“Bener, kan, yang gue bilang ke elo, Wa,” ujar Esa sembari menendang batu kerikil yang ada di parkiran restoran milik Astro. Setelah itu, Esa bertolak pinggang meilihat restoran mewah dengan dua lantai yang tidak kalah besar dengan tempatnya bekerja. Esa berpikir, apa ini semua karena uang? Kiara berselingkuh di belakangnya karena Esa tidak memiliki materi seperti Astro? Sungguh picik, pikir Esa. Padahal, Esa sudah memberikan hampir semua penghasilannya tiap bulan kepada Kiara, tapi semua seolah tidak berharga sama sekali. “Dasar cewek matre!” kesal Esa dengan menghembuskan napas kasarnya. Menatap Dewa yang hanya diam, dan mengamati dirinya sedari tadi. “Apa, lo, Wa? Mau berantem? Gue lagi kesel!” Dewa berdecih lalu terkekeh menatap Esa. Ia tidak peduli dengan persepsi Esa yang dimuntah

