Ghost 9

1010 Words
Dayu baru saja tiba di rumahnya, setelah seharian pergi bersama Kai untuk mencari rumah yang ditinggalinya semasa hidup. Dilihatnya mobil Bagas, pacar Athaya yang terparkir di pinggir jalan depan rumahnya. Pemiliknya tampak sibuk dengan gadgetnya, tak melihat kehadiran Dayu yang berjalan memasuki halaman rumah. "Kok lo ke sini ngga bilang-bilang, Thay?!" tanya Dayu pada Athaya, yang terlihat sedang duduk menghadap Mama. Yang ditanya tampak melihatnya dengan wajah lega sekaligus bingung. Sementara dilihatnya Kai langsung berjalan begitu saja menuju lantai dua. "Gimana mo bilang, lo lagi keluar, HP malah ngga dibawa." Ujar Athaya. Dayu mengambil tempat di samping Athaya, tak menyadari Kai yang melihatnya sekilas sebelum terhalang tembok kamar. "Hahh ... masa sih?! Eh, kok beneran ngga ada ya?!" ujar Dayu sambil terus memeriksa tasnya yang masih tergantung miring di bahunya. "Kamu itu ... HP ketinggalan sampe ngga mudeng gitu." Ujar Mama menyambung ucapannya. Sebenarnya Mama tahu HP Dayu tertinggal di kamar, tapi Mama ingin Dayu mengingatnya sendiri. "Ketinggalan di mana Mam?!" tanya Dayu sambil berusaha mengingat terakhir kali dia melihat handphone-nya itu. "Lahh ... yang punya HP siapa, malah nanya Mama! Udah ah, Mama mau ke belakang dulu. Ayo Athaya diminum, Tante ke belakang dulu ya?!" pamit Mama sebelum menghilang di balik lemari pajang yang ada di ruang tengah. "Ya Tante, silahkan." Jawab Athaya. "Lo mo ngapain ke sini?!" todong Dayu sambil mengambil tempat duduk dipinggir Athaya. Berhenti mengingat handphone-nya yang sudah pasti berada di kamar. " Gue mo nyontek tugas psikometri, punya lo pasti dah kelar kan?!" "Boro-boro Neng, baru jalan setengahnya gue juga. Besoklah kalo lo mo lihat, gue kasih dah ... Eh, lo beneran kesini cuman buat nyari contekan?" tanya Dayu, menyandarkan punggungnya setengah berbaring menghadap plafon. "Jangan besok dong, gue ada acara keluarga. Ntar malem deh balik dari Bagas gue ke sini. Gue banyak acara, makanya otak gue udah penuh banget, ngga bisa dipake buat mikir soal pelajaran." Ujar Athaya dengan wajah memelas, membuat Dayu tak tega untuk menolak. "Elaahh ... maksa banget. Lagian gue ngga yakin bisa kelar secepat itu." "Aahh ... percaya gue, lo kan pinter. He he he ... " "Lo juga pinter keless ... ngga nyadar lo ya?!" "Wuihh ... tumbenan lo puji gue, thanks besties!! " ujar Athaya sambil melayangkan kecupan jauh. "Iya, pinter nyontek!! Udah lo balik sono, ntar tugasnya ngga kelar-kelar lagi." Ucap Dayu sambil ngeloyor pergi memberitahu Mama tentang kepulangan Athaya. "Dasar kodok ngorek, gue kira lo serius ngasih pujian." Jawab Athaya sambil beranjak mengikuti Dayu. "Mam, Athaya mau pulang!" beritahunya pada Mama yang sedang memeriksa tanaman peliharaannya yang banyak tumbuh berwarna-warni di taman samping ruang keluarga. Satu-satunya area prestisius yang terlarang dikunjungi oleh si Ayam. "Lhoo ... kok cepat-cepat, udah beres urusannya?!" tanya Mama sambil memberikan tangannya untuk dicium Athaya. "Udah Tante, biar nanti malem aja aku ke sini lagi buat ambil tugas." "Ambiiil ... kayak punya lo aja!" gerutu Dayu yang dibalas Athaya dengan cengiran. "Oh ... ya udah, hati-hati di jalan yah. Ntar jangan malem banget ngambilnya, bahaya! Lagi musim tuh kejahatan yang korbannya perempuan." "Iya Tante, anu ... itu ... tergantung Dayu aja, kapan bisa beresnya, he he he ... Aya pulang dulu ya Tan, Assalamu'alaikum..." pamit Athaya sambil berdadah-dadahan dengan Dayu, namun hanya dibalas dengan gerutuan tidak jelas. Selepas kepergian Athaya, Dayu segera berlalu menuju kamarnya. Begitu membuka pintu kamar, dilihatnya Kai yang sedang duduk di sofa samping jendela. Semenjak keberadaannya, tempat itu sepertinya menjadi favorit Kai saat berada di kamar Dayu. Dayu mendekati Kai, dan ikut duduk di pinggiran sofa yang lumayan lebar. Pandangannya terarah pada taman yang tepat berada di bawah kamarnya. Dilihatnya Mama masih berkutat dengan tanamannya yang tak terhitung jumlahnya. Terlihat seperti gadis gembala di antara bukit penuh bunga. "Aku baru tahu kalau hantu bisa galau." Ucapnya berusaha menjaga intonasi suara agar tidak terdengar oleh Mama. Karena tidak jua mendapatkan respon dari lawan bicaranya, Dayu berbalik dan melihat wajah Kai yang sendu. "Kai..." panggil Dayu lembut, mencoba menyelami kegundahan yang dirasakan makhluk berbeda dimensi dengannya itu. Lagi-lagi Dayu tak mendapat balasan dari lawan bicaranya. Dia pun lalu melanjutkan perkataannya. "Nanti kamu pasti bisa melihat keluarga kamu." Kai melihat Dayu dengan skeptis. "Kamu tahu, saat aku tersadar duniaku sudah berubah, aku tidak bisa mengingat apapun. Bahkan namaku sendiri ... " Dayu berpindah tempat duduk, hingga dia berhadapan dengan Kai. Pikirannya berkelana ke masa kecil, saat dia pertama kalinya menyadari bahwa yang dilihatnya dengan baju lusuh dan wajah pucat dingin yang selalu bertemu dengannya di belakang rumah neneknya dahulu adalah hantu. Dayu hanya mengira dia adalah salah satu anak dari tetangga neneknya yang suka membantu pekerjaan di rumah. Hingga dia beranjak besar, barulah Dayu menyadari bahwa mereka berbeda. Namun karena sosok itu juga Dayu tidak pernah melihat sosok-sosok aneh yang menganggu sampai suatu saat ... sosok itu harus pergi dan meninggalkannya dengan berbagai penampakan yang hampir membuatnya frustasi. "Tapi lambat laun aku mulai mengingat berbagai hal. Mulai dari namaku, kematianku, dan Kelline. Tapi aku tidak bisa mengingat tentang keluargaku ... sampai saat ini ... " "Kita masih bisa tahu dengan cara lain. Nanyain ke orang yang kenal kamu misalnya, atau dengan terus berdoa, aku yakin suatu hari nanti pasti terkabul!" seru Dayu, sengaja berkata dengan penuh semangat, agar lawan bicaranya ikut bersemangat. Kai tertawa mengejek. Enggan terpancing dengan sikap Kai, Dayu memutuskan menjauh dan mulai berfokus mengerjakan tugas kuliahnya. Dayu paham saat ini Kai sedang berada dalam momen kejatuhannya, dan Dayu yakin jika dia memaksakan pendapatnya mungkin akan menimbulkan perdebatan yang tak akan berujung. Jadi sebaiknya dia menjauh untuk memberikan ruang pada dirinya dan Kai. Lagipula, masalah ini harus dipikirkan dengan perlahan, terburu-buru hanya akan berujung pada penyesalan. Kai melihat Dayu menghindarinya, tapi dia juga tidak menahan Dayu. Saat ini dia memang sedang ingin sendiri, merenungi berbagai hal yang masih diingatnya. Lagipula dia tahu Dayu hanya ingin menghiburnya, sudah sewajarnya dia bersikap baik pada Dayu dan tidak menyakiti gadis itu. Kematiannya adalah takdir, dan pertemuannya dengan Dayu juga adalah takdir yang harus disyukurinya. Setiap perjalanan makhluk selalu ada maksud yang tersimpan dibaliknya, dan dia harus berpikir tenang agar bisa membantu Dayu mencapai keinginannya sebelum dia benar-benar menghilang dari dunia ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD