“Kamu ngomong apa-sih? Kamu abis makan apa tadi, sampai berhalusinasi seperti itu, hmm?” Demian melunak dan mendekatkan diri ke arah sang istri yang sedang murka. Entah mengapa dia juga menjadi candu dengan murka sang istri.
“Se-santai itu, kamu, Mas?!” Farzana tersenyum sinis dan merasa kesal. “Emang benar-benar kamu, ya, Mas?! Gak ada sedikitpun rasa belas kasihan kamu ke aku sebagai istri kamu! Dengan santai kamu merencanakan semuanya, seolah hidup ini adalah milikmu. Dan aku tak memiliki hak apapun atas kebahagiaan dan jalan cerita rumah tanggaku. Kamu pikir pernikahan itu sebercanda itu, Mas?! Kamu gak tahu betapa sakralnya sebuah kalimat ijab dan qabul itu, hah?! Dengan mudahnya kamu rencanakan semuanya demi keinginan kamu terpenuhi?! Tega, kamu, Mas! Tega kamu menghancurkan aku…” i
