Flashback

1003 Words
Kafi duduk termenung, menatap langit malam tanpa bintang. Pikirannya tengah kacau saat ini. Itu semua karena seorang wanita, bernama Fara, yang tiba-tiba kembali dengan penuh kejutan. Setelah beberapa tahun menghilang tanpa saling berkabar. Tentu tidak akan saling berkabar. Karena wanita itu hanyalah masa lalu yang pernah menorehkan manis dan juga luka secara bersamaan. Mereka, dua insan yang berbeda kasta, juga berbeda usia. Fara yang seorang CEO, dan Kafi yang hanya seorang pegawai biasa. Sedangkan dari usia, Kafi lebih muda lima tahun dari Fara. Tapi semua itu tidak menjadi penghalang pada waktu itu. Perlu digaris bawahi, pada waktu itu ! sebelum mereka berdua harus berpisah dengan membawa amarah. Flash back dua tahun lalu. Kafi yang tengah bekerja mengantar makanan. Tidak sengaja berpapasan dengan seseorang yang sedang kebingungan sambil menelepon di depan mobil . Sepertinya mobil yang ia kendarai mogok. Kafi mendekati gadis yang terlihat resah, dan beberapa kali menendang ban mobil karena kesal. "Hmmm .... ada yang bisa saya bantu ?" Tanya Kafi sopan, saat sudah dekat. Si gadis meneliti siapa yang mengajaknya bicara. Karena sedang membutuhkan bantuan, maka mau tidak mau ia menganggukkan kepala. "Mobilku mogok, sedangkan aku sedang terburu-buru," ucap si gadis, datar, tanpa senyum, sambil melirik motor matic milik Kafi. "Hmmm ... apa motormu bisa disewakan ? aku sedang buru-buru, jadi aku akan membayar untuk itu." Si gadis bertanya dan langsung menawar tanpa menunggu jawaban Kafi. Kafi segera mengangguk lalu mempersilahkan gadis dengan tampang dingin itu untuk duduk di belakang. Tapi si gadis menggeleng. "Aku sudah pesan taxi, kamu tolong naik taxi itu, dan aku akan bawa motormu." Si gadis menunjuk pada taxi di seberang jalan. Tentu saja hal itu membuat kening Kafi berkerut. "Kamu ini aneh, sudah pesan taxi, lalu mengapa malah mau menyewa motorku juga ?" Kafi memburu dengan pertanyaan. Si gadis tampak memutar bola matanya. "Ayolah, jangan membuat aku terlambat karena pertanyaanmu yang harus aku jawab dengan cerita yang sangat panjang. Aku akan membayar dua kali lipat untuk sewa motor ini," tawar Si gadis lagi. Akhirnya permintaan si gadis diiyakan oleh Kafi. Karena harganya sesuai. Walau motor miliknya adalah motor second, dihargai berapapun setidaknya itu uang untuk bertahan hidup. Taxi mengikuti kemana motor Kafi dibawa oleh si gadis. Tidak berapa lama, mereka tiba di tempat tujuan. Tampak si gadis membenahi penampilannya, lalu memberikan kunci motor Kafi dan juga menyodorkan kartu nama pada Kafi. "Aku sedang buru-buru dan tidak membawa uang cash. Jadi, datang saja pada alamat itu. Bilang jika Fara yang menyuruhmu. Minta uang padanya, nanti aku akan menelepon dia sebelum kamu tiba di sana." Kafi membaca nama yang tertera pada kartu nama. "Runako Ceylon Arsenio," gumam Kafi mengeja nama tersebut. "Baiklah, aku masuk dulu," ucap si gadis lalu pergi begitu saja meninggalkan Kafi. Tanpa ucapan terima kasih. Tapi Kafi tidak mempermasalahkan. Toh hal demikian sudah biasa baginya. Tanpa menunda waktu, Kafi segera mendatangi perusahaan dimana nama itu tertera. Ia tidak susah untuk masuk dengan menyebut nama Fara. Tidak berapa lama, Kafi dihadapkan pada seorang pria dengan tampang sedingin kulkas dua belas pintu yang mempersilahkannya duduk. Dalam hati Kafi sedikit heran, karena nama Fara begitu populer, sehingga bos sampai mau menemuinya. Mungkin lelaki di hadapannya ini kekasih si gadis yang bernama Fara tadi, pikir Kafi. Tapi Kafi masih harus menunggu, karena tampak si bos sedang memarahi karyawannya yang sepertinya salah dalam membuat laporan. Kafi sedikit melirik laporan yang diletakkan si bos di meja, dekatnya duduk saat ini. Emang dasar kepo, Kafi mulai mencoret-coret sambil menunggu si bos selesai memarahi karyawannya. Setelah karyawan keluar, si bos mengalihkan atensi pada Kafi. tatapannya tertuju pada Kafi yang terlihat menghitung dan mengisi laporan yang tadi ditaruhnya. "Kamu paham itu ?" Tanya si bos yang mendapat anggukan dari Kafi. Si bos juga heran karena pria di hadapannya terlihat tenang dan tidak takut sama sekali saat ia bertanya dengan raut mengintimidasi. "Aku pernah memperlajarinya tapi dengan contoh yang lain. Aku juga sering mengerjakan seperti ini saat temanku meminta tolong mengerjakan laporan kantor miliknya," jelas Kafi sambil menatap lawan bicaranya. Tidak ada kesan takut pada tatapannya. "Arsen, panggil saja aku Arsen," ucap pria di depan Kafi memperkenalkan diri terlebih dahulu. Tentu saja tetap dengan tampang mengintimidasi. "Siapa namamu ?" Tanya si bos yang bernama Arsen tersebut. "Kafi," jawab Kafi dengan cepat. "Besok datanglah kemari, pakai kemeja yang sedikit layak." Arsen memberikan uang pada Kafi sesuai dengan pesan dari Fara yang diterimanya sebelum Kafi tiba. "Jangan terlambat datang, karena aku tidak memberikan kesempatan kedua jika sampai kamu terlambat," ucap Arsen lagi pada Kafi. "Maksudnya besok datang untuk apa ?" tanya Kafi yang bingung dengan ucapan Arsen. "Membantuku mengoreksi laporan. Atau bisa juga aku suruh membuat kopi yang tanpa racun," jawab Arsen tetap dengan tampang dingin. Kafi hanya mengangguk. Benar-benar merasa wow, akan sikap to the point bos di hadapannya ini. Kafi berpamitan untuk pulang. Ia keluar dari gedung itu, dengan senyum lebar. Bagaimana tidak, setelah sekian lama mencari pekejaan. Akhirnya keinginannya terwujud, esok hari. Entah besok ia akan datang sebagai pelayan atau sebagai tukang bersih kamar mandi juga hatinya akan sangat senang. Perusahaan yang berada di depannya ini adalah perusahaan besar untuk migas non konvensional, yakni gas metana batu bara, selain perhotelan dan juga Konstruksi. Kafi sendiri adalah lulusan dari bisnis manajemen. Ia masih berusaha menabung untuk bisa melanjutkan ke jenjang master. Walau itu masih sekedar mimpi, tapi Kafi sudah mulai menabung pelan-pelan. Entah kapan akan terealisasi yang penting mimpi itu sudah bercokol di kepalanya dan pasti akan dilakukannya. Drrrrt ! Ponselnya bergetar, buru-buru Kafi mengeluarkan ponsel jadulnya tersebut. Walau jadul yang penting bisa digunakan untuk berkomunikasi. Satu panggilan dari Ibu, buru-buru Kafi mengangkatnya. "Kafi ... Ayah masuk rumah sakit. Apa Ibu bisa pinjam uang kamu untuk berobat Ayah ?" Air mata Kafi hendak meloncat keluar mendengar kabar dari Ibunya. "Uang Kafi juga uang Ibu, tidak ada istilah meminjam. Kafi segera kirim, bu," ucap Kafi dengan suara bergetar menahan sedih. Lalu segera bergegas menuju ATM terdekat untuk mengirim uang pda Ibunya. "Biarlah tabungan untuk meraih gelar master, digunakan untuk pengobatan Ayah. Toh uang bisa dicari lagi. Saat ini, kesehatan Ayah adalah segala-galanya. Batin Kafi menenangkan dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD