Eps. 1 Trouble Maker

1035 Words
"Anak-anak buka buku pelajaran halaman satu," ujar seorang guru PAUD di kelas. "Baik, Bu Agni." Agni Daiva Elea adalah seorang guru PAUD Elite di sebuah kawasan kota. Wanita berambut panjang berwarna hitam gelap tersebut baru saja membagi buku baru untuk tahun ajaran baru. Hari ini adalah hari para muridnya masuk sekolah di semester kedua. Murid di kelasnya hanya berjumlah kisaran lima belas saja. Sekolah Emang tak menerima murid dalam jumlah banyak karena akan mempengaruhi kualitas. Sedangkan sekolah ini menjaga kualitas mereka. Bahkan tidak semua murid bisa masuk dengan mudah. Mereka semua melalui seleksi yang cukup ketat. "Sekarang warnai gambar kapal selam dan tebali huruf di bawahnya. Jika sudah selesai bisa kumpulkan pada Ibu di depan." "Baik, Bu." Para murid mulai mengambil krayon dan pensil warna yang ada di masing-masing meja, mulai mewarnai. Agni masih duduk di kursinya. Namun meski begitu sepasang netranya terus mengawasi setiap murid yang ada di kelas. Bagus, mereka mengerjakan dengan tertib kali ini. Tak kelihatan murid yang berbuat onar atau membuat masalah di kelas seperti biasanya. Kelas PAUD sendiri bisa dibilang sebagai kelas yang rama jika dibandingkan kelas lainnya. Di sekolah ini tak hanya ada sekolah PAUD saja, tapi ada sekolah di jenjang pendidikan berikutnya, TK, SD dan SMP. Di antara semua tingkatan kelas hanya kelas PAUD yang paling ramai di antara kelas lainnya. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana mengajar seorang anak berusia 4 tahun. Biasanya kelas Agni ramai, tak pernah sepi. Mayoritas muridnya mempunyai tenaga ekstra. Bahkan dia jarang bisa duduk sampai lebih dari sepuluh menit. "Hei, kembalikan krayonku sekarang! Kamu kan sudah punya pensil warna sendiri." Seorang murid berdiri dari kursi bergeser ke kursi murid lainnya. "Aku nggak punya warna hijau. Kamu pelit sekali, pinjam sebentar saja tidak boleh. Nih, punyamu." Seorang anak lelaki mengembalikan krayon warna hijau yang dipinjamnya dengan melempar ke meja temannya tadi. Crayon tadi patah jadi dua setelah dilempar dan itu menimbulkan masalah. Pemilik krayon marah dan menurut ganti rugi. "Ezio, kamu harus mengganti krayonku yang patah." Ezio Dafa Kaili. Dia adalah putra dari seorang presdir sebuah perusahaan ternama di kota. Dia adalah anak tunggal di keluarga Kaili. Sekilas, anak itu mirip dengan anak seusianya. Menggemaskan juga lucu. Dia cerdas namun jangan di tanya. Dia adalah bintang kelas, dalam artian menjadi pusat perhatian karena tingkahnya yang sering berbuat onar di kelas, sering ribut dengan murid lainnya. "Ya, besok aku akan ganti punyamu." "Sekarang!" "Aku bilang besok, ya, besok. Kamu tahu aku tidak punya warna hijau!" Pemilik krayon tetap tidak terima meski temannya akan mengganti. Ia pun mengambil satu krayon milik Ezio, mematahkannya. Ezio yang melihat itu tidak terima dan membalasnya dengan mengambil lagi krayon temannya, lalu dia patahkan semua. Melihat krayon miliknya yang patah semua, anak tadi marah dan membalas perbuatan Ezio. Hingga pecah sudah keramaian di kelas. Tak hanya krayon yang patah. Tapi lantai kotor dengan remahan krayon yang diinjak. "Ezio! Sandi! Kalian berdua keluar dari kelas dan ikut ibu ke ruangan!" Karena suasana kacau, Agni segera mengambil tindakan menjadi penengah di antara keduanya. Dua murid itu kemudian mengikuti Agni masuk ke ruangan khusus, lalu memberikan pengarahan. "Ezio! Sandi! Karena ini sudah yang kesekian kalinya kalian membuat masalah maka berikan surat ini kepada orang tua kalian. Ibu harap, besok orang tua kalian datang kemari untuk menemui Ibu." Agni pada akhirnya melayangkan surat panggilan orang tua pada dua anak tersebut. Diharapkan dengan kedatangan orang tua, dua anak tersebut akan jera. Dua anak lelaki tersebut menerima surat panggilan untuk orang tua mereka dengan lemas. Pasalnya mereka pasti akan mendapatkan hukuman dari orang tuanya di rumah. Lebih baik mereka mendapatkan hukuman fisik di sekolah daripada harus dipotong uang saku mereka. Ezio dan Sandi kembali ke kelas. Pelajaran berlanjut seperti sebelumnya hingga bel berdentang yang menandakan kelas telah usai. Para murid keluar dari kelas. Ezio berjalan lemas menuju ke gerbang sekolah. Biasanya ayahnya menjemputnya di sana. "Ezio, lama sekali." Seorang pria sampai turun dari mobil dan berjalan masuk sampai ke gerbang sekolah. "Ayah, bel baru saja berbunyi dan aku langsung keluar." Anak lelaki berusia 4 tahun itu memang berjalan pelan, tidak seperti biasanya, berlari kala keluar dari kelas. Dia tidak bersemangat karena mendapatkan surat panggilan orang tua. Bagaimana jika ia menyerahkan surat tersebut kepada ayahnya? Sudah pasti dia akan dimarahi atau mendapatkan hukuman. Ezio merasa ada yang aneh kenapa ayahnya tiba-tiba saja berkata demikian. Pernah, ayahnya itu menunggu sampai lima menit lebih, namun Niko tidak pernah mengeluh seperti ini. Semua rasa penasaran tersebut terjawab sudah kala ia tiba di depan mobil. "Niko, kenapa kamu tidak menungguku turun?" Seorang wanita dari dalam mobil bersuara setelah Ezio menarik pintu mobil. Niko Gilang Kaili adalah presdir sebuah perusahaan ternama. Dia adalah ayahnya Ezio. Duda keren di mana banyak wanita antre menunggunya. Sayang, sampai saat ini belum ada satu wanita pun yang berhasil mencuri hatinya. Tepatnya bukan mencuri hatinya saja, tapi juga mencuri hati Ezio. Ya, Niko berniat mencari istri Tapi m bukan untuk dirinya saja, melainkan juga ibu untuk Ezio. Selama ini, Niko sudah membawa banyak wanita. Kisaran ada sembilan belasan wanita yang sudah dia perkenalkan pada putranya itu. Sayang, tak satu pun dari mereka yang sesuai dengan kriteria Ezio. Padahal Niko pasti bukan asal pilih. Wanita yang dia pilih pastilah cantik. Pas jika bersanding dengannya juga Ezio. "Melia, kamu tidak perlu turun karena Ezio sudah datang." Ezio menatap sebal pada wanita yang dibawa oleh ayahnya itu. Terlebih wanita itu duduk di depan, di samping Niko, menempati kursinya. Dia adalah wanita ke-20 yang dibawa oleh ayah. Coba kulihat seperti apa dia? Apa dia sama seperti wanita lainnya yang selama ini ayah bawa? "Ezio, apa kamu mau duduk di depan sama Tante? Biar Tante memangkumu." Melia menerbitkan senyum di sudut bibirnya, membalas tatapan kesal Ezio. "Apa itu boleh, Tante?" "Tentu saja, boleh. Ayo, naik." Tangan Melia melambai membuat Ezio yang awalnya ingin duduk di belakang berubah pikiran untuk duduk di depan. Ezio menghempaskan pantatnya dengan kasar ke pangkuan Melia. Akh! Wanita itu sampai berdesis menahan rasa sakit. Sialan! Dasar devil kecil. Kasar sekali kamu duduk di pangkuanku. Tak apa, aku harus bertahan dulu demi mendapatkan Niko. Demi mendapatkan hartanya yang melimpah habis sampai tujuh turunan. Ezio tiba-tiba saja tersenyum sinis. Rupanya wanita ini sama dengan para wanita sebelumnya yang dibawa oleh ayah. Dia tidak berbeda dengan mereka semua yang hanya menginginkan harta ayah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD