"Kenapa sih Tha?" tanya Cassandra saat tangannya di tarik paksa keluar dari belakang kantor.
"Nggak apa-apa."
"Kalau nggak apa-apa, ngapain narik-narik gua begini?" Atha melepaskan genggaman nya pada tangan Cassandra.
Beberapa hari ini tingkah Atha membuat Cassandra bertanya-tanya. Ada apa dengan wanita ini? Tidak biasa nya Atha bertingkah seperti ini. Cassandra tidak ingin tahu sebenarnya namun karena bingung akhirnya pertanyaan itu keluar. Jika di jawab syukur kalau pun tidak ya sudah.
Atha menghela napas lalu duduk di kursi yang di sediakan di sana. Taman belakang kantor memang luas dan indah. Hanya ada beberapa karyawan yang sering mampir ke sini. Kebanyakan setiap istirahat mereka menyerbu kantin atau tidak kafe di depan kantor. Tapi akhir-akhir ini, taman ini menjadi tempat favorit nya untuk menghindari seseorang. Baru kali ini Atha bertingkah seperti anak kecil. Biasanya dia akan menghadapi apapun resikonya.
Cassandra ikut duduk di samping Atha. "Mau cerita nggak?"
"Gua kekanak-kanakan nggak sih San?"
"Maksudnya?"
"Cuman karena kita beda level gua jauhin dia." Kening Cassandra mengerut.
"Beda level gimana?"
"Gua sama dia tuh kaya Bunga sama hama tau." Cassandra menggeleng tidak mengerti. Ini Atha sedang membahas apa? Apa ada sesuatu yang menganggu pikiran wanita ini makanya bertingkah tidak biasanya?
"Gua sama Adit dulu tuh kita satu frekuensi."
"Terus?"
"Tapi sama yang sekarang kita tuh beda banget." Cassandra mencoba mencerna ucapan Atha hingga beberapa detik kemudian dia mulai mengangguk paham.
"Beda darimana nya?"
"Semuanya. Awal gua ketemu sama dia yah cuman gara-gara nggak sengaja mergokin dia ciuman terus dia bayarin makanan gua pas pertemuan kedua. Kesini kita deket, sebenarnya dia yang pepet gua akhirnya kita jadian. Dan semalem puncaknya waktu gua ajak makan dia di pinggir jalan dan gua tanya tempat makan yang enak di tengah malem itu dimana. Dia jawabnya nggak tahu karena restoran yang sering di kunjungi dia udah tutup. Yah gua tanya lagi makanan pinggir jalan dan dia nggak tahu sama sekali dan pertama kali dia makan waktu gua ganti makan dinner gitu." Cassandra di buat terkejut saat Atha menceritakan apa yang sedang di alaminya.
Berteman dengan Atha itu sulit. Cassandra bener-bener tidak percaya jika Atha bisa menceritakan masalahnya. Atha itu tipe wanita yang apa-apa memendam sendiri. Tau-taunya seperti hubungannya dengan Adit yang kandas di tengah jalan. Cassandra tersenyum, jadi artinya Atha sudah percaya padanya kan? Mengigit bibir untuk tidak berteriak kegirangan Cassandra mengusap bahu Atha.
"Dia protes waktu Lo ajak makan di pinggir jalan?"
"Iya. Kata dia ini bukan dinner Non, kalau dinner itu yah makan di restoran terus di iringi lagu romantis."
"Tunggu, dia panggil Lo Non?" Kepala Atha mengangguk.
"Terus Lo panggil dia apa?"
"Den." Cassandra di buat ternganga.
Baru kali ini Cassandra menemukan satu pasangan yang panggilannya seperti itu.
"Kenapa?" tanya Atha.
"Oh nggak apa-apa hehe. Terus gimana?"
"Yah gua jauhin dia."
"Jadi alasan Lo malem-malem datang ke apartemen gua dan nginep di apartemen gua beberapa hari ini buat jauhin dia?" Kepala Atha mengangguk.
Cassandra menghela napas, "Lo suka sama dia?"
Pertanyaan itu membuat Atha mematung. Apa dia suka dengan Mail? Tidak tahu. Atha masih bingung dengan perasaannya sendiri. Atha hanya ingin menjalankan apa yang sekarang dia jalanin. Atha tidak ingin memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
"Nggak tahu."
"Terus kalian pacaran itu buat apa?"
"Healing."
"Dari apa?"
"Move on."
"Jadi maksudnya kalian sedang menyembuhkan satu sama lain?" Kepala Atha mengangguk.
"Dia kenapa?"
"Cuman beda cerita dikit."
"Sama-sama di tinggalin karena yang satu nge-hamilin dan yang satu hamil sama orang lain?" Kembali Atha menganggukkan kepala.
Cassandra menutup mulutnya. Ribet juga ternyata hubungan Atha kali ini. Seharusnya jika keduanya sedang dalam penyembuhan mereka bertahap bukan langsung meng-gas memiliki hubungan pacaran. Tapi Cassandra tidak bisa mengutarakan pikirannya karena setiap orang memiliki penyembuhan masing-masing. Mungkin ini salah satu cara supaya Atha melupakan kenangan-kenangannya bersama Adit. 10 tahun bukan waktu yang sebentar untuk menjalin hubungan. Kesannya emang jagain jodoh orang.
"Gua bingung harus gimana San? Kalau kita lanjutin hubungan ini, kayanya kita beda banget. Gua yang suka makan di pinggir jalan dan dia mainnya restoran. Gua ini cuman rakyat sederhana sedangkan dia anak Sultan. Gua apa-apa perlu berjuang sedangkan dia, emang dia mau gua ajak berjuang?" ujar Atha dengan kepala menunduk.
Mata Cassandra tidak sengaja menatap sosok pria yang tidak jauh dari tempat duduknya. Dia akan memberi tahu Atha namun kepala pria itu menggeleng. Pria yang beberapa hari menghebohkan kantor. Pria yang banyak di idam-idamkan wanita ternyata sudah memiliki kekasih. Karena berita tentangnya tidak pernah memiliki kekasih setelah putus dari sang Mantan tidak timbul lagi selain kelangsungan kantornya yang semakin pesat. Cassandra bangkit berdiri mempersilakan pria itu untuk menggantikan dia duduk. Biarkan mereka berbicara. Memang sudah sepantasnya mereka terbuka satu sama lain bukan malah kucing-kucingan seperti ini.
"Gua pengen bilang sama dia buat putus aja tapi gua bingung harus bilang gimana. Kita nggak mungkin bisa jalanin hubungan yang nggak bisa satu arah. Dia pasti malu punya cewek kaya gua. Dia kan orang terpandang, gimana kalau dia di omongin banyak orang? Dia harusnya dapetin cewek yang lebih baik."
"Emang Lo tau cewek baik buat gua itu gimana?" Suara itu sontak membuat Atha mengangkat kepala lalu menoleh.
Matanya membulat melihat Mail yang menatapnya datar. Atha meneguk ludahnya, kemana Cassandra? Tadi kan dia duduk di sini bersama dengannya. Atha bangkit siap melangkah namun tangannya di genggam lalu menariknya untuk kembali duduk.
"Mau kemana?" Atha tidak menjawab.
"Udah beberapa hari ini Lo ngehindar dan gua nggak tahu alasannya apa dan sekarang gua tau kenapa Lo bersikap kaya gini." Atha memalingkan wajahnya.
"Gua tanya sama Lo, apa gua pernah nuntut sesuatu dari Lo selain perhatian Lo buat gua?"
Nggak ada. Bahkan Lo slalu turutin apa yang gua mau.
"Apa gua pernah bilang nggak suka masakan Lo sedangkan masakan Lo itu sederhana?"
Nggak. Bahkan Lo slalu habisin masakan gua tanpa sisa sampe gua tekor karena makan Lo kaya babi.
"Cuman karena kita beda frekuensi Lo jauhin gua?"
Mau gimana lagi. Lo terlalu sempurna buat gua yang bukan apa-apa.
"Bukan berarti gua anak orang kaya, gua nggak suka di ajak makan di pinggir jalan."
Yah terus gimana? Gua aja bingung sama diri gua sendiri. Lo terlalu susah di gapai buat gua yang begini.
"Harusnya Lo tau sejak awal karena semenjak gua kenal sama Lo hidup gua banyak berubah. Gua bukan anak rumahan, setiap saat gua slalu pergi kencan kemana sesuai keinginan gua, terkadang gua sampai lupa waktu buat pulang. Tapi lihat, semenjak gua sama Lo, gua slalu ada di samping Lo, nggak pernah keluar rumah, terakhir waktu gua pergi tengah malem karena emang udah ada janji, selebihnya gua slalu ada di samping Lo. Itu masih hal kecil yang udah berubah di diri gua dan itu semua gara-gara Lo. Kekayaan gua emang nggak akan pernah habis tujuh turunan tapi kasih sayang dan cinta itu nggak akan pernah bisa di beli dengan uang." Atha membasahi bibirnya yang terasa kering.
Dia hanya bisa menjawab semua pertanyaan Mail di dalam hatinya. Tenggorokannya seakan sulit untuk mengucapkannya kata. Karena semua apa yang Mail katakan benar adanya. Atha tahu Mail bukan anak rumahan karena melihat setiap gerak geriknya yang tidak nyaman saat di rumah. Namun setelah beberapa hari terlewat Mail seperti sudah biasa terdiam diri di rumah. Walaupun Atha tahu harus repot mengurus makanan pria itu. Bayangkan semenjak Mail ada di rumahnya isi kulkas yang biasanya 1 Minggu baru habis hanya dalam 3 hari sudah terkuras dan itu oleh oknum yang bernama Mail.
Tubuhnya di putar membuat Atha berhadapan dengan Mail. Matanya memandang pria itu yang terlihat berantakan.
"Berhenti yah Non." Kening Atha mengerut.
"Berhenti buat siksa gua. Berhenti buat gua bingung. Berhenti buat gua khawatir. Berhari-hari tanpa ada kabar dari Lo rasanya dunia gua berhenti mendadak. Hidup gua kaya ada yang hilang waktu Lo pergi begitu aja. Berhari-hari gua nyari Lo dan Lo slalu ngehindar. Gua ...."
"Eh! Mail." Atha berteriak saat tubuh Mail ambruk di pelukannya. Badan pria itu panas dan semakin membuatnya panik.
"Ya Tuhan! Mali bangun." Atha menepuk bahu pria itu tapi tidak ada tanggapan.