Utama memukul keras setir mobilnya. Ia panik melihat Nayla yang masih meracau setegah sadar. Ia seperti kehausan dan selalu bilang panas. Punay sahabat kecil, bukannya kasih informasi yang valid malah menertawakan. Memang pengen diulek kayak sambel. "Sabar Nay. Ini sudah mau sampai rumah. Aku akan panggil dokter keluarga agar memeriksamu. AKu tidak mau sesuatu terjadi padamu, Nay," ucap Utama dengan lirih. Utama mulai berani menggenggam tangan Nayla. Mumpung Nayla sedang tidak sadarkan diri. Kapan lagi bisa menggenggam tangan halus ini. Kalau Nayla sedang sadar, tentu akan marah besar. Utama mencium punggung tangan Nayla yang halus itu. Cup ... "Hemmm ... Tangannya saja wangi ... " ucap Utama di dalam hati mulai membayangkan yang tidak -tidak. "Eungh ... Panas ..." cicit Nayla kemba