2 - Permintaan Meisya

1840 Words
“Hallo Mas, kamu di mana?” tanya Zahra begitu sambungan tersebut tersambung. “Baru aja sampai rumah, kenapa? Mau tanya Meisya? Dia lagi nggak ada di rumah, katanya pergi sebentar. Ada apa?” tanya Arhan. “Meisya sama aku Mas, sakitnya Meisya kumat lagi Mas. Ini aku lagi di jalan mau bawa ke rumah sakit, Mas Arhan langsung nyusul ya. Rumah sakit biasa ya Mas, oke?” Arhan yang mendengar Zahra panik jadi ikutan panik. “Oke, tolong jaga Meisya. Aku langsung ke sana sekarang,” jawab Arhan cepat. Sambungan itu langsung saja terputus. Zahra mengendarai mobilnya dengan cepat dan sesekali menatap Meisya yang meringis kesakitan. Setelah sampai di rumah sakit Zahra memanggil beberapa petugas untuk membantu Meisya, wanita itu langsung saja dibawa ke IGD. Beberapa perawat sudah mengenal Meisya karena wanita itu kerap sekali bolak balik ke rumah sakit. Dokter langsung saja memeriksa keadaan Meisya, bahkan dokter spesialis yang menangani Meisya juga langsung datang. “Saya dihubungi langsung oleh Pak Arhan, di mana istrinya?” tanya dokter tersebut. Zahra yang mendengar langsung saja memanggil. Meisya langsung saja diperiksa oleh dokter tersebut. Tak lama dokter tersebut menghampiri Zahra. “Mas Arhan lagi dijalan menuju ke sini dok,” kata Zahra seolah paham dengan maksud dokter tersebut. “Pasien harus rawat inap, keadaannya semakin tak baik. Kita harus check darah kembali dan melakukan pengobatan, saya sudah pernah jelaskan sebelumnya kepada Pak Arhan tentang ini. Perawatan di rumah sakit lebih maksimal dari pada rumah sakit,” kata dokter tersebut menjelaskan. Wajah Zahra gelisah, wanita itu menatap Meisya yang merasakan sakit. Namun Meisya masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh dokter tersebut, wanita itu menggelengkan kepalanya pada Zahra menolak ide dari dokter tersebut. “Saya nggak bisa ambil keputusan dok, nanti setelah Mas Arhan datang saja bagaimana? Bagaimanapun keputusan ada pada Mas Arhan sebagai suami,” kata Zahra bijak. “Baik, saya harap akan ada keputusan yang baik dari keluarga. Saya akan memberitahu perawat apa yang harus dilakukan sekarang,” kata dokter tersebut. Zahra menganggukkan kepalanya, wanita itu mendekati Meisya yang sedang dipasang infus. Zahra menggenggam tangan kanan Meisya dan mengelusnya sambil duduk di samping sahabatnya itu. “Lo harus bertahan, demi Mas Arhan. Demi Bella juga, jangan menyerah oke? Gue yakin lo masih bisa bertahan, lo harus mau dirawat di rumah sakit. Ini semua demi kebaikan lo, emangnya lo nggak mau lihat Bella tumbuh besar? Kasihan Bella kalau harus lo tinggalkan secepat ini,” kata Zahra menahan air matanya yang ingin jatuh. “Gue nggak tahu apa masih sanggup apa enggak, lo nggak tahu rasanya jadi gue gimana. Gue udah coba bertahan, tapi ini terlalu sakit Zahra. Gue nggak sanggup,” kata Meisya sambil menangis. Wajahnya terlihat pucat, tangannya juga terasa dingin. “Tapi lo harus kuat dan bertahan demi anak dan suami lo. Katanya lo janji akan selalu ada buat gue, emang lo mau ninggalin gue? Lo mau ingkar janji? Padahal lo barusan bilang tadi sama gue, please Mei bertahan. Gue nggak mau sendirian, lo sahabat terbaik gue. Jangan menyerah oke?” bujuk Zahra. Wanita itu tak lagi bisa menahan air matanya, kini Zahra ikut menangis sama seperti Meisya. Perawat tersebut selesai menyelesai tugasnya dan meninggalkan keduanya. Menarik gorden untuk memberikan keduanya privasi. “Gue mau minta sesuatu sama lo boleh?” tanya Meisya. “Minta apa?” tanya Zahra. “Lo harus janji mau ngabulin permintaan gue,” kata Meisya. “Tergantung Mei, tergantung permintaan lo apa. Gimana kalau gue nggak bisa?” tanya Zahra. “Gue yakin lo bisa ngelakuinnya, gue percaya sama lo. Makanya lo janji sama gue, ini semua demi kebahagiaan gue. Lo mau ngelihat gue bahagiakan?” tanya Meisya dengan sendu. “Pasti gue mau lo bahagia, makanya itu lo harus sembuh. Gue nggak mau ditinggal pokoknya, oke?” pinta Zahra. “Lo janji sama gue, mau ya kabulin permintaan gue? Lo harus janji, sebagai sahabat yang baik lo harusnya mau demi gue. Ini permintaan terakhir gue Zahra, please,” mohon Meisya. “Lo ngomong apa sih, gue nggak mau ya. Gue mau dengar permintaan-permintaan aneh lo kayak dulu. Waktu lo lagi hamil yang pengen minta dibeliin batagor di rumah gue, yang minta dimasakin, yang nyuruh gue harus dandan kayak Barbie kesukaan lo juga gue mau. Jadi ayo minta gue ngelakuin hal konyol kayak gitu lagi,” kata Zahra membuat Meisya tertawa. “Kayaknya gue nggak akan minta itu lagi deh, walaupun kayaknya gue kepengen ya minta kayak gitu lagi. Gue ngerasa bahagia punya sahabat terbaik kayak lo, hal yang paling gue syukuri dalam hidup bisa kenal sama lo. Bisa punya sahabat hebat dan baik kayak lo, makasih ya udah mau jadi sahabat terbaik gue sepanjang hidup gue,” kata Meisya tulus. “Ngomong apaan sih Zahra, gue nggak mau kayak gini. Lo harus tetap semangat pokoknya, lo bisa sembuh supaya kita bisa melakukan banyak hal konyol lagi,” kata Zahra menenangkan. “Lo maukan terima permintaan gue dan mengabulkannya? Please Zahra, hanya lo yang bisa melakukan ini. Gue hanya percaya sama lo, tolong jangan tolak permintaan gue,” mohon Meisya. “Kasih tahu dulu permintaan apa yang lo mau dari gue,” kata Zahra membuat Meisya menggelengkan kepalanya. “Gue mau lo janji dulu sama gue,” kata Meisya. “Please Zahra, gue hanya punya lo untuk bisa mengabulkan ini. Gue percaya sama lo, gue sayang sama lo,” kata Meisya lagi membuat Zahra tak enak hati untuk menolak. Melihat Meisya memohon seperti ini membuatnya gelisah. “Ini demi kebahagiaan gue Zahra, lo sayang sama guekan?” tanya Meisya membuat Zahra semakin menangis. Namun dengan cepat menghapus air matanya. “Iya gue sayang sama lo. Gue janji akan kabulin permintaan lo, gue janji akan menepatinya. Lo mau apa dari gue?” tanya Zahra akhirnya membuat Meisya tersenyum senang. Meisya menggenggam tangan Zahra erat. “Lo janji sama guekan? Apapun itu lo akan terima?” tanya Meisya memastikan dan menautkan jari kelingkingnya pada Zahra. Wanita itu menganggukkan kepalanya dan menautkan jari kelingking keduanya. “Lo mau gue ngelakuin apa kali ini? Jadi superman?” tanya Zahra membuat Meisya tertawa. Wajah Meisya berubah terlihat sangat serius. “Gue mau lo jadi istrinya Mas Arhan dan Bunda dari Bella,” tegas Meisya membuat Zahra tertawa mendengarnya. “Jadi lo mau gue acting dan pura-pura jadi lo?” tanya Zahra dan Meisya menggelengkan kepalanya. “Gue nggak minta lo jadi gue Zahra. Lo bukan Meisya, tapi lo Elzahra Winata. Jadilah dirimu sendiri, gue rasa cukup. Gue mau lo Elzahra Winata sebagai istri Mas Arhan dan Bunda dari Bella setelah gue nggak ada. Mereka butuh lo dikehidupan mereka selanjutnya, gue nggak bisa lagi bareng mereka. Jadi gue titip Mas Arhan dan Bella sama lo, gue percaya sama lo. Gue yakin kalau lo bisa ngejaga mereka, seperti apa yang gue udah lakuin buat mereka. Gue yakin lo adalah orang yang tepat untuk mereka, jadi gue mohon. Tolong jaga mereka demi gue,” kata Meisya dengan serius. Namun Zahra masih menanggapinya dengan tertawa. “Pastilah, gue bakalan ngejaga mereka. Lo juga tahu sendiri kalau gue sayang banget sama Bella, guekan emang Bundanya Bella. Guekan udah janji bakalan sekolahin Bella di tempat yang terbaik, gue akan buat hidup Bella bahagia. Jadi lo tenang aja, gue pasti akan menjaga Bella sepenuh hati gue. Tanpa lo mintapun gue akan tetap melakukan itu untuk Bella, gue sayang banget sama Bella. Dia mirip banget sama lo!” pekik Zahra dengan semangat. Meisya mendengar itu tersenyum senang dan tertawa. “Gue percaya sama lo, gue yakin lo bisa ngelakuin itu untuk Bella. Tapi maksud gue bukan itu Zahra, gue mau lo jadi istri Mas Arhan juga. Gue tahu kalau Mas Arhan nggak akan bisa sendirian, gue nggak mau Mas Arhan terus sedih karena gue kalau udah nggak ada. Gue yakin Mas Arhan juga nggak akan bisa merawat Bella sendirian. Tapi gue yakin kalau Mas Arhan bisa melanjutkan kehidupannya dan merawat Bella kalau sama lo. Jadi tolong Zahra,” mohon Meisya. “Maksud lo apa Meisya?” tanya Zahra kini berubah menjadi serius. “Gue mau lo menikah sama Mas Arhan setelah gue nggak ada. Lupain Daffa dan menikah sama Mas Arhan, jadi istrinya Mas Arhan. Jadi Bunda resmi untuk Bella, gue mohon,” pinta Meisya membuat Zahra berdecak. “Lo gila ya Mei? Mana mungkin gue ngelakuin itu!” pekik Zahra marah. “Kenapa nggak mungkin? Kasih alasan yang logis buat gue, kenapa hal itu nggak mungkin?” tanya Meisya. “Gue nggak bisa jadi lo Meisya,” desis Zahra. “Yang minta lo jadi gue siapa? Gue nggak minta lo jadi gue. Tadi gue udah bilang lo tetap sebagai Zahra yang sekarang. Hanya bedanya gue minta lo jadi istrinya Mas Arhan setelah gue nggak ada. Menikah sama Mas Arhan demi gue Zahra, demi Bella juga,” mohon Meisya. Zahra berdecak bahkan tertawa mengejek. “Lo sakit jiwa emang, gimana bisa lo minta gue nikah sama suami lo? Nggak mungkinlah Meisya, hal itu nggak akan mungkin,” kata Zahra. “Gue emang udah sakit jiwa, gue sakit jiwa nerima keadaan gue yang sakit kayak gini. Lo pikir gue mau sakit kayak gini? Enggak Zahra, enggak!” desis Meisya kembali menangis. “Nggak akan ada yang mau sakit kayak gini, tapi itu harus gue jalani. Gue harus terima kenyataan kalau gue sakit dan hidup gue nggak akan lama lagi, maka itu gue harus memikirkan semua konsekuensi yang ada. Gue memikirkan banyak hal, gue mikirin Mas Arhan setelah gue nggak ada gimana? Gue mikirin gimana hidup Bella nantinya kalau gue nggak ada? Maka itu gue minta lo nikah sama Mas Arhan supaya gue tenang. Gue hanya percaya sama lo untuk titipin mereka. Jadi gue mohon Zahra, nggak akan ada yang nggak mungkin. Gue ikhlas lo nikah sama Mas Arhan kalau orangnya itu lo, gue lebih nggak ikhlas kalau yang jadi istri dan Ibu untuk Bella orang lain. Gue nggak akan kenal mereka, gue nggak tahu siapa mereka. Gue nggak akan takut ninggalin mereka kalau orangnya itu lo, karena gue udah kenal siapa lo. Gue yakin mereka akan baik-baik aja dan bahagia sama lo, gue mohon Zahra. Ini permintaan terakhir gue, please,” mohon Meisya. Zahra yang melihat Meisya menangis bahkan memohon seperti itu padanya membuatnya hancur. Ini pertama kalinya bagi Zahra melihat Meisya sehancur ini. Bahkan ketika Meisya tahu sakitnya, sahabatnya itu tak menangis dan tak mengatakan hal menyakitkan itu. Namun kini sahabatnya menangis karena penyakitnya membuat Zahra ikut merasakan hancur. “Kalau itu yang buat lo tenang dan bahagia, gue akan terima permintaan lo. Gue akan berusaha penuhi keinginan lo itu, makasih udah percaya sama gue. Tapi gue mohon lo, berjuang demi kita. Gue nggak mau kehilangan lo, gue nggak siap kehilangan lo. Gue masih percaya akan ada mujizat untuk kesembuhan lo. Jadi gue mohon berjuang oke?” mohon Zahra. Meisya menangis dan menganggukkan kepalanya. “Tolong peluk gue Zahra,” pinta Meisya. Zahra langsung saja memeluk Meisya dan keduanya berpelukan sambil menangis. “Gue sayang banget sama lo, makasih udah jadi sahabat terbaik gue. Terima kasih atas persahabatan kita, gue bersyukur punya sahabat kayak lo,” kata Meisya ditengah-tengah tangisannya itu. Zahra yang mendengarnya semakin keras menangis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD