Bibir lembut Respati menyentuh bibirnya. Kinan memejamkan mata dan membiarkan semua itu terjadi.
Satu persatu pakaian yang menutupi tubuhnya terlepas.
Ah, aku tahu ini mimpi.
Tidak mungkin Respati menyentuh tubuhnya seperti ini.
Ini sentuhan penuh cinta.
Aku suka.. Oh, teruskan...
Kinan merasakan puncak buah dadanya ada yang mengecup. Tubuhnya langsung bergetar.
Mimpi yang indah sekali!
Jangan dulu bangun Kinan.
Tidur saja terus.
Kecupan itu bergerak ke bagian bawah tubuhnya. Kinan mulai menggeliat tak tertahankan.
Namun, saat sesuatu yang keras dan kokoh memasuki inti tubuhnya, ia membuka matanya.
Ini terlalu nyata untuk menjadi sebuah mimpi!
Respati Mandaka Dierja sungguh telanjang di hadapannya. Otot otot perutnya terlihat jelas. Kinan bahkan dengan berani menyentuhnya, terasa kencang dan kuat. Ini menggairahkan sekali.
Tubuh Respati bergerak terus menerus menekan inti tubuhnya.
Kinan bingung setengah mati, tapi ia tidak bisa protes. Apa yang Respati lakukan berhasil membuatnya melayang ke langit ketujuh.
Bahkan, ia kembali memejamkan mata dan membiarkan semuanya terjadi. Kinan berteriak tertahan saat ada getaran di tubuhnya. Sekujur tubuhnya seperti menggigil karena kenikmatan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Rasa rasanya! Tidak mungkin ini mimpi!
Kinan kembali membuka matanya.
Respati tersenyum dengan tampannya, "Apa kamu puas?"
Kinan hanya membuka mulutnya tanpa bisa berkata kata.
Ini nyata! Ini nyata!
Ia kemudian mengelus pipi Respati dan berkata, "Apa ini nyata? Apa ini sungguh kamu?"
Respati tertawa, "Kamu lucu! Tentu saja nyata. Aku tidak bisa berpura pura melakukan apa yang aku lakukan barusan."
Lelaki yang mengaku suaminya itu bangkit dari tempat tidur, "Kita mandi sekarang. Aku harus berangkat ke kantor."
"Ka-kantor mana?" Kinan ikut bangkit dari tempat tidur dan dengan bodohnya bertanya.
Respati kembali tertawa, "Kantor mana? Tentu saja kantorku. Grup Dierja Nusantara."
"Ba-barusan kamu bilang AKU. Apa hanya kamu yang pergi ke kantor? Lalu aku bagaimana?"
"Ada apa dengan isi kepalamu ini," Respati tertawa.
"Apa kamu lupa kalau aku ke kantor, dan kamu di rumah. Itu kesepakatan kita sejak menikah bukan? Enjoy your new world my wife!" Lelaki yang mengaku suaminya itu menjitak kepalanya.
Sentuhan yang biasa saja, tapi bagi Kinan itu menggetarkan.
"Se-sebelum pergi, jelaskan dulu padaku. Bagaimana kamu dan aku bisa ada di tempat tidur itu?" Kinan mengerutkan keningnya.
Respati tertawa terbahak bahak.
Kinan kaget melihatnya. Respati yang ia sangka dingin, ternyata bisa tertawa seceria itu.
"Kamu mau jawaban versi ringan atau versi berat?" Respati bertanya sambil menahan tawa.
"Dua duanya," Kinan dengan serius menjawab.
"Ah, kamu memang menggemaskan. Apa ini caramu untuk memintaku mengulang yang barusan?" Respati menggodanya.
Kinan ikut tertawa di tengah kebingungannya.
Respati lucu juga...
"Ah jawab dulu," Kinan kembali bertanya.
"Versi ringan, kita menikah. Lalu kamu dan aku ya mau tidak mau harus berada di tempat tidur yang sama," Respati tersenyum.
"Sedangkan versi berat, semalam kamu tertidur di sofa, ya aku memangkumu ke tempat tidur," Respati kembali menjitak kepalanya sambil tergelak.
"Sa-satu lagi, sejak kapan kita menikah? Dan bagaimana mungkin?" Kinan mencoba bertanya apa yang mengganggu pikirannya.
"Ah, aku tahu? Kamu sedang mengetesku karena kemarin aku melupakan tanggal pernikahan kita?" Respati menggelengkan kepalanya.
"I-iya?" Kinan malah bertanya balik.
Respati kembali tertawa, "Sudah! Hentikan dulu pembicaraan ini, kita mandi dulu."
Kinan tiba tiba merasakan tubuhnya terangkat. Respati memangkunya menuju kamar mandi.
Mereka berdiri di bawah shower. Suaminya mendesah pelan di telinganya, "Kita lakukan sekali lagi di bawah shower ok?"
"Iya.. Iya.. Iya.." Kinan dengan berani berbisik di telinga Respati.
Desahan yang memancing gairah suaminya. Respati dengan kuat menghentakkan tubuhnya. Setiap gerakan yang dilakukannya mengenai area sensitif berulangkali. Kinan hanya bisa merintih dan mengerang.
"Aku keluar sekarang, please kamu juga sayang," Respati menggigit lembut daun telinganya.
"A-aku.. ju.. Ahhh.." Kinan berteriak mengeluarkan luapan hasratnya.
Pagi yang aneh, tapi menyenangkan.
Aku nikmati dulu, nanti bicara lagi.
Kinan tersenyum jahil.
Mana mungkin aku menolak sentuhan Respati? Apalagi dia bilang sendiri kalau aku istrinya. Lelaki idamanku itu jadi suamiku?
Kalau ini ternyata mimpi, tidak dalam seribu tahun aku ingin bangun dari mimpiku.
***
Setelah Respati pergi ke kantor, Kinan mulai melihat lihat suasana tempat tinggal barunya yang ternyata sebuah penthouse.
Oh! Ini memang nyata terjadi padanya. Respati dan aku menikah!
Bahkan Kinan melihat ada foto pernikahannya menempel di dinding.
Ia kemudian berjalan menuju balkon penthouse dan melihat jalanan. Masih sama seperti apa yang ia ingat.
Apa yang terjadi padanya?
Jari jemarinya menyentuh dadanya. Ia merasakan kalau liontin pemberian ibunya masih melekat di kalung yang melingkar di lehernya.
Kinan memperhatikan liontin tersebut. Eh, kenapa warna batunya biru? Seharusnya hijau bukan?
Ia mencoba melihat kembali liontin itu di dalam ruangan, dan warnanya ternyata memang biru.
Apa memoriku yang salah? Apa liontin ini memang berwarna biru?
Aku bingung.
***
Respati melangkah masuk ke dalam ruangannya. Sejak menikah, hidupnya berubah.
Semua terasa menyenangkan, tidak lagi datar. Sekarang ini, tiap hari ada letupan letupan yang membuatnya b*******h. Ini tidak pernah ia alami sebelumnya.
Respati yang lama adalah sosok yang dingin dan tidak banyak bicara. Tapi saat aku bersama Kinan, aku jadi sering tertawa.
Istriku memang lucu!
Tidak pernah terbayangkan kalau ia akan menikah. Bahkan dengan perempuan yang tidak ia duga.
Cinta memang serba tidak tertebak. Tiba tiba datang dan merasuk ke dalam tubuh.
Respati langsung tersenyum sendiri mengingat kegilaannya saat menyatakan perasaannya. Kinan hanya melongo.
Aku tahu kalau kamu kaget mendengar pernyataanku. Wajah kagetmu menggemaskan sayang.
Momen itu terlalu berkesan hingga aku masing mengingatnya hingga sekarang.
Respati sejenak menghentikan pekerjaannya membaca dokumen dokumen yang ada di meja. Dan mengingat peristiwa itu.
***FLASHBACK (RESPATI POV)***
"Aku menyukaimu," Respati bicara dengan tegas.
"A-apa?" Kinan melongo.
Respati menahan tawanya, "Aku menyukaimu."
Kinan lalu melirik ke belakang, "Apa tidak salah orang?"
Lagi lagi Respati tertawa, "Tidak! Aku bicara padamu Kinanti Apsarini."
"Ka-kamu tahu namaku?" Kinan lagi lagi melongo.
"Bagaimana mungkin aku tidak tahu namamu padahal aku menyukaimu," Respati akhirnya tertawa.
"Tapi, aku bukan perempuan tipemu," Kinan bicara perlahan.
"Memang kamu tahu seperti apa tipeku?" Respati bertanya.
"Ti-tidak," Kinan menggeleng.
"Jadi, tahu darimana kalau kamu bukan tipeku?" Respati tersenyum lebar.
"Perasaan saja," Kinan terbata bata. ia gugup.
"Apa yang kamu rasakan itu salah. Kamu tipeku," Respati mendekat dan membelai pipi Kinan.
Saat itu, gelang yang Respati kenakan terlihat. Hanya gelang tali biasa. Talinya berwarna hitam dengan satu batu kecil warna hijau yang menghiasinya.
Namun saat ia membelai pipi Kinan, batu hijau itu berubah menjadi biru.