1

828 Words
Nayara membuka kedua matanya perlahan. Ia masih tidak ingat apa yang terjadi dengannya semalam. Tidak hanya itu saja, ia merasakan inti bawahnya juga sakit dan sangat nyeri sekali. "Uhh ... Aku kenapa?" ucapnya lirih. Nayara menatap plafon kamar itu dan ia merasakan hal aneh. Ini bukan kamar kos -nya. Lampu yang menggantung di kamar kos -nya itu biasa, dan lampu ini sangat cantik sekali. Nayara menoleh ke arah samping dan benar saja, ia mendapati seorang pria dewasa asing tidur di sisi sebelahnya. Mereka begitu dekat dan lebih parahnya mereka tidur dalam keadan polos yang hanya ditutupi oleh sehelai selimut tipis. Sekilas, Naya mengingat kejadian semalam yang membuat dirinya ternoda. Apa yang harus ia jelaskan pada Papa Uta dan Mama Nayla. Mereka pasti mencari Nayara yang sudah berjanji akan pulang di akhir minggu ini. Lelaki asing yang berada di samping Nayara juga terbangun. Nayara menutup matanya kembali dan berpura -pura masih tertidur. Lelaki itu langsung duduk dan memegang kepalanya yang sakit akibat sisa mabuk semalam. Lelaki itu menoleh ke arah samping dan mengerutkan keningnya. "Sh1t! Apa yang telah aku lakukan padanya," ucap Denis kesal pada dirinya sendiri. Ia turun dari ranjang dan mengambil piyama lalu memakainya. Dengan cepat, ia mengambil ponsel dan terlihat panik menelepon seseorang. "Aku tidak bisa kesana sekarang. Tolong mengerti. Mungkin kita atur lagi waktunya," jelas lelaki asing itu dengan suara setengah berbisik tapi sangat jelas ditelinga Nayara. Tapi suara itu kembali hilang dan Nayar terlelap. *** Satu bulan kemudian ... Nayara merasa tubuhnya sering sekali sakit. Dan hal paling ia takuti saat ini, menstruasinya terlambat. Ini sudah seminggu dari jadwal yang seharusnya. Perasan panik, cemas dan was-was sungguh membuat Nayara kalang kabutr sendiri. Hari ini seperti biasa, menjadi rutinitas mingguan Nayara. Ia akan pulang ke rumah orang tuanya. Nayara diperbolehkan kos di dekat Kampus dengan jadwal kos yang jelas. Supir pribadi Nayara sudah datang menjemput dan menunggu nona mudanya turun dengan barang yang super banyak. Nayara akan membawa dua tas pakaian berisis pakaian kotor dan beberapa boneka yang ingin ia tukar ke rumah dengan boneka lain untuk menemaninya di kos selama ini. "Pak Budi? Barang Naya ada di atas. Di depan kamar. Tolong ambilkan ya," titah Nayara yang terlihat tak bersemangat. "Baik Non. Nona kenapa? Sedang sakit? Kenapa tidak bersemangat?" tanya Pak Budi. "Gak apa-apa. Cuma gak enak badan aja," ucap Nayara singkat. "Non Naya masuk ke mobil saja. Istirahat di dalam," titah Pak Budi, supir kepercayaan Papa Uta. Nayara mengangguk setuju dan masukke dalam mobil. Satu jam berlalu, mobil masih terjebak hujan dan jalanan super padat yang mengakibatkan macet parah. Rasa mual yang ditahan Nayara sejak tadi, tidak bisa ditahan lagi. Nayara ingin muntah. Kepalanya pening, perutnya begah dan rasa mualnya semakin terasa. "Pak ... Saya mual sekali. Ada kantong plastik," pinta Nayara cemas. Mulutnya sudah ia tutup dengan telapak tangan. "Ini nona," ucap Pak Budi ikut panik. Biasanya perjalanan hanay memakan waktu satu jam. Ini sudah lebih dari satu jam baru setengah perjalanan saja. Nayar pun muntah-muntah. Wajahnya pucat dan terlihat sangat lemas sekali. "Nona mau ke mampir ke apotik? Buat cari obat anti mual seperti antimo mungkin. Atau nona masuk angin," jelas Pak Budi. Kepala Nayara semakin berdenyut dan bayangan ia hamil semakin membuatnya ketakutan. Rasanya mencekam sekali seperti ingin kiamat. "Pak ... Cari makan saja dulu. Bisa? Sekalian mau cari udara. Mungkin mual karena AC dan wewangian mobil ini," ucap Nayara asal. "Baik Non," jawab Pak Budi yang mengambil jalan di sebelah kiri dan berbelok pada sebuah pusat perbelanjaan yang tidak begitu besar namun lengkap. Nayara turun dari mobil untuk membeli makanan dan ia mencari sesuatu di pusat perbelanjaan itu. Ia melihat sebuah toko yang menjual produk kesehatan. Dengan langkah berani, Nayara masuk ke dalam untuk membeli sebuah tespek. Jantungnya berdebar, detaknya semakin terasa cepat. Satu bulan berlalu sudah kejadian satu malam itu. Ia hanya tahu nama lelaki itu Denis. Dan lelaki itu mencatat nomor teleponnya di ponsel Nayara. Lelaki itu hanya bilang dengan wajah dingin. Jika sesuatu terjadi pada Nayara, Nayara bisa bilang. Tubuh Nayara semakin terasa dingin. Bulu kuduknya berdiri dan menegang tentunya. Ia memberanikan diri untuk tes kehamilan. Kemarin-kemarin ia terlalu sibuk di Kampus hingga tidak ada waktu untuk ini. Sambil menunggu hasil, Nayar membuang semua plastik ke tempat sampah. Ia hanya ingin menyimpan tespek itu jika memang hasilnya positif. Kalau negatif. Ada kemungkinan, ia tenang dan membuang semua alat bukti agar tidak ada yang tahu. Dan ... Tarikan napas Nayar semakin berat. Waktu seperti berjalan lambat dan membuat dad4nya sesak. Ia menghitung waktu secara mundur perlahan. Saat garis pertama sudah muncul dengan warna merah yang tidak asing. Kebetulan, Nayara sudah pernah lihat benda itu. Dulu, temannya ada yang hamil diluar nikah saat sekolah. Dan Nayara menemani temannya itu membeli alat tes kehamilan lalu mencobanya. Kini, ia sendiri yang mengalaminya. Rasanya belas kasihan yang ai ucapkan dulu pada temannya berbalik pada dirinya sendiri saat ini. Lima ... Empat ... Tiga ... Dua ... Satu ... Tatapan Nayara lekat pada alat tes kehamilan itu dan boal matanya membola seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD