Hello, Cinta 16

1946 Words
"MAIL?!" Atha berteriak kaget saat melihat Mail sudah duduk di atas motor besarnya. Dia memandang ke segala arah saat banyak pasang mata yang menatap mereka dengan penasaran. Atha mendengus sebal. Benarkan apa yang dia katakan tadi di w******p, sepertinya memang tidak pernah di anggap serius oleh pria itu. Dia mendelik sebal melihat senyum yang slalu di tampilkan setiap bertemu dengannya. Atha ingin sekali menutup kepalanya dengan helm yang memiliki kaca full face supaya orang-orang tidak mengetahui jika itu adalah dia. Dia mendekat ke arah Mail lalu tanpa komando tangannya mendarat di pinggang pria itu. "Adawwww sakit, Non." Mail meringis, cubitan Atha memang tidak pernah main-main. Kecil tapi seperti semut rangrang. "Ngapain sih lo dateng kesini?" "Gua kan mau ketemu Pacar. Salah gitu?" "Emangnya siapa pacar lo di sini?" "Nih yang melotot ganas sama gua, siapa lagi lah. Gua kan baru kali ini dapet pacar yang ganasnya luar binasa." Atha kembali mencubit perut Mail membuat pria itu untuk kedua kalinya meringis. "Kenapa sih main cubit aja? Gua cubit balik nih." "Eh, eh, jangan. Cubitan lo pasti lebih sakit." "Nggak akan." "Dimana-mana kalau nyubit yah pasti sakit." "Dih siapa juga yang mau nyubit lo." "Lah barusan?" Mail cengengesan lalu tangannya menarik pinggang ramping Atah mendekat. Wajahnya maju lalu bibirnya berbisik di telinga wanita itu. "Kayanya cubit p****g lo lebih nikmat deh di banding nyubit perut gua." Mata Atha membulat. "Dasar c***l. Gua kutuk lo yah! Ngomong tuh di filter, Den. Nggak punya sopan banget sih." Atha saking kesalnya langsung mencubit bibir Mail membuat pria itu tertawa. Mail memeluk pinggang Atha mesra membuat beberapa orang kantor yang tahu siapa Atha langsung berbisik-bisik. Mata Mail tidak sengaja bertatapan dengan Rivalnya senyum jahil tersungging di bibirnya. Dia menarik tangannya lalu menyentuh tangan Atha yang ada di mulutnya. Tatapan mereka saling beradu membuat Atha mengerutkan kening bingung. Mau apa lagi pria menyebalkan ini? "Makan yuk? Laper, nih." Mail mengecup telapak tangan Atha lalu melepaskan wanita itu dengan lembut. Dia naik ke atas motornya, memberikan helm pada Kekasihnya yang menatapnya dengan sorot mata kesal. "Lo nyuruh gua naik ke boncengan sedangkan Rok gua ini bisa ke angkat, Den. Mikir dong kalau punya otak." Mail menatap rok yang di pakai Atha. Dia melepaskan jasnya lalu menarik lengan Wanita itu mendekat. Tangannya melingkar membenarkan jasnya untuk di menutupi Rok milik Kekasihnya itu. Atha yang mendapat perlakuan Mail yang tiba-tiba tentu membuat jantungnya berdetak dua kali lipat dari sebelumnya. Sungguh Atha tidak habis pikir kenapa dia bisa mendapatkan pria menyebalkan namun bisa seperhatian ini? Adit memang perhatian namun tidak seperhatian Mail. Oh Astaga! Stop untuk membanding antara Adit dan Mail mereka berdua memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing bisik hatinya. Mail memasangkan Helm ke kepala Atha setelahnya dia memakai helmnya. "Ayo naik." Atha menatap Mail dan Pandangan mereka bertemu, dengan mengangguk dia naik ke atas boncengan. Atha memang bukan wanita manja yang di ajak naik motor tidak mau. Malahan dia lebih senang di ajak naik motor di banding harus naik mobil. Bahkan dulu dia slalu touring bersama teman-temannya menggunakan motor. Mail menarik kedua tangan Atha memerintahkan kekasihnya itu untuk memeluk tubuhnya. Atha awalnya risih namun demi keselamatan dia pun memeluk tubuh Mail. Mail menyalahkan motornya lalu benda itu melaju dengan ringan. Cassandra yang ada di sana memandang ke arah Kemal yang terlihat menatap mereka sayu. Dia mendekat namun sebelum mendekat Kemal sudah berlalu pergi dengan langkah tergesa-gesa. Cassandra berbalik arah namun langkahnya berhenti saat seseorang menghalangi jalannya. Cassandra menatap orang di depannya dengan memutar bola mata jengah. Apa lagi yang akan di lakukan wanita ini? Bergosip? Atau merasa dia paling hebat? Entahlah dia pun tidak tahu. "Well ternyata temen lo hebat juga yah bisa dapetin pria tampan sekelas Ismail Abimana Kavindra." "Kenapa? Lo iri sama temen gua?" "Gua iri sama orang kaya dia? Hello! Bahkan hidup gua lebih berharga di banding dia." "Kalau emang hidup lo lebih berharga, ngapain ngurusin hidup orang lain. Kalau bukan Iri apa namanya?" Sarah menatap Cassandra seakan mau mencakar wanita itu. Cassandra tersenyum sinis. "Gua ingetin buat lo, Sarah. Jangan pernah mau jadi perusak hubungan orang. Jangan karena lo dulu bisa dapetin Mantan gua sekarang lo berlaku sama kaya dulu. Inget Karma itu berlaku, lo pun bakal rasain sakit hatinya di saat lo mencintainya tapi dia malah berpaling." Sarah yang mendengar ucapan Cassandra tertawa. "Barusan lo bilang Karma? Masih jaman sekarang dapet Karma? Jadi lo masih dendam karena dulu Agil lebih milih gua ketimbang elo?" "Gua udah lupain pria b******k itu. Ngapain juga gua harus dendam, nggak ada gunanya lagi. Bukan nya cocok yah wanita perusak sama pria pengkhianat? Gua malah bersyukur Agil milih lo karena gua tahu wanita seperti apa pria itu inginkan." "Lo ...." tanpa di duga Sarah melayangkan tamparan ke pipi Cassandra. Semua orang yang berada di sana terkesima melihat Sarah melakukan itu pada Cassandra. Pemandangan hal seperti ini memang sudah biasa antara Sarah dan Cassandra yang memang saling membenci satu sama lain. Mengingat gosip begitu cepat menyebar luas di saat Cassandra putus dari seorang Abigail Anderson dan satu hari kemudian pria itu mengandeng Sarah teman sekantor Cassandra. Cassandra yang mendapat tamparan itu langsung mendorong Sarah. "Awwww." "Denger, Sarah. Selama ini gua diem aja bukan karena gua takut sama lo. Tapi gua masih menghargai lo sebagai temen sekantor. Gua nggak pernah mempermasalahkan antara Lo sama Agil karena itu bukan urusan gua. Terima aja kalau emang lo itu jadi wanita perusak hubungan orang nggak usah ngerasa teraniaya kaya gitu. Gua nggak peduli lagi sama apa yang lo omongin ke orang kantor. Selama ini gua menutup telinga bukan karena gua nggak mau denger, gua punya dua tangan pun buat nutup telinga gua dari mulut busuk kaya lo." Cassandra menatap Sarah dengan tajam. Mau sampai kapan Sarah terus menganggu nya? Cassandra sudah lelah harus berurusan dengan wanita seperti Sarah. Setiap bertemu pasti slalu akan ada adu mulut. Kejadian itu sudah 1 tahun lamanya tapi masih saja menjadi bahan perbincangan hangat. Kemal yang melihat keributan bahkan karyawan lain berkumpul melingkar membuatnya penasaran. Dia mendekat lalu meminta beberapa orang untuk menyingkir. Menghela napas, hubungan Cassandra dan Sarah masih tidak baik-baik saja. Mendesah lelah, Cassandra dan Sarah memang sudah tidak bisa di satukan lagi. "Halah gua tau kalau selama ini lo tuh masih nggak terima kalau Agil lebih milih gua kan, makanya lo kaya gitu sama gua." ujar Sarah. "Apa? Gua nggak terima? Bahkan kalau pun di kehidupan gua selanjutnya atau di masa depan gua berdoa sama Tuhan supaya gua nggak satu hidup sama manusia busuk kaya kalian berdua. Karena kalian tuh terlalu bahaya, yang satu penjahat kelamin yang satu Perebut kebahagiaan orang." "Heh, jaga yah omongan lo." "Kenapa mesti di jaga? Itu fakta loh yah. Bahkan pacar sahabat lo aja, lo ajak ke kamar. Gimana sama pacar atau suami orang?" Sarah mendekat lalu menarik rambut Cassandra. Cassandra memekik terkejut. "Jangan salahin gua. Karena mereka aja yang bodo mau-maunya sama gua." "Kalau nggak lo gatelin juga, tuh cowok nggak akan mau." "Sialan lo." Aksi mereka sampai tidak bisa di hentikan. Kemal memijit keningnya merasa kesal. Amarah yang bergumul di dalam hatinya sudah dia tahan tapi kekesalan melihat orang seperti ini rasanya amarahnya akan meledak saat ini juga. Tidak ada yang memisahkan kedua wanita itu sampai akhirnya seseorang datang menerobos masuk. "Kalian? Apa-apaan ini?" Atha mencoba melepaskan dua wanita itu yang saling mencakar, menjambak, menghina, bahkan sudah saling menendang. Atha berusaha untuk memisahkan kedua wanita itu namun tenaganya tidak sebanding. Tubuhnya yang mungil tentu saja membuatnya kewalahan. Atha menoleh melihat Mail yang hanya menonton dengan melipat tangan di depan d**a. "Mail tolong pisahin mereka." Mail tersenyum geli, "Udah sih ngapain ikut campur, tar malah lo yang kepental lagi." "Mail gua seriusan." "Temen-temen lo aja nggak ada yang mau bantu." "Astaga!" Atha mengusap wajahnya. Atha berdiri di antara dua wanita itu dengan menatap satu persatu. Dia merapihkan rambutnya, mencari cara supaya keduanya berhenti. Menarik napas lalu menghembuskan nya Atha masuk ke tengah dan mendorong keduanya secara bersamaan. "Cassandra, Sarah, Stop." Atha benar-benar mungil di antara Cassandra dan Sarah. Sarah dan Cassandra bernapas tersengal. Mereka saling berpandangan dengan tajam. Tidak ada yang mau mengalah. Bekas tamparan dan cakaran terlihat di pipi keduanya. Belum lagi rambutnya yang berantakan. "Kalian ini kenapa sih kalau ketemu slalu aja berantem?" "Dia duluan Tha. Gua sama sekali nggak pernah cari ribut sama dia." ujar Cassandra. "Heh, lo kali yang duluan." Sekarang giliran Sarah yang berkata. Siapapun yang duluan Atha tidak peduli. Keduanya begitu kekanak-kanakan. Mereka sebenarnya umur berapa sampai bertengkar di setiap pertemuan. "Stop! Kalian tuh yah, apa lagi yang kalian perebutkan? Masalah Agil lagi?" Keduanya bungkam. Atha menghembuskan napas. Dia berkacak pinggang, heran juga kenapa wanita dewasa seperti mereka harus memperebutkan pria macam seperti Agil? Padahal menurut Atha, Agil itu pria yang sama sekali tidak masuk ke dalam kriterianya. "Kenapa sih kalian masih rebutin Agil? Kenapa kalian nggak berdamai aja? Kenapa salah satu di antara kalian masih ada yang suka sama Agil?" Kembali keduanya bungkam tidak ada yang membuka suara. Keadaan hening sampai sebuah siulan menggoda membuat mereka menatap pelakunya. Mail tersenyum lebar sambil menunjukkan kedua jempolnya. "Kalian cantik tau, masih banyak cowok yang suka sama kalian. Rugi kalian berantem cuman karena masalah cowok." Untuk kali ini Atha setuju dengan ucapan Mail. "Kalian berdua kalau mau bisa kok daftar jadi cewek gua hehe." "Iya bener, kalau Lo mau bisa kok daftar biar gua yang mundur." jawab Atha enteng. "Eh nggak sayang becanda hei." Mail angkat tangan dengan kepala menggeleng. Cassandra memalingkan wajahnya. Gerah rasanya slalu menjadi pusat perhatian. Ingin mengundurkan diri tapi masih banyak hal yang belum Cassandra raih. Mencari pekerjaan di jaman sekarang bukanlah hal yang mudah. Masuk ke perusahaan ini pun butuh perjuangan. "Ada apa ini?" Seseorang muncul di kerumunan. Atha mendelik, orang yang di ributkan kedua temannya ini hadir di saat waktu yang tidak tepat. "Udah deh pergi aja sana." usir Atha. "Lah gua kan baru dateng." "Yah karena elo baru dateng makanya pergi sana." "Kenapa sih Lo suka sensi sama gua?" "Karena Lo, Sarah sama Cassandra berantem." "Kok gara-gara gua?" "Kalau aja lo mikir buat nggak selingkuh sama teman kantor, mungkin nggak akan kejadian begini." "Emang salah kalau gua selingkuh sama temen sekantor? Ada larangan?" "Nggak ada. Cuman yah Lo mikir kalau mau selingkuh, supaya kejadiannya nggak begini." "Yah terus gua harus apa? Selingkuh sama lo, Beb?" Atha memukul Agil dengan dompetnya. "Heh maksud Lo apa panggil cewek gua beb?" Atha tersentak kaget saat melihat Mail mendorong Agil. Sejak kapan Mail ada di sampingnya? "Heh, siapa lo?" "Lo nggak tau gua?" "Nggak. Emang Lo siapa? Artis? Selebgram? YouTubers?" "Nggak semuanya." "Oh Cleaning service disini?" Mail sudah siap maju jika Atha tidak menahan d**a pria itu. Ini urusannya nggak akan kelar kalau jadinya Mail dan Agil bertengkar. "Nggak kebalik emang?" "Heh, gua disini HRD yah. Jangan sembarangan kalau ngomong." "Cuman jabatan HRD aja belagu. Gua yang punya KA. UNIVERSE aja nggak belagu." jawab Mail congkak. Atha menghela napas. Kalau masalah harta kekayaan memang Mail pemenangnya. Tapi apakah harus bersikap seperti ini? Bukan hanya Agil saja yang terkena mental tapi semua orang yang masih berkumpul di sana pun terkejut. Kemal pun yang mendengarnya meneguk ludah, dia hanya sebagai kepala Divisi berani menjadi Rival pria itu. Kemal menggelengkan kepala, di banding dia harus berurusan dengan Pria itu lebih baik mengikhlaskan Atha bersama dia. Kemal bukan tidak mampu berjuang namun dia pun banyak keperluan hidup bagi keluarganya mengingat dia tulang punggung keluarga. Atha menyerah, lebih baik dia pergi. Perutnya terlalu lapar untuk meladeni hal gila semacam ini. Atha melangkah menjauh pergi meninggalkan kerumunan. Mencari makan siang adalah tujuan utamanya. Mail yang melihat sang kekasih pergi begitu saja tidak terima. "Sayang, tunggu. Masa pacarnya di tinggal sih." Mail mengejar Atha merangkul pundak mungil itu. Tidak peduli akan kehebohan yang sudah di buat oleh para karyawan. Itu urusan mereka, Mail dan Atha hanya lewat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD