Pejuang

1293 Words
"Tak ku sangka kita bertemu lagi." "Sepertinya kita berjodoh." Lucas mengicau dengan begitu santainya, tak peduli wanita yang diajak bicara mengacuhkannya. Ia terus mengikuti Clara sampai gadis itu keluar dari ruangan meeting bahkan turun melewati lift yang sama. Orang-orang dari JL company maupun Decide sudah pergi terlebih dahulu dan kini menyisakan Clara yang diganggu oleh pria maniak macam Jack Lucas. Clara sendiri mencoba sabar dan tak menanggapi terlalu dalam apapun yang pria itu lakukan. Tetapi kalimat terakhir lelaki itu yang meluncur dengan mulus tanpa dipikir membuat Clara menghentikan langkah dan berbalik menatap pria itu kesal. "Bisakah anda tidak mengatakan hal - hal yang aneh?" "Hah, Aneh? Coba kau pikir, kita tiba-tiba bertemu tanpa direncanakan bukankah itu yang namanya takdir?" Jeda sejenak Lucas menyimpitkan mata sok menduga, "Atau kau memang sengaja mengikuti ku, ya?" Clara ternganga. Demi Tuhan sekarang ia ingin menimpuk kepala lelaki itu dengan hellnya. Pria ini benar-benar tidak masuk akal. Sangat menyebalkan. Jika saja dia bukan bekerja di JL Company dia tidak akan segan-segan bersikap tidak sopan padanya. Namun pria ini tampaknya adalah orang penting, menyinggungnya Clara takut jika nanti kerjasama Decide dan JL batal. Oleh karena itu Clara memilih diam, enggan membalas perkataan lelaki itu. "Diam berarti iya." Persetan dengan kerjasama itu, kali ini Clara habis kesabaran, dia tidak akan bersikap formal lagi. "Kau... Biasakah kau tidak bicara lagi! Aku tidak pernah berpikir untuk mengikuti mu maupun mendekati mu." "Nah.. akhirnya kau merespon ku." Lucas menyeringai. Puas, bahwa akhirnya wanita itu terpancing. "Ngomong-ngomong, bagaimana jika nanti aku mengundang mu makan malam." "Maaf aku sibuk." "Bagaimana kalau besok malamnya." "Aku juga sibuk." "Lusa deh!" Clara benar - benar gregetan. Ia merasa lift ini begitu lama sampai ke lantai bawah, ia berharap segera keluar dari lelaki super agresif ini. "Besok, lusa, maupun hari - hari berikutnya aku akan selalu sibuk. Dengan kata lain aku tidak akan mau makan malam dengan anda, tuan Lucas." Jawab Clara lugas. Dia tidak ingin berbasa - basi pada pria itu. Dan membuat lelaki itu kehilangan pembicaraan yang tak berguna. "Ohh baiklah, berarti sarapan atau makan siang berdua bisa kan?" Astaga! Ya Tuhan!!!! Argghhhh!!! Kepala Clara rasanya mau pecah. Lucas seolah tidak peka atas penolakannya. Lelaki itu bahkan tidak sakit hati dengan sikap acuhnya. Lucas tertawa melihat Clara buru - buru pergi ketika lift menuju lantai satu terbuka. Ia masih sempat berseru, "Dengar, aku ini pejuang. Cepat atau lambat kita pasti akan makan malam berdua." Clara bergidik. Menulikan telinganya akan ucapan pria itu. Benar - benar menyebalkan. Semoga tidak bertemu lagi dengannya. Bisik Clara dalam hati. Sementara itu, Lucas menatap punggung Clara yang berjalan cepat meninggalkannya. Senyuman jenaka yang mengembang di bibirnya perlahan menyurut. Ekspresinya dalam sekejap berubah dingin. Ya, yang ia katakan bukanlah kebohongan. Lucas memanglah tipe pejuang. Dia tidak akan menyerah begitu saja. Seperti yang telah ia lakukan selama ini. Dari titik terendah sampai ke puncak. Sampai apa yang ia inginkan tercapai. Walaupun itu menguras tenaga, pikiran dan waktunya. Meski jalan yang ia lalui berduri, ia akan menganggap duri adalah bulu halus di setiap langkahnya. Meski jalan yang ia lalui adalah lautan, ia akan menganggap laut adalah genangan hujan yang membasahi sedikit sepatunya. Meski jalan yang ia lalui adalah badai topan, ia akan menganggap badai adalah semilir angin yang tetap akan ia terjang meski resikonya terbawa arus badai itu. Begitulah Lucas. Pemuda yang penuh semangat mencapai cita - citanya bertransformasi menjadi pria pejuang tanpa perasaan. **** 9 tahun lalu. Pemuda itu berdiri di gerbang pintu sebuah rumah. Kemeja putih bergaris serta celana kain hitam rapi membalut tubuhnya yang mulai kurus. Lingkaran hitam di matanya menjadi tanda bagaimana pemuda itu kekurangan waktu tidurnya dan bagaimana lelah hari - hari yang pemuda 20 tahun itu lalui. Tetapi semangat dan tekadnya tidak pernah luntur. Pemuda itu tersenyum penuh harap sembari mendekap stofmap di tangannya. "Apakah tuan Holland sudah selesai?" Lucas bertanya untuk kesekian kali ketika melihat beberapa mobil keluar masuk mansion mewah itu. Dan lagi - lagi jawabannya selalu sama. Satpam rumah itu hanya menggelengkan kepala sembari berkata, "Tunggulah nak, tuan Holland masih sibuk." Dan pintu gerbang pun di tutup lagi setelah beberapa saat sebuah mercedes hitam meninggalkan mansion. Lucas hanya bisa menghela nafas. Menunggu dengan sabar memang yang bisa ia lakukan sekarang. Dari pagi hingga siang, dari siang hingga sore, Lucas masih senantiasa menunggu sosok tuan Holland. Menyerahkan proposal yang telah ia buat berharap pengusaha tersebut mengetahui idenya dan mendapat bantuan dana agar perusahaan ayahnya yang bangkrut dapat dikembangkan lagi. Tetapi bahkan hingga petang, sosok tersebut enggan menampakkan diri atau sekedar menyuruh Lucas memasuki mansion mewahnya. Sebagai manusia tentunya ia kecewa, marah dan sedih. Tetapi bagaimana pun ia membutuhkan ini semua, pada akhirnya kesabaranlah yang mengalahkan rasa kecewa, marah dan sedihnya. Ia juga masih mempunyai seseorang yang menjadi moodbosternya. Seseorang yang ia perjuangkan. 'Anna, setelah semuanya beres aku akan datang. Aku berjanji!' Lucas mengetik pesan di ponselnya. Ia mengerjap, pandangannya mulai buram. 'Sedikit lagi! Tunggu aku! Aku mencintai mu.' Pesan dikirim. Lucas duduk, mengurut keningnya yang mulai migrain. Ia mengeluarkan botol air mineral yang tinggal tersisa setengah lalu meminumnya. Dia melihat ke map coklat yang ia bawa. Map cokelat itu terasa mengabur. Pandangannya sudah berkunang - kunang. Lucas mengerjap memcoba bertahan. 'Sedikit lagi, tinggal sedikit lagi. Harus bertahan.' Ucapnya dalam hati. Lama dia menunggu. Kemudian... "Bagaimana, apa tuan Holland sudah selesai dengan rapatnya?" Lucas kembali berdiri dan menghampiri satpam ketika tiga mobil lain keluar. Mansion tersebut sudah tampak sunyi. Tidak ada mobil tamu lagi yang terparkir di sana. Satpam paruh baya itu terdiam sesaat, tampak tak menyangka bahwa pemuda yang sejak jam 10 pagi menunggu tuan Holland masih berada di sini. Setia menunggu sang majikan yang sama sekali mengacuhkan pemuda itu. Satpam paruh baya itu menghela nafas, dia jadi tak enak hati. "Sebentar nak, saya akan menemui tuan Holland langsung." Ujar satpam tersebut yang sebelumnya hanya bicara pada sang majikan lewat telepon genggam. Lucas mengangguk. Iya merasakan sedikit kelegaan di hatinya. Semoga saja kali ini ia berhasil menemui tuan Holland. Ini bukan kali pertama Lucas berusaha menemuinya. Ia pernah berkali - kali mencoba menemui tuan Holland di perusahaannya, di rumah utamanya dan terakhir, ia diberitahu supaya menemui taipan kaya itu di mansionnya yang lain. Yaitu di sini. Lucas mendongak. Merasakan tetesan air menerpa kulitnya. Langit menjelang malam itu mendung. Hujan akan segera turun. Gerimis mulai jatuh dan tubuh Lucas mulai kehilangan keseimbangan. Satpam paruh baya itu berlari menghampiri Lucas. Air mukanya tampak merasa bersalah, "Rrr... Maaf nak! Sepertinya hari ini tuan Holland tidak bisa menemui mu. Beliau~" Perkataannya terhenti ketika Lucas memberi aba - aba bahwa dirinya mengerti. "Tidak apa - apa, saya mengerti." Lucas berkata lemah. Gerimis mulai berjatuhan. Sang satpam yang melihat pemuda itu tampak tercekat, "Berikan proposal mu, nak! Sewaktu - waktu tuan Holland akan memeriksanya." Ucap sang satpam. Dan tentu saja ia berdusta. Tuannya bahkan tidak berniat untuk menemui pemuda itu. Ia melakukannya untuk melegakan hati pemuda itu. Pria yang tak kenal lelah, yang berjuang mati - matian, yang menunggu begitu setia tetapi malah tidak mendapat balasan apapun. Sang satpam merasa iba. Dia teringat anaknya di kampung. "Dan ku rasa kau membutuhkan ini!" Satpam tersebut memberikan tissu pada Lucas. Lucas tertegun. Ia baru menyadari bahwa ada cairan kental menetes di hidungnya. "Ahh, terimakasih pak." Lucas menerima tissu tersebut. Ia mendongak dan mengelap darah merah yang keluar dari hidungnya. Hari yang menyesakkan untuk pemuda itu. Lelaki 20 tahun yang seharusnya menikmati bangku kuliah, malah disibukkan dengan urusan pekerjaan yang sangat berat. Pemuda itu pasti mengalami hari - hari yang berat. "Semoga kau menjadi orang sukses, nak!" Gumam sang satpam melihat punggung Lucas yang berlalu pergi. Ya, Lucas telah mengalami proses kedewasaan dengan menjalani hari yang berat. Tanggung jawab yang harus ia pikul. Dan perjuangan untuk bisa menyanding kekasihnya. Wanita yang paling ia cintai. Namun setiap hal, pasti ada yang tidak sama seperti yang diharapkan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD