Part 6

1373 Words
Part 6   Sakha mengembuskan napas perlahan. Ia mencoba menetralkan segala rasa yang berkecamuk, antara gugup dan deg-degan yang semakin menjadi. Debaran kian merajai. Suasana hatinya bercampur-campur. Ia lega telah sampai di tahap ini, sekaligus merasa memiliki tanggung jawab lebih untuk dapat membimbing Alea yang sebentar lagi akan sah menjadi istrinya. Aldebaran mengulurkan tangannya. Sakha menjabat tangan calon ayah mertuanya dengan kegugupan yang masih mendominasi. “Saudara Sakha Devandra Yudha bin Bintang Arganta Yudha, saya nikahkan dan kawinkan putri kandung saya Alea Kirani Atmaja binti Aldebaran Atmaja kepada engkau dengan mas kawin emas 60 gram tunai.” “Saya terima nikah dan kawinnya Alea Kirani Atmaja binti Aldebaran Atmaja dengan mas kawin tersebut tunai.” “Sah?” “Sah...” Alhamdulillah. Sakha bisa bernapas lega sekarang. Terlebih ketika Alea keluar diapit Diandra, ibu kandungnya dan Riana, ibu tirinya. Mata Sakha terfokus pada kecantikan Alea yang semakin bersinar di hari bersejarah ini. Serangkaian kenangan masa kanak-kanak menyelinap dalam ingatan. Gadis kecil yang dulu ia anggap sebagai pengacau kini resmi menjadi seorang pendamping hidup yang akan mengisi hari-harinya dan mewarnainya dengan segala kisah. Ia perempuan terpilih yang akan ia ajak berbagi segalanya. Ia perempuan teristimewa yang akan menjadi tempatnya pulang setelah seharian bekerja. Ia perempuan yang ia harap mampu berjalan bersamanya menuju Jannah, yang akan belajar bersama-sama dengannya untuk memperbaiki diri. Alea duduk di sebelah Sakha dengan senyum manis yang menambah kecantikannya. Ia menjabat tangan Sakha dan menciumnya. Sakha mengecup kening perempuan yang telah resmi menjadi istrinya. Ia memegang puncak kepala Alea tepat di ubun-ubunnya. Sakha berdoa meminta keberkahan dalam rumah tangganya. Ini babak awal perjalanannya dan Alea yang masih akan terbentang ke depan. Ia tak pernah menduga pada akhirnya ia menikahi musuh bebuyutannya semenjak masa kanak-kanak. Alea, perempuan yang sebenarnya bukan kriterianya tapi pada akhirnya sanggup menaklukannya. Wanita ini yang sudah menjadi ujian untuknya bahkan sebelum bergelar istri. Kecantikan dan kedahsyatan godaan darinya yang membuat Sakha berkali-kali berusaha untuk tak keluar jalur. Ia hampir menciumnya dua kali dan Alea bukan tipikal wanita yang keras pada prinsipnya jika sudah berhadapan dengan laki-laki yang ia cintai. Jika Sakha tak dapat mengontrol diri, mungkin pertahanan mereka sudah roboh sebelum akad. Sakha tahu ia memiliki PR yang begitu besar untuk dapat membawa wanitanya menjadi seorang hamba yang lebih baik, berhijrah menutup aurat, dan menjadi bagian dari wanita akhir zaman yang meski tak sempurna tapi memiliki keinginan yang menggebu untuk belajar. Ia berharap dapat mencontoh ayahnya yang berhasil mendidik mama Nara, dari bengal menjadi istri yang begitu shalihah. Meski ia tahu Alea dan mamanya tentu dua pribadi yang berbeda. Tantangan untuk membimbing Alea tak semudah dalam bayangan. Jika hanya berpatokan pada kriteria, tentu sudah lama Sakha meninggalkan Alea. Laki-laki ini terlanjur mencintainya, dimana ngambeknya Alea menjadi sesuatu yang membuatnya uring-uringan, marahnya Alea menjadi satu hal yang ia takutkan, bahagianya Alea menjadi kebahagiaannya juga, dan kesedihan Alea juga menjadi kesedihannya. Apapun kekurangan Alea, ia telah menerimanya. Atmosfer terasa begitu mengharukan kala orang tua memberi banyak wejangan. “Sakha jadilah imam yang baik untuk Alea. Bimbing dia dengan kelembutan. Jangan menyakitinya. Kalian harus sama-sama belajar. Jangan pernah saling menyalahkan apalagi merasa benar sendiri. Setiap ada masalah, selesaikan bersama. Jangan membuka aib pasanganmu. Entah siapa yang salah dan benar, jika ada perselisihan, jangan sungkan untuk meminta maaf. Jangan membesarkan ego.” Nasihat Argan Sakha cerna baik-baik. Keharmonisan orang tuanya menjadi contoh untuknya. Ia ingin mengikuti jejak Argan untuk menjadi suami dan ayah yang baik. Aldebaran tak lupa memberinya petuah. Siapa yang lebih memahami putrinya selain ayahnya sendiri. “Sakha, Alea itu kadang keras kepala, seenaknya, manja, kadang masih suka childish, tapi sebenarnya dia anak yang baik. Kamu hanya perlu kesabaran lebih untuk membimbingnya. Yang pasti dia sangat mencintaimu, Sakha. Setiap dia menginap di rumah, dia sering bercerita tentang kamu. Sejak dia mengenal jatuh cinta, yang ia tahu hanya ada satu-satu laki-laki terbaik di dunia, yaitu kamu. Bimbing dia dengan penuh kesabaran. Kalau dia salah langkah, tolong ingatkan dia dan tuntun kembali ke jalan yang benar. Menghadapinya kadang harus tegas, tapi ketegasan ini harus tetap ada kelembutan. Alea kalau dimarahi kadang menangis lama dan nggak mudah untuk membujuknya lagi.” Sakha menampung semua nasihat yang singgah di telinganya. Tentu ia sedikit paham akan sifat-sifat Alea yang bertolak belakang dengan kriteria yang ia harapkan. Ia pun tak akan menuntut perempuan yang sudah sah menjadi istrinya untuk menjelma seperti apa yang ia inginkan. Manusia tak ada yang sempurna. Ia menyadari hal itu. ****** Sakha melepas kemeja dan menggantinya dengan kaos santai. Resepsi yang diadakan sejak siang sudah berakhir sore tadi. Dari awal membicarakan konsep pernikahan, kedua keluarga memang menginginkan resepsi yang hanya berlangsung dari bada' Dhuhur sampai sore. Malamnya bisa digunakan mempelai untuk beristirahat. Malam ini, Sakha dan Alea menginap di hotel yang telah di-booked Argan sebagai hadiah pernikahan mereka. Sakha duduk di ujung ranjang dan melihat sekeliling ruangan. Suara gemericik air mengalun syahdu dari kamar mandi. Alea tengah mandi membersihkan badan setelah seharian badan terasa lengket dan gerah. Sakha baru akan mandi setelah Alea selesai mandi. “Sayang, tolong ambilkan sabun cair di tas dong.” Suara Alea membuyarkan lamunan Sakha. Meski di hotel sudah disediakan sabun sekalipun, untuk merawat tubuhnya, Alea tak pernah mengandalkan produk lain. Ia selalu memiliki sederet produk andalan yang tak bisa diganti dengan produk lain. Sakha mengambil satu botol sabun cair dari tas Alea. Ia berjalan mendekat ke kamar mandi dan mengetuk pintu. “Ini sabunnya.” Alea membuka sedikit celah. Tangannya keluar dari balik celah. Entah kenapa Sakha tergoda untuk masuk ke dalam dan mandi bersama Alea. Sakha membuka lebar pintu kamar mandi. Ia segera menyelinap ke dalam. Alea kaget bukan main. Segera ia menyambar handuk untuk menutupi tubuhnya. “Sakha....” Alea mendelik. Sakha menyeringai genit. “Mandi bareng,” ujar Sakha seraya membuka kaosnya. Alea deg-degan bukan kepalang. Ia pikir bukan saatnya buka-bukaan di kamar mandi, ada tempat yang lebih baik, di ranjang besar dan empuk itu. Rupanya Sakha sudah tak bisa menahan diri. Sakha yang sudah bertelanjang d**a menekan tubuh Alea hingga menghimpit dinding. Aliran air shower membasahi keduanya. Tetes-tetes air itu hadirkan gairah yang tiba-tiba berkobar. Mata keduanya saling beradu, mengagumi keindahan rupa masing-masing. Sakha mendaratkan kecupan di sepanjang leher Alea, membuat gadis itu terpejam dan menikmati sensasi sentuhan suaminya yang sudah bergerilya di setiap jengkal tubuhnya, hingga tak sadar, handuk yang menutup tubuhnya terjerembab ke lantai. Laki-laki itu mencium bibir ranum Alea. Awalnya keduanya saling kikuk, mengingat ini adalah ciuman pertama untuk keduanya. Perlahan keduanya mampu saling mengimbangi, menjadikan ciuman itu sebagai permainan panas yang mampu menerbangkan keduanya pada kenikmatan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Ciuman yang berujung dengan tanda-tanda merah yang bertebaran di segala titik. Sakha begitu piawai menjejakkan tanda di setiap jengkal tubuh istrinya. Berulang kali erangan kecil lolos dari bibir Alea. Ia tak menyangka, sosok se-cool Sakha bisa begitu piawai memanjakannya dan menghujaninya dengan sentuhan yang begitu memabukkan. Sakha masih bisa mengontrol diri karena teringat masih ada kewajiban sholat Isya dan sholat Sunnah sebelum malam pertama. Apa yang ia lakukan dengan Alea di kamar mandi hanya sebagai menu pembuka. Seusai mandi dan sholat Isya, keduanya menikmati makan malam di hotel dengan suasana yang begitu romantis. Dunia seolah menjadi milik berdua dan hanya terpaku pada seseorang yang kini menjadi pasangan halalnya. Selesai makan malam, Sakha membimbing Alea untuk sholat sunnah dua rakaat. Selesai sholat, Sakha menyempatkan membaca Al-Qur’an sementara Alea mendengarkan lantunan merdu suara sang suami dan begitu meresapi. Tanpa sadar ia tertidur, saking lelahnya. Seusai membaca Al-Qur’an, Sakha mendekat ke arah istrinya. Alea meletakkan bantal di atas kepalanya hingga menutupi wajah cantiknya. Sakha mengartikan, Alea malu karena itu ia menutupi wajahnya dengan bantal. Dengan cekatan, Sakha menyibak rok gaun Alea dengan bibirnya dan ia daratkan beberapa kecupan di sepanjang paha Alea yang terkapar menggoda. Sampai di bagian d**a, Sakha membuka tali-tali yang terikat untuk menuntupi belahan d**a sang istri. Sakha mendaratkan kecupan di d**a ranum itu. Terakhir ia buka bantal yang menutupi wajah sang istri. Betapa kaget dirinya saat mendapati Alea terpejam dengan mulut sedikit terbuka. Rupanya sang istri ketiduran saking lelahnya. Mau membangunkan rasanya tak tega. Alea terlihat begitu kelelahan. Ia mengecup lembut pipi sang istri lalu tidur di sebelahnya sembari memeluknya. Ia harus bersabar menunda hingga esok. Dipikir-pikir, ia juga butuh beristirahat. Esok masih ada banyak waktu untuk membangun keintiman bersama Alea. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD