Atha menatap dirinya di cermin, melihat pantulannya. Dia tersenyum miris, seharusnya Atha yang berada di pelaminan itu bukan orang lain. Setetes air mata mengalir dari sudut matanya membuat dia mengeram marah, seharusnya sejak kemarin air mata bodoh ini sudah berhenti. Atha mengusapnya dengan kasar.
"Kenapa sih hidup gua merana banget? Gua udah kasih semuan nya sama dia tapi sekarang gua yang di tinggalin, cowok emang Bangsat." Atha menatap seseorang melalui cermin. Satu kata yang ada di pikirannya, Cantik.
"Harusnya gua berfikir panjang dan sekarang akhirnya gua juga yang nyesel sendiri." Atha hanya diam mendengar setiap ocehan yang di keluarkan wanita cantik itu.
"Tau gini lebih baik gua nikah sama si Om Nico dan mungkin gua akan bahagia. Kalau pun dia om-om tapi tetep aja rasa sayangnya besar buat gua. Harusnya gua milih dia bukan si b******k itu." Atha meneguk ludahnya dengan susah payah, saat wanita cantik itu menangis meraung membuatnya bingung. Sampai akhirnya matanya terbelalak melihat wanita itu mengeluarkan pisau dari dalam tasnya.
"Apa gua mati aja kali yah? Gua beneran nyesel. Nanti mau di taruh dimana kalau anak dari Raharja Sinaga udah nggak perawan lagi."
"Tapi kalau lo bunuh diri sama aja lo bikin orang tua lo kehilangan anaknya yang bodoh." Atha memberanikan diri mengungkapkan kata-kata yang sedari tadi ingin dia katakan.
"Tapi lo nggak tau gimana gua! Ngomong emang gampang tapi gua yang jalaninnya nggak sanggup." Wanita itu menjerit kencang.
"Nyesel juga nggak ada artinya. Lo ngelakuin itu suka sama suka bukan keterpaksaan, harusnya kalau emang lo nyesel kenapa nggak dari dulu aja tinggalin dia, mungkin kejadianya nggak akan kaya gini." Wanita itu termenung lalu tangisnya kembali semakin kencang.
"G-gua bener-bener nyesel. Bayangin, seharusnya gua udah bisa hidup bahagia sama pilihan gua tapi ternyata apa yang gua harapkan malah nggak ada harapan sama sekali. Sekarang gua menderita, cowok gua mutusin gua setelah mendapatkan partner ranjang yang bisa muasin dia, sedangkan gua disini nangis nggak henti. Nggak tahu harus gimana sama hidup gua kedepannya. Apa masih ada cowok yang mau sama cewek yang udah nggak perawan?" Atha tertawa kencang membuat wanita itu menatapnya dengan horor. Disaat dia sedang sedih tapi wanita itu malah tertawa membuat bulu kunduknya meremang.
Atha menghentikkan tawanya, "Lo pernah dengar Pria b******k?" Wanita itu mengerutkan keningnya bingung.
"Lo kata gua orang bodoh yang nggak tau apa itu Pria brengsek." Atha terkekeh mendengar nada ketus itu.
"Pria b******k aja bisa dapatin gadis perawan saat pernikahannya, kenapa gadis yang nggak perawan nggak boleh mendapatkan pria yang masih perjaka? Yah ... walaupun sekarang perjaka sama perawan itu udah nggak ada artinya. Menurut mereka perawan atau perjaka sama aja, bagi mereka sekarang bukan tentang hal itu, tapi bagaimana kehidupan kedepannya menjadi lebih baik lagi dari waktu dulu, karena mereka mengikuti jaman. Harusnya lo berpikir panjang, di sini gua bukan mau mengurui tapi jadikan ini pelajaran. Jaga diri lo lebih baik lagi karena Tuhan akan memberikan satu kesempatan pada umatnya. Pria akan mencintai kita kurang atau lebihnya kita, begitupun sebaliknya." Wanita itu tercenung mendengar wanita yang ntah siapa dia pun tidak tau.
Tapi perkataan wanita itu ada benarnya seharusnya dia menjadikan hal ini sebuah pelajaran biarkan masalalunya menjadi masa kelamnya. Jika memang pria yang menjadi jodohnya nanti mencintainya pasti akan menerimanya apa adanya. Yang seharusnya dia lakukan sekarang memperbaiki diri. Wanita itu menghapus air matanya bangkit dari duduknya lalu berjalan memeluk wanita itu.
"Terima Kasih. Lo udah nyadari gua." Atha sempat terkejut namun dia pun akhirnya penepuk pelan punggung itu.
"Sama-sama." Setelah beberapa detik memeluk Atha, wanita itu melepaskannya.
"Gua, Indri." Tangan wanita itu terulur mengenalkan dirinya.
Atha membalas uluran tangan itu, "Athena."
"A-apa kita bisa berteman?" Indri menatap ragu ke arah Atha.
"Teman." Atha menganggukkan kepalanya. Setidaknya dia bisa melupakan mantan kekasihnya yang sedang bahagia di pelaminan itu.
"Btw, lo ngapain ada di hotel ini?" Baru saja Atha melupakan sesaat tapi kenapa Indri harus menanyakan hal ini?
"Gua hadirin acara mantan pacar gua." Indri membulatkan matanya tidak percaya.
"Lo dateng ke acara kawinan Mantan lo?" Kepala Atha mengangguk.
"Lo nggak sakit hati apa?"
"Sakit hati pasti tapi gua belajar mengikhlaskan."
"Tapi dia mantan lo. Kalau gua jadi lo nggak akan sudi gua dateng"
Atha tersenyum, "Dia bukan hanya sekedar mantan aja tapi gua anggep dia sahabat, temen, musuh dan keluarga."
"Lo emang cewek tersarap yang pernah gua temuin." Atha hanya menghedikkan bahunya acuh.
"Terus lo ngapain di sini?" Atha berbalik bertanya.
"Sahabat gua nikah." Atha terdiam mendengar perkataan Indri, bukankah ballroom hotel ini sudah di booking oleh keluarga Adit mana mungkin ada dua pesta pernikahan.
"Sahabat lo namanya Tita?"
"Loh, kenapa lo tahu?" Atha hanya tersenyum kecut.
"Gua sebenarnya sebel sama sahabat gua, udah tau si cowoknya punya cewek tapi dia tetep aja mempet. Segimana brengseknya gua, nggak pernah gua ada niatan buat rebut laki orang." Atha hanya diam setelah tahu jika Indri adalah sahabat Tita istri Adit, mantan pacarnya.
"Kalau begitu gua duluan, yah. Byeee." Atha langsung membalikkan badannya, melangkah dengan cepat mengabaikan teriakan Indri yang memanggil namanya.
Atha menarik nafas. Oke, sekarang yang harus dia lakukan tersenyum. Jangan sampai ada yang tahu jika dia sempat menangis di kamar mandi. Karena saat tadi bertatap muka langsung dengan Adit wajahnya biasa saja. Namun Adit memperlihatkan wajah muramnya.
"Stttt ... ahh ...." Langkah Atha berhenti saat telinganya mendengar sesuatu.
Bulu kunduknya meremang, dia meneguk ludahnya dengan susah payah, berdehem. Setelah itu memberanikan diri untuk melihanya. Atha membuka pelan tirai itu lalu matanya melotot saat melihat sepasang kekasih yang saling b******u.
"Dasar Mesum." Bisik Atha namun dia langsung meruntuki perkataanya saat mata laki-laki itu menatap matanya.
Atha mundur beberapa langkah, dengan cepat membalikan badannya. Astaga! gua nggak mau terlibat, gua nggak sengaja sumpah dia mengatakan hal itu di dalam hatinya dengan terus berjalan cepat. Namun belum sempat dia berbelok tangannya di tarik paksa, hingga punggungnya menyentuh dinding.
"Cowok mesum." Atha memejamkan matanya saat bibirnya mengucapakan kata itu dengan lancang.
"Sorry, barusan lo bilang gua apa? Cowo m***m?" Atha berdehem, mendongak menatap laki-laki di depannya. Astaga! apakah benar pria ini yang ada di balik tirai tadi tapi bagaimana bisa setampan ini?
"Terpesona hmm." Atha tersadar saat tangan kekar itu mengelus leher jejangnya.
"Apaan sih lo jangan pegang-pegang!" Atha berkata ketus sambil menepis tangan itu.
"Haduh manisnya." Atha memundurkan kepalanya saat wajah laki-laki itu mendekat.
"Lo jangan macem-macem atau gua ...." Atha tidak melanjutkan kata-katanya, dia bingung mau melakukan apa. Jika melawan sepertinya dia yang akan kalah.
"Gua apa? Umur berapa sih lo, kok masih imut begini." Tangan laki-laki itu melingkar di pinggangnya membuat Atha berontak tidak nyaman.
"Heh! lo jangan kurang ajar yah." Atha mendorong d**a laki-laki itu namun yang ada malah tubuhnya semakin di sudutkan.
Atha menahan nafasnya saat aroma maskulin tercium oleh hidungnya, bahkan aroma Adit pun tidak senyaman ini. Astaga! apa yang barusan Atha katakan? kepala laki-laki itu menunduk, jika ada yang melihat mereka berdua pasti semua orang akan berfikir negatif, terlihat begitu intim.
Atha menatap mata hitam legam itu, gaya laki-laki ini berantakan namun ketampannya tidak menghilang. Sayang, Atha yakinin jika laki-laki ini Om-om yang butuh belaian, bagaimana bisa laki-laki ini mengodanya?
"Bernafas atuh." Atha langsung membuang nafas dengan kasar tidak sadar jika sedari tadi dia menahan nafasnya.
"Awas m***m gua harus pergi. Lo tuh om-om yang butuh belaian kayanya sampai menggoda anak kecil kaya gua." Atha kira laki-laki ini akan menyerah namun sekarang dia lah yang mendadak ketakutan saat laki-laki itu mendaratkan kecupan-kecupan ringan di leher dan bahunya. Ingatkan supaya gua nggak pake gaun sialan kaya begini lagi!
"Lo ngatain gua cowok m***m dan Om-Om kurang belaian? Really? Gua rasa hal itu terlalu jauh manis. Bahkan bukankah sekarang anak seusia lo lebih senang jadi simpanan om-om untuk membiayai kehidupan glamor kalian?"
"Sayangnya gua nggak suka kehidupan glamor." laki-laki itu menatap mata Atha dengan dalam.
Atha kesal karena laki-laki ini malah memancing emosinya. Sudah tahu akhir-akhir ini dia tersenggol sedikit saja tanduknya berasa langsung muncul. Atha sebenarnya sudah ingin pergi namun laki-laki itu menahan tubuhnya bahkan dia bisa merasakan sesuatu di bawah sana yang sudah mengeras.
"Gadis kecil yang manis." Setelah mengucapkan kata itu. Laki-laki itu membungkuk mengecup bibir Atha, setelahnya pergi berlalu meninggalkannya yang masih mematung. Sadar jika dia sudah di permainkan, Atha berteriak sekeras-kerasnya, biarkan saja dia akan mendapatkan banyak tatapan penasaran asalkan kekesalannya terluapkan.
"Mesunnmnmm! Awas lo yah kalau kita ketemu di lain waktu gua nggak akan segan-segan potong o***g lo sampai habis. Camkan itu b******k!"