4

815 Words
Denis mengerutkan keningnya dan menatap Nayara dengan lekat. "Kenapa kaget? Ini bukti aku mau tanggung jawab sama kamu atas perbuatan kita malam itu," jelas Denis begitu lantang. Kata -katanya seolah ia adalah penyelamat atau mungkin bisa dibilang pahlawan kesiangan. "Ekhem ... Ta -tapi ... Orang tuaku?" ucap Naya lirih. Raut wajahnya penuh rasa takut dan kecemasan. Denis terdiam, ia tahu. Ini adalah hal tersulit. Ia takut orang tua Naya marah dan mencaci maki. Gimana baiknya? Batin Denis. "Aku ke rumah orang tuamu sekarang? Aku bakal bilang akan menikahimu? Gimana?" tanya Denis cepat. Mendengar permintaan Denis, ia malah ganti diam. Tidak tahu harus menjawab apa. Kedua orang tuanya baru saja pergi ke luar negeri untuk menjenguk Kakek Mahesa. Kalau sudah begini, bagaimana urusannya. "Eum ... Papa dan Mamaku tidak ada dirumah. Mereka sedang ke luar negeri untuk urusan pribadi dan bisnis," jelas Naya lagi. Denis mengangguk paham. Ia menarik tangan Nayara dan mengusap pelan. Sebagai laki -laki yang bertanggung jawab, ia harus membuat Naya tenang dan mearsa aman. "Kita menikah. Kalau orang tuamu datang. Aku akan menghadap langsung dan meminta restu," jelas Denis lagi. Naya menatap dua bola mata Denis dengan lekat. Ia melihat kesungguhan lelaki itu dan sama sekali tidak ada kebohongan. Hanya ada sebuah tanggung jawab yang tulus. "Kita menikah hanya karena bayi ini kan?" tanya Naya lagi. Ia harus memastikan semuanya dengan benar. Jangan sampai ada yang dirugikan soal ini. "Hmmm ... " Denis melepas tangan Nayara dan berdiri. Ia memasukkan kedua tangannya di dalam kantong celana dan berbalik menatap Nayara yang masih duduk diam penuh ketakutan. "Aku ikut kamu aja. Kalau kamu merasa pernikahan ini hanya cukup untuk rasa tanggung jawab aku saja. Maka kita akan bercerai setelah kamu melahirkan," jelas Denis begitu tenang. "Hu um ... Sepertinya itu lebih baik. Masa depanku tidak boleh hancur karena aku anak satu -satunya dan pastinya kedua orang tuaku menginginkan putrinya sukses bukan malah menjadi seorang IRT di usia muda," jelas Naya dengan nada suara yang begitu tegas. "Oke. Lalu anak kita? Mau dikemanakan?" tanya Denis tetap tenang. "Kita pikirkan nanti. Setidaknya, aku memiliki suami disaat perutku membuncit dan aku memiliki status pernikahan yang jelas saat anak ini lahir," jelas Naya dengan harapan yang penuh kepastian. "Oke. Kalau itu kemauanmu dan harapanmu. Aku akan kabulkan. Lagi pula, aku sudah memiliki calon istri. Sebenarnya dalam waktu dekat aku akan bertunangan dengannya, dan menikah. Tapi, karena sebuah tanggung jawab, aku mencari kamu dan memastikan kamu hamil atau tidak. Kalau memang hamil, aku siap bertangung jawab dan kita sepakat bercerai setelah anak itu lahir," jelas Denis lagi memastikan keinginan Nayara yang mungkin saja berubah pikiran. "Oke,"jawab Nayara mantap. "Kita urus pernikahan kita. Soal orang tua kamu, aku kaan menghubungi mereka dan bicara baik -baik steelah waktunya tiba," jelas Denis. Nayara hanya bisa mengangguk paham dan mengiyakan semua kalimat yang terlontar dari bibir Denis. *** "Kakek ... Kakek kenapa? Kenapa bisa jadi seperti ini?" tanya Utama yang duduk di tepi ranjang sambil mengusap lengan sang kakek. "Hmmm ... Aku cuma kelelahan saja, Utama. Cicit kesayanganku mana?" tanya Mahesa dengan suara serak. "Kakek ... Nayara kan kuliah. Dia sedang sibuk dengan tugas kuliah dan sebentar lagi akan menjalani ujian akhir. Jadi, Naya gak bsia ikut," jelas Nayla pada Mahesa. "Hmmm ... Ya aku tahu itu. Ada satu hal yang ingin aku bicarkan dengan kalian. Kalian ingat dengan Pak Mahendra?" tanya Mahesa pada Utama dan Nayla. "Iya. Aku tahu Pak Mahendra adalah klien terbaik Kakek, kan? Ada apa?" tanya Utama serius. "Cucu lelakinya kabur saat pertunangan yang sudah aku persiapkan dengan Nayara jelas tanggalnya," jelas Mahesa lirih. Raut wajahnya penuh dengan kekecewaan dan penyesalan. "Sudahlah Kek ... Gak usah terlalu buru -buru juga. Nayara juga masih kuliah, waktunya masih panjang. Aku juga belum bicara dnegan Nayar kalau ia sudah di jodohkan dengan cucu Pak Mahendra," jelas Utama begitu sopan. "Kenapa kamu tidak bilang dari sekarang, Tama. Kamu tidak takut, nanti Nayara memiliki pacar? Setidaknay biar Nayara tahu dan membatasi dirinya saat berteman," jelas Mahesa pada Utama. "Soal itu, Kakek serahkan padaku. Nayara itu gadis kecil yang penurut," jelas Utama begitu tegas. "Hmmm ... Kamu itu," ucap Mahesa sambil memejamkan kedua matanya. Rasanya lelah sekali dan ia butuh istirahat. *** "Kamu dimana, Denis!" teriak Mahendra denagn kasar sata menelepon cucu kesayangannya. "Apa sih, Kek. Aku hanay butuh ilmu dan pengalaman. Nanti aku pasti pulang dan menikahi gadis pilihan Kakek. Kakek tenang saja," jelas Denis tetap tenang dan tegas. Ia tetap menggunakan kalimat yang sopan saat bicara dengan Kakeknya. "Pertunanganmu itu sebentar lagi dengan cicit pemilik mega proyek besar. Kalau bukan karena mereka, perusahan kita tidak sehebat sekarang," jelas Mahendra keras. "Aku ada urusan, Kek. Kita lanjutkan nanti lagi." Denis mematikan sambungan teleponnya dan memasukkan ponselnya di kantung celana panjangnya. "Denis! Denis!" teriak Mahendra denaggan gemas. Menyebalkan sekali memiliki cucu yang kaku dan egois seperti Denis. Kalau bukan sudah janji di masa lalu, Mahendra malas bicara dengan cucu semata wayangnya itu. Sulit sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD