Ghost 6

1014 Words
Hari senin tiba, bertepatan dengan hari pertama siklus bulanan Dayu. Meskipun dia merasa tidak nyaman karena perutnya terasa sakit, tapi dia tidak mau kalau sampai harus bolos kuliah. Apalagi dia harus mengalaminya setiap kali datang bulan, jadi alih-alih mengambil cuti untuk mengistirahatkan diri, Dayu lebih memilih menahannya. Seperti biasa setiap pagi Dayu selalu menyempatkan diri untuk sarapan. Di meja makan sudah ada Mama dan Papa yang sedang menyantap makanannya dalam hening. Celotehsn yang but adanya terdengar, saat ini hanya suara peralatan makan yang mendominasi. Tanpa menyapa orang tuanya, Dayu langsung duduk sambil meringis menahan sakit. Jam-jam pertama sakitnya memang tidak tertahankan. "Lama banget baru turun." Ujar Mama, melihat Dayu dengan intens. Dari hasil pengamatan sekian tahun, Mama sudah tahu apa gerangan yang menjadi penyebab wajah Dayu tidak lagi terlihat simetris. "Lho, lho ... anak Mama kenapa tuh, mukanya kok kayak orang kebelet kawin?!" tanyanya iseng, pura-pura tidak tahu. "Biasa Mam lagi eimmmm ... " ucap Dayu pelan sambil menghela nafas panjang. Perlu tenaga extra baginya untuk mengeluarkan kalimat. "Oalaaahhh ... kamu itu, periksain toh Yu ke dokter. Mau minum obat ngga?!" tanya Mama dengan gayanya yang super heboh. "Ngga usah Mam, ntar siangan juga udah hilang sakitnya." Elak Dayu yakin, meski sakit yang dirasanya kini seolah tak akan berkesudahan. Papa yang dari tadi hanya diam, melihat Dayu tanpa henti. Sesekali pandangannya tertunduk ke arah piring, lalu dialihkannya kembali pada Dayu. "Emmhh ... dasar bandel kamu itu. Ya udah ngga usah kuliah aja, Mama khawatir loh Yu duduk aja ngga bisa tegak gitu. Ntar di kelas kamu ngga bisa fokus lagi." Saran Mama, khawatir dengan anak gadis kesayangannya. "Ngga Mam, Dayu bisa tahan kok, mudah-mudahan sakitnya ngga bakal lama. Lagian hari ini tuh, dosen penggantinya Pak Tito mau masuk. Ngga enak kalau Dayu ngga masuk." Ucapnya diselingi ringisan yang membuat Mama refleks ikutan meringis. "Mau Papa antar ke kampus Yu?!" tanya Papa lugas setelah sekian menit hanya melihat drama antara anak dan istrinya. "Udah anterin sama Papa aja, ngga usah bawa motor sendiri. Ntar pulangnya, biar Mama yang jemput!!" sahut Mama cepat-epat menambahkan sebelum Dayu memprotesnya "Iya deh Pa boleh ... " jawab Dayu pasrah. Padahal jika sedang sehat, Dayu tidak ingin merepotkan Papa yang kantormya berlawanan arah dengan kampus. Hampir satu jam perjalanan dari rumah ke kampus. Pagi hari jalanan ibu kota selalu diwarnai dengan kemacetan. Berbagai macam kendaraan dan lalu lalang pejalan kaki menambah kepadatan jalan. Dayu duduk di kursi depan sambil memejamkan matanya. Papa yang tidak mau mengganggu Dayu, hanya diam berfokus pada jalan. Sesekali dilihatnya Dayu yang berada di sampingnya. Meskipun banyak hal yang ingin ditanyakannya pada Dayu, tapi Papa menahannya. Tiba di kampus, setelah berpamitan dengan Papa, Dayu berjalan dengan pelan. Baru saja melewati pelataran parkir, seseorang mengagetkannya hingga hampir membuatnya terjatuh. "Auuwww ... " ringisnya sambil memegangi perut. "Hayoh loh ... kok gue ngga lihat motor lo, Day?! Lo ngojek apa ngangkot?!" tanya Athaya belum menyadari bahwa temannya sedang kesakitan. Yang ditanya malah terus berjalan dan tidak mempedulikan temannya. Merasa kesal karena sudah dikagetkan. Dalam hati dia mengumpat karena memiliki teman yang tidak peka. "Woyy!! Gue temen lo kali neng bukan mba-mba yang nawarin barang!" teriak Thaya memancing perhatian semua orang yang ada di sana. "Hey Tayo!! Lo ngga liat apa gue lagi kesakitan gini, malah dikagetin dasar ngga peka lo!! Aduuhhh ... sakit bett ... " ujar Dayu sambil meremas tangan Athaya. "Auww, tangan gue sakitt!! Uhh ... lo tuh ngga kira-kira main remes aja, ini tuh tangan tahu!! Duuh ... tangan gue yang cantik, kasian banget." Ratap Athaya lebay. Jati-jemarinya yang lentik sengaja diacungkannya di depan wajah Dayu. "Salah sendiri lo deket-deket gue." Jawab Dayu. "Lo sakit eim ya?! Kagak ada perubahan dari dulu, sakit lo itu-itu aja!!" ujar Thaya kesal, namun tak urung dipapahnya juga Dayu hingga mereka tiba di kelas dan duduk berdampingan di bagian tengah. "Emangnya gue bisa milih mau sakit apa." Jawab Dayu, tepat saat bel berbunyi tanda masuk. "TayDay!! Lo udah pada lihat belum dosen yang baru? Gila, ganteng banget! Masih muda lagi, uuhh ... kalo doi belom punya pasangan mau gue gebet ah ... " ujar Susan, teman Dayu dan Thaya yang duduk dibelakang mereka. Susan memang terkenal suka gonta-ganti pacar. Padahal dia sudah mempunyai pacar satu kampus, namun beda fakultas. "Yang kebangetan itu gilanya apa gantengnya?" iseng Athaya, membuat Dayu ikut terkikik pelan. Sementara Susan mencebik tak memedulikan ucapan Athaya. "Lagian si Ronald mau lo kemanain boneka Susan??" sanggah Athaya sambil berbalik pada Susan. "Mau gue simpen ajalah, ntar kalo udah bosen mo gue PHK, hi hi hi ... itu juga kalo gue udah berhasil dapetin dosen baru ini." Jawab Susan penuh percaya diri yang langsung disoraki Dayu dan Athaya. "Huuhh ... dasar lo!! Sekarang aja lo bahagia bisa mutusin dia, kalau sebaliknya gimana tuh, masih bisa bahagia juga ngga?" Ledek Athaya. "Ngga mungkinlah dia putusin gue, secara gue itu cinta matinya. Ha ha ha ... " balas Susan. "Dosen baru datang! Dosen baru datang!" teriak seorang mahasiswi yang berlari dengan wajah panik, seperti maling ketahuan ngintip. Kelas yang riuh mendadak senyap saat seorang pria tinggi ramping yang mengenakan Kemeja berkerah putih dengan paduan sweater rajut berwarna lilac, melangkah menuju meja dosen. Sontak perhatian semua mahasiswa teralihkan dan seolah terhipnotis, semua orang terdiam dan terpana dengan sosok yang berada di depan mereka. Beberapa mahasiswi langsung heboh mengomentari dosen baru itu. Sebagian lainnya terpesona hingga tak mampu berkata-kata. Sementara Dayu masih belum usai dengan rasa sakit di bagian perut yang menderanya, membuat butiran keringat dingin membasahi hidung dan dahinya. "Oh my goodness ... " desah Athaya, yang membuat Dayu menggelengkan kepalanya. "Ingat Bagas!" ucap Dayu, sebelum kepalanya ambruk di atas meja. "s**t! Lo tahu gara-gara keingatan dia terus gue jadi susah buat selingkuh." Bisik Athaya, yang langsung mendapat seringai puas dari Dayu. "Derita lo!" balas Dayu, dengan suara lemah. "Tega banget sih lo ... " "Gue lebih ngga tega lagi kalo ngebiarin si Bagas patah hati karena lo." "Ih, kok lo gitu sih? Yang temen lo itu gue bukan si Bagas!" Kesal Athaya. "Sori gue lebih pro yang lemah daripada yang barbar. Ucap Dayu, yang langsung mendapatkan jitakan manis di keningnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD