Ch.01 Perselingkuhan dan Tamparan
“Ya, Tuhan! Itu adalah Antonio dan Rodee! Kenapa kekasihku berciuman dengan mantannya?”
“Ibunya menyuruh kami segera menikah di tahun ini dan dia justru berselingkuh di belakangku?”
Marina berdiri kaku di balik pepohonan rindang yang tumbuh di tepi Hudson River. Mata membulat tak percaya ketika mendapati sosok Antonio zambotta, pria yang selama ini ia percayai sepenuh hati, tengah merengkuh tubuh wanita lain.
Bibir mereka saling menempel, penuh gairah dan kenangan lama yang seharusnya sudah terkubur. Rodee adalah mantan kekasih Antonio. Setahun terakhir wanita itu kembali dan membuat begitu banyak rasa pedih di hati Marina.
Bibir Marina gemetar, d**a sesak, dan tenggorokannya kehilangan kemampuan untuk bernapas. Ia merasa dunia runtuh, seakan udara di sekelilingnya menghilang begitu saja.
Rodee menyandarkan kepalanya di bahu bidang, lalu berbisik manja, "Aku masih tidak bisa melupakanmu, Antonio. Semua ini ... terasa seperti dulu. Aku masih sangat mencintaimu."
Pria itu tersenyum kecil dan tangannya mengusap rambut sang kekasih gelap dengan lembut. "Aku juga masih sangat mencintaimu. Aku dan Marina … itu hanya hiburan. Jiwaku hanya milikmu, always.”
Demi Tuhan! Apa yang baru saja didengar membuat gendang telinga Marina serasa pecah. Detak jantung menghentak kuat memukuli dadanya hingga terasa nyeri.
Tak ada wanita mana pun yang baik-baik saja setelah melihat kekasihnya sendiri berselingkuh di depan mata. Rasa panas membakar seluruh tubuh, tetapi ia tidak bisa berbuat apa pun dan hanya terus membeku di balik pepohonan.
Detik berikutnya, dari arah restoran terapung, suara MC menggema melalui pengeras suara. "Tuan Antonio Zambrotta, dimohon kembali ke ruangan. Semua tamu sudah menunggu."
Tanpa melepaskan genggaman, keduanya berlari kecil menuju restoran terapung sekitar 100 meter dari lokasi taman tempat berciuman. Suara tawa mereka terus terdengar di telinga Marina yang masih berdiri di kegelapan.
Kaki sang wanita kian lama kian terasa lemas. Jemari gemetar dan telapak tangan menjadi sedingin air sungai di penghujung tahun. Marina berpegangan pada batang pohon, mencari kekuatan yang tersisa sebelum kakinya harus diayun kembali menuju restoran untuk mengikuti acara yang sedang berlangsung.
***
Ketika ia berjalan menuju restoran terapung, ponsel berbunyi. Nama Aunty Carol tertulis. Dengan menahan isak, Marina menerima telepon tersebut. “Ha-halo?”
“You okay, Child?” tanya seorang wanita paruh baya di saluran telepon. “Kamu sakit?”
“Iya, aku .. uhm … aku flu berat, Aunty. Ada apa?” jawab Marina semakin menahan engah.
Napas Carol mengembus panjang. Suaranya bertanya lirih, “Apa kamu sudah memutuskan bersedia atau tidak menerima perjodohan dengan Draco Lycenzo?”
Berhenti berjalan, Marina tertegun. Hati bergejolak ingin segera mengatakan iya sebagai pembalasan pada Antonio. Akan tetapi, entah kenapa masih ada sesuatu yang membelenggu dari melalukannya.
“Aku … entah, aku belum bisa memutuskan. Akan kukabar kalau aku sudah ada keputusan.”
Terdengar lagi lirih suara Carol. “Jangan terlalu lama. Keluarga mereka membutuhkan keputusan. Draco berusia 30 tahun dua bulan lagi dan sesuai perjanjian kedua ayah kalian dulu, itu adalah waktunya untuk kalian menikah.”
Hati Marina semakin terasa digelayuti beban berat. “Aunty, aku tidak bisa berpikir jernih saat ini. Aku sedang ada di sebuah acara dan harus segera kembali masuk.”
“Beri aku waktu tiga atau empat hari untuk memikirkannya.”
Carol akhirnya mengangguk, “Oke, aku akan menghubungimu empat hari lagi. Bye.”
“Bye ….”
***
Langkah kaki Marina terayun gontai ketika ia masuk ke dalam lokasi acara. Malam itu seharusnya menjadi momen kebanggaan, perayaan ulang tahun kelima perusahaan Antonio. Sebuah perusahaan yang dimulai dari nol dengan dia sebagai pendamping yang terus menyemangati.
Namun, statusnya sebagai kekasih Antonio malam ini justru tidak berarti apa-apa. Marina berdiri seperti bayangan di tengah keramaian, nyaris tak terlihat oleh siapa pun.
Musik mengalun lembut, lampu sorot berkilauan di atas panggung, dan para tamu sibuk bertepuk tangan menyambut Antonio.
Anehnya, banyak tatapan lebih condong mengagumi Rodee Seagrass, wanita yang baru kembali dari luar negeri, seolah dialah bintang sesungguhnya malam itu. Padahal, semua juga tahu kedekatan yang tidak wajar antara wanita itu dengan Antonio.
Marina hanya terdiam, menelan pil pahit yang menusuk batinnya. Berdiri di belakang kerumunan yang sebagian besar merupakan karyawan Antonio sementara yang lain adalah teman-teman mereka, padahal seharusnya dia ada di depan panggung bersama orang penting lainnya.
Enam tahun silam, Antonio adalah lelaki patah hati yang ditinggal Rodee. Saat itu Marina hadir, memberi tempat bagi luka sang pria untuk sembuh. Mereka bahagia, tawa mereka mengisi hari-hari.
Namun, sejak satu tahun terakhir, kehadiran Rodee kembali dari luar negeri menghancurkan semua kebahagiaan itu. Tanpa ragu, tanpa sungkan, keduanya terus memperlihatkan kemesraan yang tidak sewajarnya.
Cinta, Marina terlalu cinta dengan Antonio sehingga memilih untuk bertahan dan berusaha memperbaiki hubungan mereka. Ia terlalu cinta untuk bisa menyerah begitu saja.
Di sudut ruangan, Marina berdiri paling belakang, membeku. Matanya tak lepas dari Antonio yang gagah di atas panggung, tengah memberikan pidato.
Suara laki-laki itu lantang, penuh wibawa, mengundang tepuk tangan meriah. Akan tetapi, bagi Marina, semua itu terasa jauh. Seolah ada dinding kaca yang memisahkan dirinya dengan pria yang ia cintai.
Tiba-tiba, Marina merasakan sebuah colekan kasar di pundak. Ia menoleh pelan, seorang wanita cantik dan anggun, dengan segelas anggur merah di tangan.
Rodee ….
Tatapan mata perempuan itu menusuk. Bibirnya menyungging senyum mengejek, seakan sengaja datang untuk mengusik.
“Antonio akan segera kembali menjadi milikku,” ujar Rodee culas, terkekeh sombong. “Wanita miskin dan rendah sepertimu tidak akan pernah pantas menjadi istrinya.”
Marina menahan gemuruh panas dalam d**a, lalu tersenyum dingin. Ia balik menatap tajam dan menjawab bersama senyum sinis. “Kalau benar begitu, seharusnya kamu berkaca dulu, Rodee.”
“Wanita yang merampas kekasih orang lain ... well, itulah wanita rendah dan sampah yang sebenarnya.”
Wajah Rodee seketika memerah, terkejut oleh balasan itu. Tangannya bergetar, genggaman pada gelas wine semakin kuat. “Kamu pikir kamu siapa hingga berani bicara begitu padaku?” desisnya terengah.
Marina tidak takut, ia menjawab tetap tenang. “Aku hanya bicara sesuai kenyataan.” Bahkan, di akhir kalimat dia masih bisa tersenyum dingin bersama sedikit guratan mengejek pada wanita yang barusan mencium bibir kekasihnya.
Mata Rodee berkilat penuh amarah. Mendadak, ia mengangkat gelas anggur merah itu dan menyiramkannya ke gaun putih yang ia kenakan.
Cairan pekat keunguan menodai kain mahal dari perut hingga paha, menciptakan genangan merah yang kontras, seolah noda darah di medan pertempuran.
Tidak hanya di situ, tiba-tiba dia menjatuhkan gelas cembung ke atas lantai hingga suara kaca pecah terdengar. Detik berikutnya, ia menjatuhkan diri sendiri sambil berteriak kencang.
“Aduuuuh! Sakiiit!”
Para tamu di sekitar mereka terkejut dan segera menoleh karena bunyi kaca pecah dan jerit kesakitan.
Marina terperangah. Sangat jelas dia tidak menyentuh Rodee sedikit pun. Akan tetapi, kini semua mata tertuju padanya, seolah ia pelaku kejahatan.
Wajah Marina pucat, napas memburu dan jantung berdegup kencang. Firasat mengatakan malam ini akan menjadi malam yang sangat buruk baginya.
Antonio yang masih berada di atas panggung segera menghentikan pidatonya. Setelah melihat Rodee ada di atras lantai, ia menjadi panik dan segera berlari menuruni tangga untuk mendatangi wanita tersebut.
“Rodee!” serunya terengah penuh kecemasan. Ia berjongkok di sebelah wanita itu, memegangi bahu dan membantu untuk berdiri kembali. “Ada apa? Siapa yang membuatmu terjatuh?”
Rodee terisak, lalu menunjuk ke arah Marina yang berdiri kebingungan dengan wajah pucat. Suaranya dibuat memelas sehingga siapa pun akan percaya pada apa yang dikatakan.
“Aku hanya mengajak Marina untuk melihat pidatomu lebih dekat di depan panggung. Mendadak, dia marah padaku. Dia menyiram anggur ke gaun pestaku, lalu mendorongku.”
Mata Marina semakin terbelalak. Detik berikutnya ia segera menyangkal semua ucapan tersebut. “Kamu berbohong! Aku tidak berbuat apa-apa!”
“Kamu mendadak datang padaku, mengoceh dengan segala kesombonganmu! Kamu yang menyiram anggur itu ke bajumu sendiri dan dengan gila pula menjatuhkan dirimu ke atas lantai!” Suaranya semakin kencang pada Rodee.
“Aku tidak pernah menyentuhmu sama se—"
“Cukup!” potong Antonio, suaranya tajam menusuk relung hati Marina. “Aku tidak mau mendengar alasan apa pun dari mulutmu lagi!”
Engah Marina memburu, ia kembali membela diri. “Kamu tidak percaya padaku? Kapan aku pernah menyakiti orang? Kita bersama selama enam tahun dan kamu berpikir aku sungguh bisa menyakiti dia?”
“Justru dia dengan drama gilanya yang berusaha memfitnah a—”
PLAK!
Satu tamparan kencang mendarat di pipi Marina. Meninggalkan perih luar biasa baik di pipi maupun di hati.
Antonio … pria itu menamparnya di depan semua orang.