Bab 4. Pertemuan yang Tak Diharapkan

1185 Words
Ruang tamu sederhana tempat Harris duduk saat ini ia rasakan begitu nyaman. Angin sepoi-sepoi yang berasal dari pepohonan di luar, membuat udara terasa adem. Harris pun merasa hatinya tenang dan damai. Tanpa sadar ia pun mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ruangan berukuran sedang yang tampak jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan kamar mandinya di kediaman Kusuma, dipenuhi dengan beberapa bingkai poto yang membuat Harris penasaran ingin melihat satu per satu. "Maaf membuat Anda menunggu!" Suara Rani, ibunya Karin, membuat Harris yang tengah menikmati suasana tenang, terkejut. Setelah meletakkan dua buah cangkir, Rani kemudian mempersilakan Harris untuk minum. "Maaf jika hanya ini saja yang bisa saya suguhkan," ucap Rani benar-benar merasa tak enak hati. Hanya teh hangat dan bolu pisang buatannya, yang bisa wanita itu hidangkan untuk seorang Harris, atasan putrinya di kantor. "Saya tidak memiliki persiapan untuk menyambut Anda," ucap Rani tersenyum canggung. "Tidak apa-apa. Anda tidak perlu repot. Kedatangan saya kemari hanya untuk menanyakan kabar Karin, karena sampai siang tidak ada kabar darinya." "Iya, sejak kemarin Karin memang kurang fit. Hari ini rencananya memang mau saya bawa ke dokter, tapi Karin menolak dan bilang kalau ia cuma butuh istirahat," tutur Rani memberi tahu. "Atas nama orang tua dari Karin saya minta maaf mungkin karena ponselnya tertinggal di kantor jadi Karin tidak bisa mengabari Anda," ucap Rani terlihat menyesal. Harris diam saat mendengar jika ponsel milik anak buahnya itu —katanya, tertinggal di kantor. Padahal di dalam saku jasnya sekarang ada ponsel yang sebenarnya tertinggal di apartemen miliknya. "Sepertinya memang begitu," sahut Harris seraya mengeluarkan ponsel milik Karin dari saku jasnya. "Saya hanya khawatir saja apakah Karin sakit. Untuk itulah saya datang kemari untuk memastikan," lanjutnya mencoba tersenyum ramah. "Ya Tuhan! Anda sampai repot seperti ini. Saya jadi semakin tidak enak hati," kata Rani yang kemudian mengambil ponsel putrinya tersebut dari atas meja. "Kalau begitu saya coba panggil Karin dan memberi tahu kalau Anda datang. Sampai membawakan ponsel miliknya yang tertinggal seperti ini, sungguh sudah membuat Anda repot," ujar Rani seraya bangkit berdiri. "Itu bukan masalah," sahut Harris, membiarkan wanita di depannya itu pergi kembali ke dalam. Di tengah menunggu Rani memanggil Karin, Harris mencoba membayangkan bagaimana reaksi perempuan itu saat bertemu dengannya nanti. 'Apakah dia akan terlihat biasa?' 'Mungkinkah dia akan histeris?' 'Atau, justru dia tak mau bertemu denganku?' Segala kemungkinan ada di kepala Harris. Sampai-sampai ia tidak menyadari kedatangan Rani yang terlihat resah. "Maaf sudah berkenan menunggu. Sebentar Karin keluar." "Terima kasih. Tapi, seharusnya Anda tidak perlu melakukan itu. Kalau memang Karin sakit biarkan saja ia istirahat, yang penting saya sudah tahu kabarnya," kata Harris tersenyum. "Tidak apa-apa. Karin memang harus menemui Anda." Luar biasa pola asuh yang diajarkan oleh orang tua Karin. Meskipun sedang sakit, ibunya Karin tetap meminta putrinya untuk menemui tamu yang datang mengunjunginya. Terlebih tamu itu adalah atasannya di kantor. Itulah yang ada di dalam benak Harris saat melihat kesungguhan di wajah Rani. Tak lama terdengar suara sendal yang diseret dari dalam rumah. Lalu, muncul sosok Karin yang terlihat pucat dan malas dengan penampilannya yang sangat mengkhawatirkan. Harris melihat semua itu. Tapi, entah terbuat dari apa hatinya, ia justru tertawa di dalam hati demi melihat kondisi Karin yang ia tahu sebab ulahnya. "Karin!" seru sang ibu terperangah kaget. Sepertinya ia tak menyangka kalau Karin akan keluar dengan kondisi dan penampilan seperti itu. Wanita itu pun sontak bangun. Lalu, hampir berhasil menarik tangan Karin kembali ke dalam, sebelum akhirnya digagalkan sebab Karin yang enggan pergi. "Ada apa Anda datang kemari, Pak?" Pertanyaan Karin terdengar ketus. Tapi, anehnya perempuan itu tetap menunduk, seolah enggan menatap wajah atasannya tersebut. "Karin, kenapa kamu bicara seperti itu?" Sang ibu tampak khawatir dan tak enak hati. "Sepertinya Karin memang butuh istirahat. Maafkan atas ucapannya yang kurang sopan." Mendengar kalimat permintaan maaf sang ibu membuat Karin tersenyum sinis. Senyum yang hanya bisa Harris lihat sebab posisi meraka yang saling berhadapan. "Baiklah. Kalau begitu saya pamit. Ponselmu sudah saya kembalikan dan saya juga sudah melihat kondisimu. Saya do'akan kamu lekas sembuh supaya bisa kembali bekerja." Tak ada sahutan atau respon dari Karin yang membuat sang ibu bersikap canggung. "Terima kasih untuk do'anya." Harris akhirnya beranjak bangun. Di depannya Karin masih menunduk —sama sekali enggan mengangkat wajahnya. "Terima kasih untuk suguhan yang Anda berikan. Kuenya sangat enak," ucap Harris membuat ibunya Karin tersenyum senang karena pujian yang atasan putrinya berikan. Setelah itu Harris benar-benar pergi. Ditemani Rani sampai pintu pagar setelah sebelumnya Karin menolak dan memilih kembali ke kamar. "Maafkan atas sikap Karin. Sebenarnya ia tidak pernah begitu, tapi semenjak pulang dari pesta tempo hari lalu, sikapnya langsung berubah." Rani berkata pada Harris saat lelaki itu menawarkan bantuan untuk membawa Karin ke rumah sakit. Harris memang sudah membayangkan bahwa perubahan sikap Karin karena ulahnya yang sudah mengambil paksa mahkota perempuan tersebut. Tapi, ia sama sekali tidak menyangka bila perubahan sikap anak buahnya itu juga disadari oleh ibunya. "Maafkan saya kalau seandainya saya lancang. Tapi, saat ke pesta tempo hari bukankah Karin pergi dengan Anda? Lantas, apa ada insiden atau peristiwa yang membuat Karin berubah jadi pendiam seperti ini? Apakah Anda tahu?" Rani menatap Harris penuh harap. Namun, Harris memilih diam. Wajahnya pura-pura serius dan terlihat bersimpati. Lalu, ia pun menggelengkan kepalanya, menunjukkan kalau dirinya tidak tahu apa-apa. "Apakah pasti karena pesta? Atau mungkin ada hal lain yang membuatnya murung dan pucat begitu? Misalnya hubungan personalnya dengan seorang pria yang mungkin sedang ada konflik," kata Harris mencoba mengorek cerita. "Saya tidak tahu persis. Tapi, sepertinya bukan karena itu," ucap Rani merasa jika tebakan Harris sangat tidak masuk akal. "Karin memang punya kekasih, tapi selama ini saya lihat hubungan mereka sangat baik dan adem-adem saja. Bahkan, malam itu kekasihnya sendiri yang mengantar ke pesta itu diselenggarakan." 'Lelaki b******k itu benar-benar mencintai pacarnya. Ehm, ini semakin menarik saja,' batin Harris bicara. 'Aku jadi tambah semangat.' Mobil meninggalkan kediaman Karin setelah Harris meyakinkan ibunya Karin untuk membawa putrinya itu ke dokter. "Biar semuanya saya yang menanggung biayanya. Anda tidak perlu khawatir akan hal itu. Yang terpenting Karin mendapatkan perhatian medis." Di satu sisi Harris menunjukkan kepedulian dan perhatiannya terhadap Karin, tapi di sisi yang lain ia begitu ingin menjatuhkan dan menghancurkan Angga lewat anak buahnya tersebut. Saat di perjalanan menuju ke kantor, Harris kembali dibuat kesal oleh panggilan dari Thalia. "Ada apa, Thalia?" tanya Harris yang akhirnya menerima panggilan dari perempuan yang mengaku-aku tunangannya itu. "Harris! Kamu ini di mana? Kata sekretarismu kamu pergi makan, tapi aku datang ke restoran langganan kita, kamu tidak ada. Sebenarnya kamu itu makan di restoran mana?" Suara Thalia terdengar kesal. Harris sampai menjauhkan ponsel dari telinga saat suara Thalia dianggap mampu membuat gendang telinganya pecah. "Siapa yang menyuruhmu pergi ke restoran itu?" "Memang tidak ada yang menyuruh, itu inisiatif-ku sendiri karena mau menagih janjimu." "Aku 'kan sudah bilang lain kali. Masih ada banyak waktu hanya untuk sekedar makan siang." Harris menjawab malas. Setelahnya ia pun memutuskan panggilan yang langsung membuat Thalia emosi. Thalia, wanita yang katanya adalah tunangan Harris itu emosi karena sulitnya mendapatkan perhatian dari lelaki tersebut. Sedangkan di rumah sederhana yang baru Harris tinggalkan beberapa menit yang lalu itu, ada Karin yang kembali terisak sebab kenangan buruk yang masih menari-nari di benaknya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD