya di ujung panggilan sebelum mengucap salam dan mengunci layar ponselnya. “Jam 8 aja belum, istriku,” kekeh Andra seraya memindai sang istri yang kontan memberengut. Diana sudah benar-benar siap mengitari kota kecil ini, padahal belum ada sepuluh menit sejak muntahnya yang kedua kali di pagi itu. “Ya udah, ayo,” ujar Andra lagi. Ia berdiri dari sisi ranjang, mengenakan sepatu, coat dan scarf dibawah tatapan Diana yang kini menari-nari kecil sangkin bahagianya. “Bloemenmarkt-nya buka jam 9, istriku. Kita mau ngapain dulu?” “Jalan-jalan aja. Sarapan.” “Nanti muntah di jalan?” “Ngga.

