2. Permainan Takdir

1346 Words
Malam hari, udara dingin tidak menyulutkan langkah kaki Ayunda untuk menyusuri jalan raya. Mencari penjual nasi goreng, karena dirinya kelaparan. Biasalah, anak kos yang sukanya makan-makanan luar dari pada masak sendiri. Ribet katanya. Jauh dari orang tua, dan hidup di kota orang membuat Ayunda rindu akan nasi goreng sang ibu. Kota Yogyakarta ini luas dan besar, terkenal dengan budaya dan wisatanya yang digandrungi para turis. Namun, kota kelahirannya--Solo juga terkenal akan budaya jawanya. Sama-sama masih kental akan keraton dan sebagainya. "Pak, bungkus satu ya." Lelaki penjual nasi goreng itu pun mengangguk. Ayunda memilih duduk di salah satu kursi plastik yang ada di luar tenda. Dilihatnya jam tangan yang bertengger manis di tangannya. Pukul delapan malam, belum terlalu malam untuk mengisi perut. Tidak seperti kemarin, pukul sebelas baru menyusuri jalan untuk mencari makan. Seorang gadis, seorang diri pula. Banyak mata jahat yang bisa saja sewaktu-waktu memanfaatkan kesempatan. Ayunda begidik ngeri sendiri membayangkan keberaniannya. "Mamaa!! Ayah berhenti." Sebuah mobil berhenti tepat di depan Ayunda. Gadis itu pikir, mungkin pembeli. Namun, sepersekian detik kemudian muncullah gadis kecil yang tidak asing di matanya. Ayunda menutup wajahnya dengan telapak tangan. Tahu gini, tadi ia pakai masker sekali pakainya! "Mama! Kenapa Mama tutup wajah?" Duarrr! Mau tidak mau, Ayunda mengakhiri acara penyamaran seadanya itu. Dengan cengiran khasnya ia meringis menatap Fela. "H-hai Fela! Dengan siapa? Sedang apa?" Fela menunjuk sosok lelaki yang baru saja turun dari mobil. "Dengan Ayah. Sedang menemui Mama," jawab polos gadis kecil itu. Saat lelaki itu menghampiri anaknya, Ayunda tersenyum kecil pada babang Satya. Babang Satya! Ya Allah duda keren yang diperbincangkan oleh Arina secara heboh tadi sore di kampus, kini berdiri di depannya. "Ekhmm..bertemu lagi," celetuk Satya. Lelaki itu mengambil duduk di samping Ayunda, setelah memesan dua nasi goreng. "Ini Bu. Lima belas ribu." Ayunda dengan segera memberikan uang pas pada penjual nasi goreng itu. Dan, apa-apaan panggilan 'Bu'? Apa gara-gara si kecil Fela ini!? Masya'Allah... "Makasih Mas.." dan hanya diangguki oleh sang penjual. "Mama udah selesai?" Ayunda mengangguk dan tersenyum tipis. "Tante-" "Ekhmm..Mbak pulang dulu ya Dik?" Pamit Ayunda yang menyebut dirinya dengan sebutan 'Mbak'. Enak saja 'Tante', dirinya belum setua itu! Wajah sedih Fela tiba-tiba mendominasi wajahnya. Hal itu sukses membuat Ayunda mendudukkan dirinya lagi. Dan, dengan polosnya Fela mendekat dan duduk di pangkuannya. Ayunda menghela napas sejenak. Ia tidak diperbolehkan pulang oleh Fela. Kemudian, dua piring nasi goreng datang. "Fela, makan dulu. Karena kamu tadi langsung turun dari mobil, kita batalkan saja makan di restoran," ucap Satya santai. Ayunda menoleh dan menatap lelaki itu tidak percaya. Semudah itu ya orang kaya berbuat. Fela malah mengangguk dan tersenyum. Ia menatap Ayunda dengan tatapan memelas. Apalagi ini!? "Bisa kamu menyuapi Fela? Sepertinya ia ingin disuapi kamu," pinta Satya dengan suara datar-datar saja. Ayunda hanya tersenyum tipis dan mulai meraih mangkuk yang ada di tangan kiri Satya, setelah meletakkan bungkusan nasinya di kursi plastik yang kosong. Apa kabar nasi gorengnya sendiri? Pasti akan dingin dan tidak enak! "A.." dengan lahap dan semangat Fela makan hingga suapan terakhir. Minuman teh hangat pun habis setengah gelas. "Anak ayah tumben makannya lahap dan habis." Satya mengusap rambut Fela. Gadis kecil itu hanya meringis menunjukkan gigi-gigi kecilnya. Fela tersenyum pada Ayunda, "makacih ya Ma." Ayunda tersenyum dan tanpa sadar mendaratkan kecupan di dahi Fela. Gadis kecil itu kemudian memberikan kecupan di pipi kiri dan kanan Ayunda. Kenapa gadis kecil ini membuat Ayunda semakin suka dengannya? Ya...meskipun risih dipanggil 'Mama'. Seusai membayar makanan, Ayunda berencana mengantar dengan menggendong Fela hingga mobil. Tetapi, Fela malah menyuruhnya untuk masuk ke dalam mobil. Satya pun hanya diam dan menatap Ayunda datar-datar saja. Harus apa ia sekarang!? Menolak atau menerima, ia sendiri tidak tahu. "Ayolah Ma.." Fela masih membujuk Ayunda. Kemudian, Ayunda menatap Satya. Meminta petunjuk apa ia harus menerima atau kah menolak. Dan, entah apa yang Satya pikirkan. Lelaki itu mengangguk. Ayunda pun mau tidak mau ikut masuk ke dalam mobil. Tidak berselang lama, Fela sudah tidur nyenyak di pangkuan Ayunda. "Anu..Pak. Kos-an saya ada di depan," ucap Ayunda mengingatkan. Takut kebablasan. Hingga akhirnya mobil hitam itu berhenti di depan pintu gerbang kos-kosan Ayunda. Saat gadis itu hendak memindahkan badan mungil Fela. Sebuah suara menahannya untuk melakukan pergerakan. Siapa lagi manusia yang masih terjaga itu jika bukan Satya? Apalagi babang Satya!? Sudah malam hloo ini.. "Langsung pada intinya saja." Ayunda mengangguk dan menatap Satya. "Saya ingin menawarkan pekerjaan pada kamu.." "Pekerjaan apa Pak?" "Merawat Fela," jawab Satya yang kali ini menoleh dan menatap Ayunda. Ayunda menaikkan sebelah alisnya, "jadi pengasuh..baby sister gitu Pak?" Satya mengangguk. Oh No!! Ayunda si jenius jurusan ekonomi harus menjadi baby sister. Tidak-tidak! Ini tidak benar. "Maaf Pak, saya tidak bisa." "Bagaimana jika merawat Fela dengan menjadi istri saya?" Ayunda hampir tersedak salivanya sendiri. Tawaran Satya semakin tidak masuk akal saja. "Jangan salah paham dulu.." "Kamu pernah mendengar pernikahan kontrak?" Ayunda mengangguk dan menjawab, "yang ada di Drama Korea dan Wattpad.." Tanpa sadar bibir Satya merekah, dan kekehan pelan terdengar. Baru kali ini Ayunda melihatnya. Betapa manisnya duda keren ini. "Jadi, bisa kita menikah kontrak?" Ayunda semakin tidak mengerti dengan arah pembicaraan ini. Semakin larut semakin pendengarannya tidak begitu berfungsi mungkin. Pikirannya pun tidak bisa berpikir jernih. "Pak, saya turun ya?" "Saya serius dengan ucapan saya. Saya bisa memberikan apa yang kamu inginkan, jika kamu menyetujui pernikahan ini.." "..ini semua saya lakukan demi kebahagiaan Fela." Ayunda menatap gadis kecil yang terlelap nyaman di pangkuannya. "Kamu mungkin sudah tahu tentang keluargaku. Fela, ia tidak pernah mau sedekat ini dengan seorang wanita selain keluarga kami." "Saya bercerita mengenai kejadian tadi siang kepada kakek dan nenek Fela. Dan, apa kata mereka?" Nyonya Rajasa tersenyum senang mendengar cerita sang putra. Sedangkan, Tuan Rajasa yang menyibukkan dirinya dengan koran. Diam-diam menyimak cerita Satya. "Bawa dia ke rumah, Satya. Mama pingin tahu. Siapa sih yang bisa buat Fela rewel seperti itu?" Satya hanya terkekeh pelan mendengar pinta sang ibu. "Jangan buru-buru, Ma. Nanti dia malah kabur lagi.." "Kabur ya dicari toh, Le! Kamu itu jangan seperti orang susah." Kali ini Tuan Rajasa menyahut. "Fela sangat membutuhkan figur seorang ibu. Tidak ada salahnya kamu menikah lagi, sudah saatnya kamu memikirkan kebahagiaan keluarga kecilmu. Ranya pasti tenang di sana," ucap Tuan Rajasa lagi. Satya hanya mengangguk, pandangannya lurus ke depan. Seperti sedang menerawang masa depannya dan Fela. "Tetapi, Ma Pa. Gadis ini, aku sudah menyuruh orang menyelidiki asal-usulnya. Apakah kalian tidak keberatan jika ia hanya gadis biasa-" "Ngomong apa toh kamu? Papa nggak pernah mengajarkan kamu memandang orang melalui harta dan tahta. Karena itu semua hanya sementara. Yang penting perilakunya baik dan sayang dengan Fela. Itu saja sudah cukup. Lebih-lebih kalau juga sayang denganmu, bisa jadi keluarga Rajasa punya cucu kedua..." "...kamu nggak lupa cara membuat wanita terpikat kan Le?" Satya terkekeh pelan menanggapi pertanyaan Tuan Rajasa. "Syukurlah..Pa. Kalau keluarga tidak keberatan. Mungkin aku butuh waktu, untuk membuat dia mau menikah denganku." Kedua orang tua Satya hanya mengangguk. Mereka memang tidak pernah memilih-milih orang, apalagi dari segi finansial. Bagi mereka yang terpenting adalah perilaku dan akhlaknya. "Mereka menyuruh saya membawa kamu ke rumah." Wajah Ayunda menegang. Jantungnya berpacu kencang. Takdir apalagi Tuhan sedang mainkan? Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya Satya berbicara panjang lebar dengan Ayunda. Gadis itu tersenyum kecil menyadarinya. "Untuk apa saya dibawa ke rumah?" "Ekhmm..mereka memaksa saya untuk menjadikan kamu istri saya. Itu kesimpulan dari wejangan mereka kemarin," jelas Satya yang hanya mendapat tatapan Ayunda. Ayunda semakin tidak bisa berpikir. Ia pun meminta waktu pada Satya. Gadis itu, apakah ia siap menjadi istri sekaligus ibu untuk Fela? Mengingat usianya masih sangat muda. Dua puluh satu tahun, karirnya masih panjang. Masa mudanya bahkan belum semuanya ia nikmati. Lalu, ia malah akan menjadi bagian dari keluarga Rajasa. "Aku orang biasa, aku pun takut jika aku hanya akan mempermalukan keluarga kaya raya itu.." gumam Ayunda sesekali menyendokkan nasi goreng yang telah dingin itu ke dalam mulutnya. Hingga pukul dua pagi, matanya tidak bisa terpejam. Pembicaraannya di mobil dengan ayah Fela terus terputar seperti kaset rusak. Ayunda pun masih berusaha miring ke kanan-kiri, mencari posisi ternyaman agar dirinya terlelap. "Apa aku harus terima?" Tanya pada diri sendiri. Ditengah-tengah kesunyian, kamar yang pencahayaannya sudah ia matikan. Siapakah yang akan menjawab pertanyaan Ayunda? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD