D U A

1783 Words
Sesampainya di kampus, tujuan pertama Raya adalah, kantin. Karena sahabat baiknya — Karin sudah menunggu disana. "Rin, Bu galak masuknya jam berapa gue ngantuk banget sumpah," tanyanya saat baru mendudukkan bokongnya di atas kursi yang berhadapan dengan Karin. Di hadapan sahabatnya sudah ada beberapa camilan dan jus jambu. Karin adalah wanita tipe makan banyak tubuh tetap kurus. Beda dengan dirinya, makan banyak dikit tubuh dan perutnya langsung melar. "Kapan sih lo pagi-pagi semangat nggak ngantuk mulu, abis lembur sama Daffa pasti." Tebaknya yang tepat sasaran. Bukan hal aneh bagi Karin tentang hal ini. Dia tau apa saja tentang kedua sahabatnya. Raya hanya cengengesan. Bagi Raya dan Daffa, Karin adalah sahabat terbaiknya. Meski baru dekat saat masuk dunia perkuliahan namun persahabatan mereka seperti sudah terjalin cukup lama. "Rin gue beneran ngantuk banget," ucap Raya. Ia sudah tak bisa menyangga kepalanya, alhasil langsung tergeletak sempurna di atas meja. "Selesai jam berapa?" Tanya nya blak-blakan, toh sudah sangat biasa pertanyaan seperti ini. "Jam 3, Daffa gila banget nggak mau berhenti." "Alah palingan juga lo yang nggak mau berhenti." Raya hanya tersenyum dan mengacungkan dua jarinya membentuk V. "Yaudah tidur dulu sana, masih ada waktu 30 menit. Nanti gue bangunin," ucap Karin dan melanjutkan memakan camilannya. Dan tak membutuhkan waktu lama Raya sudah menuju alam mimpi hanya dengan meletakkan kepalanya di atas meja kantin. Raya bersorak kegirangan karena dosennya tidak datang sehingga dia bisa lanjut hang out dengan Karin. "Rin ke mall aja yuk." Ajak Raya yang kini sudah berada di dalam mobil Karin. "Alah males gue, makan aja yuk." Raya berdecak kesal. Padahal di kantin tadi Karin sudah makan cukup banyak, dan sekarang dia mau mengajaknya makan lagi. Emang usus karet! "Gila ya lo, di kantin tadi lo udah makan banyak banget masa masih kurang." Sungutnya kesal. "Gue pengen coba kafe baru depan di situ tuh." "Mana? banyak kafe baru di sekitar sini!" "Veteran, Ray, lo belum kesana sama Daffa?" Tanya Karin. Karena duo sejoli itu sangat bersemangat bila disuruh berburu kuliner. "Udah pernah, dan cuma view-nya aja yang oke, menunya b aja," ucap-nya jujur karena memang benar adanya. "Lah ... serius? gue pengen banget kesana padahal." "Ke V.O.C aja, recommended banget. View oke, menu oke dan pelayanan juga bagus. Tapi ya mehong." "Oke, kita gas kesana aja deh." "Siap bosquee!!" Setelah itu Karin melajukan mobilnya dengan cepat. Sesampainya di Kafe ternyata mereka ketemu dengan teman kuliah mereka yang lain. Asya dan Irham. Akhirnya Karin dan Raya memilih bergabung dengan mereka saja. "Wihy ... yang mau married nempel terosss," ucap Karin sambil tertawa menggoda Asya dan Irham. Sedangkan yang di goda hanya senyum-senyum saja. "Kalian kapan nyusul?" "Kalau gue sih mau fokus kuliah dulu ya nek. Tau tuh samping gue mau married kapan." Jawab Karin. "Yee, gue mah santai aja, kan udah bisa ngerasain pacaran rasa nikah." Jawab Raya sambil tertawa terbahak-bahak. "Awas aja kalau sampai kebobolan, gue ketawain lo!" "Dasar mulut setan!" "Buruan resmiin, Ray. Toh si Daffa udah mapan bisnisnya," saran Asya. Raya menggeleng dan tersenyum kecut. "Tidak semudah itu ferguso. Kalian tau sendiri lah gimana hubungan kita yang sembunyi-sembunyi. Kalian mah enak, nggak perlu mohon-mohon udah langsung dikawinin." Karin memeluk tubuh Raya dari samping dan mengusap bahunya penuh sayang. "Yang sabar ya, beb. Semua akan indah pada waktunya." Raya malah tertawa. Ia yakin lambat laun hubungannya dengan Daffa pasti akan mendapat lampu hijau dari orang tuanya. "Santay guys, gue juga nggak mau buru-buru kok. Paling enggak abis lulus kita harus nikah." Ketiga temannya hanya bisa mengamini ucapan Raya. Keempat orang itu tampak mengobrol seru sambil melontarkan beberapa candaan. Satu jam kemudian Raya dan Karin memilih untuk pamit terlebih dulu karena Karin ada urusan mendadak. Sedangkan Daffa, kini ia tengah membolak-balik kan laporan keuangan bulan ini. Meskipun umurnya masih sangat muda ia sudah mahir tentang dunia bisnis. Meskipun masih kalah dengan Kakaknya yang sudah berhasil dalam bisnis properti. Daffa bangga meski omsetnya masih jauh dibawah dibanding usaha keluarganya karena ini usahanya sendiri, usaha yang dia rintis dan besarkan sendiri. Harapannya, bukan hanya usaha ini saja. Tapi, dirinya juga ingin mendirikan bisnis-bisnis yang lain juga. Meski masih dalam angan-angan, tapi Daffa sudah memikirkan masak-masak. Sebelum dia lulus kuliah seluruh bisnisnya sudah harus bisa berdiri, dan setelah dirinya lulus nanti ia akan menggerakan seluruh usahanya sendiri. Bayangan yang sangat indah. "Lobot jelek belenti! aku si penguasa atan menghanculkan mu!!" Kepalanya yang semula sudah pening karena beberapa kesalahan data keuangannya, kini terasa tambah pening karena pengganggu kecil yang kini tengah berceloteh dengan mainannya. "Alfa sayang, jangan teriak-teriak dong om Daffa lagi pusing." Alfa berhenti bermain dan memandang Daffa. "Om Daffa pucing?" Daffa mengangguk lemas agar keponakan nya berhenti berteriak-teriak karena teriakan bocah itu merusak konsentrasinnya. "Alfa bosen om!" Anak lelaki berumur 5 tahun itu berjalan menghampiri Daffa yang kini tengah berada di meja kerjanya. "Iya nanti om cariin temen deh." Daffa mengangkat tubuh kecil Alfa ke pangkuannya dan menciumi pipi gembilnya. "Siapa?" Taya Alfa sambil mendongak menatap Daffa. "Tante Raya." "Tante Aya mau kecini?" "Iya Alfa. Udah kamu diem dulu ya om mau kerja." Daffa kembali menurunkan Alfa dan membiarkan bocah itu kembali bermain. Setelah memberikan pesan pada sang kekasih untuk datang ke restonya ia kembali fokus ke pekerjaan nya agar nanti malam ia tak perlu repot-repot lagi lembur. Dalam hati ia mengumpati kakaknya yang selalu menitipkan Alfa padanya. Mentang-mentang kerjaannya terlihat santai, selalu di jadikan baby sitter. Tapi tak apa sebenarnya ia sangat menyayangi Alfa, namun, kadang juga terganggu bila Alfa mulai rewel dan merusuh. Ia tak kesal pada Alfa, ia hanya kesal dengan kakaknya saja yang terkadang seenaknya sendiri padannya. Belum ada 15 menit Alfa sudah kembali merengek meminta susu. "Om Alfa mau susu." Rengekannya sambil menarik-narik kemeja yang Daffa kenakan. "Iya Alfa bentar ya." Jawab Daffa masih fokus pada layar laptopnya. "Sekarang om!!" Rengeknnya. Daffa mengembuskan nafasnya sabar. Apapun yang keluar dari mulut keponakan nya harus segera di turuti. Alhasil dirinya harus menelfon salah satu karyawan nya untuk membuat kan susu milik Alfa yang sudah tersedia di Cafe ini. Karena saking seringnya di titipkan jadi beberapa barang pokok milik Alfa tersedia di kafe ini. Alasan Alfa sering dititipkan karena kedua orang tua nya yang terkadang sibuk sendiri dan mereka tak terlalu mempercayai baby sitter di rumahnya kalau tanpa pengawasan. Jadi, Daffa lah yang selalu menjadi korban penitipan anak. Alfa adalah anak dari kakak kandung nya Devatara Miller dengan istrinya Nadea Imarsya, yang kini berusia 5 tahun. Si kecil yang akan menjadi ahli waris keluarga Miller kelak. Sungguh, Daffa kelak berharap anaknya perempuan agar tak ikut andil dalam hal warisan. Karena dirinya sudah muak dengan urusan itu. Ia mau anaknya bisa bebas memilih apa yang dia ingin kan. Tugas orang tua hanya memantau dan mendukung. Dia rela kalau semua warisan akan jatuh ke tangan Kakaknya dan keluarga. Karena ia lebih suka menikmati hasil kerjanya sendiri. Daffa tersenyum senang saat Raya masuk dengan segelas susu milik Alfa. Sebuah keberuntungan untuk Daffa karena ia bisa lepas dari pengganggu kecil itu dan kembali fokus bekerja. "Tante Aya!!" Teriak Alfa kegirangan karena hubungan mereka yang terjalin sangat baik. Raya sangat memanjakan Alfa, dan Alfa memang anak yang manja. Jadi keduannya akan klop saat bertemu. "Halo ganteng." Raya langsung menghampiri Alfa dan mengambil alih bocah itu. "Yaudah, Ray, tidurin ya, dari tadi rewel ganggu banget sumpah. Biasanya jam-jam segini waktunya dia tidur siang," ucap Daffa. Raya menggendong Alfa menuju sofa panjang yang ada di ruangan Daff. "Tante liat mobil-mobil," ucap nya sambil menyeruput susu yang Raya bawakan tadi. "Tapi janji abis itu tidur ya." Alfa pun mengangguk semangat dan langsung fokus pada layar handphone yang menampilkan kartun mobil sambil menghabiskan susu yang berada di tangannya. Tak membutuhkan waktu lama untuk membuat Alfa tertidur lelap, tak lama kemudian Alfa perlahan mulai menutup matanya dan melupakan video yang tengah ia tonton." "Yang, Alfa ditidurin sini aja ya?" tanya Raya karena tangannya sudah kebas menyangga badan Alfa. "Iya sayang kayak biasanya aja." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangan nya dari layar laptop karena dia lagi konsen-konsennya. Setelah memastikan Alfa tidak akan jatuh, Raya langsung menghampiri Daffa yang kini terlihat sangat fokus pada kerjaannya. Raya sengaja duduk di atas pangkuan Daffa dan tangannya sudah melingkari leher jenjang itu. "Kerjanya udahan dong, main yuk." Bisiknya sensual. Dalam hati Raya tertawa terbahak-bahak berhasil mengganggu Daffa yang tak bisa di ganggu siapapun saat bekerja. "Kerjaan aku banyak, Ray, jangan gitu dong. Nanti dulu." Gerutunya kesal. Alfa sudah berhasil ia sisihkan, namun kini beralih pengganggu cantik yang berusaha menggodanya. "Tapi aku mau nya sekarang." Bisik Raya sensual. Daffa berdecak dan mengalihkan pandangannya sebentar pada Raya. "Sepupu kamu nggak jadi datang?" Tanya Daffa mengalihkan pembicaraan agar Raya tak melanjutkan aksinya. Kalau gini caranya ia benar-benar akan lembur nanti malam. "Nggak jadi, ternyata masih besok." Jawab Raya. "Bagus dong," ucapnya lalu kembali memfokuskan diri pada kerjaannya karena Raya sudah teralih perhatiannya. "Bagus apanya?" "Kamu bisa nginep di apartemen aku lagi." "Ya iya." "Sekarang kamu turun, temenin Alfa sana. Awas aja nanti malam kalau kamu pura-pura tidur! sekarang goda-goda gini." Raya hanya cengengesan dan turun dari pangkuan Daffa. Ia tak serius dengan ucapan nya dan hanya ingin menggoda Daffa saja. Raya berjalan menuju sofa yang Alfa gunakan tidur dan kembali duduk di sana. Lama-kelamaan ia bosan sendiri. Daffa tak mengajaknya ngobrol sama sekali dan Alfa tak bangun-bangun. "Aku bosen! udahan dong kerjanya." Rengeknya. "Iya sayang, sebentar lagi selesai. Kamu ke dapur aja sana buatin aku sesuatu atau belajar bikin sesuatu sama chef." Raya sedikit berfikir dan akhirnya mengangguk. "Yaudah aku kesana ya." "Iya sayang." Saat ia membuka pintu ruangan Daffa ternyata pengunjung kafe tengah ramai, kalau dirinya ke dapur ia hanya akan mengganggu pekerjaan chef. Akhirnya Raya kembali masuk kedalam ruangan Daffa. "Loh kok nggak jadi?" "Kafe lagi rame nanti aku ganggu." "Yaudah kita antar Alfa aja yuk, abis ini kita pulang ke apartemen." Daffa membereskan beberapa berkas serta laptopnya. Daffa mengangkat Alfa yang masih terlelap dan keluar dari ruangannya bersama Raya. "Den, gue balik dulu gue nitip kafe ya." Pamitnya pada Deny — karyawan yang sangat ia percaya serta barista di kafe ini. "Siap boss." Di dalam mobil Alfa masih anteng di pangkuan Raya, padahal suara Daffa dan Raya yang sedari tadi bercanda sangat keras. "Yang, abis nganterin Alfa kita ke mall aja yuk." "Mau shoping lagi?" Raya cengengesan. Entah akhir-akhir ini dia sangat suka shoping dan berfoya-foya, tapi dengan uang-nya sendiri. Ia tak akan mau bila Daffa terus-terusan menuruti maunya, meski terkadang pria itu selalau memaksa agar memakai uangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD