Barra kembali ke kantornya, memang saat dia kembali belum masuk jam pulang kantor. Namun rekan-rekannya sudah menyelesaikan meeting penting sore itu. Gedung bertingkat yang dia naiki setiap hari mulai terasa asing setelah dia tinggalkan. Lobi dengan lampu gantung kristal dan aroma kopi dari cafe kesil di sudut ruangan seolah menyambutnya dengan dingin. Hatinya benar-benar gundah. Ada emosi yang membuncah di sana. Dia melangkah ke lift, dasinya sedikit miring dan mata berkilat penuh amarahnya menatap angka-angka digital di panel yang naik perlahan. Wajahnya memang tampak tenang dari luar, namun hatinya begitu mendidih. Mengingat perlakuan Tharik pada Aura, jika dia telat sedikit saja, mungkin tangan besar itu sudah mendarat di pipi wanita yang paling dicintainya. Zoya yang menangis, Hanu