Tiga Puluh Menit Sebelumnya

1120 Words
Tiga puluh menit sebelum resepsi.   Di tempat yang berbeda dengan Noi, pria dengan tinggi 183 sentimeter tampak bersiap-siap masuk ke dalam mobil. Air masih menetes dari beberapa helai rambut, tampak sedikit tergesa. Hari ini dia mengambil cuti dari pekerjaan, tiga hari untuk acara pernikahan sang adik. Profesi yang menyita waktu dan tenaga membuatnya lupa jika menjadi putra sulung dalam keluarga. Tak memikirkan hal serius serupa pernikahan, didahului oleh sang adik. Tak begitu mempermasalahkan ketika ibunya mengatakan bahwa Dirga akan menikah, kabar bagus meskipun tak tahu wanita macam apa yang dikencani. Putri tunggal seorang pensiunan tentara, hanya itu yang ia dengar. Tak memiliki waktu untuk menginterogasi sang adik terkait calon ipar. Jadi, sebagai kakak hanya bisa mendukung tanpa banyak memberikan komentar. Pekerjaan menuntut banyak waktu untuk tetap berada di kantor dan lapangan, memecahkan kasus rumit dengan mengumpulkan barang bukti bukan perihal mudah. Terkadang berbulan-bulan tanpa pulang. Itulah yang ia kerjakan sebagai penegak hukum di bagian khusus. Setelah lulus sebagai sarjana di bidang hukum, memilih bergabung dengan kepolisian. Ia jatuh cinta pada bagian penyidik, lalu tiga tahun kemudian memutuskan pindah ke unit INAFIS (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) atau yang lebih akrab di telinga dengan sebutan Identifikasi Perkara. Sebagai Inspektur Polisi Satu (IPTU), pria ini lebih mencintai pekerjaan dibanding harus selalu pulang dan bermanja-manja pada orang tua. Namun, hari ini dia harus berkumpul bersama mereka, berbagi senyum bahagia untuk sang adik tercinta. Seharusnya tadi pagi sudah tiba di rumah dan ikut menyaksikan akad nikah berlangsung, tetapi atasan memerintahkan untuk menyelesaikan olah TKP saat itu juga. Mau tidak mau, sang pria lebih memilih menuju lokasi pembunuhan. Adrian Dhananjaya, putra tertua dari Jaya Angsama, ketua dewan daerah sekaligus pemilik perusahaan tekstil yang dikelola penuh oleh si bungsu. Adrian memilih jalur lain, berbeda dengan ayah juga adiknya. Terjun di kepolisian menjadi pertentangan, sang ayah tak suka dengan pilihan itu. Hanya saja, ia tetap teguh pada pendirian. Jadi, memilih tak pulang guna menghindari adu mulut atau sekadar keributan kecil dengan sang ayah. Lebih suka tinggal di perumahan dinas, aman dan tak ada yang mempermasalahkan profesi yang ia geluti. Baginya, itu lebih baik dibanding menjadi anak durhaka. Ponselnya bergetar, ia mengambil dari saku celana. Tertera tulisan “Mami” di layar, pasti semua orang sedang menunggu dirinya. Cepat menyapu tombol hijau, menjawab panggilan tersebut. “Iya, Mi. Aku sudah di mobil.” “Temukan adikmu, dia menghilang!” Kedua netranya membulat sempurna ketika sang ibu histeris, “Maksud Mami Dirga ...?” “Bocah nakal itu kabur setelah menghalalkan anak orang, mau diletakkan di mana muka mami jika sampai semua tamu datang dan adikmu masih lenyap?” “Mami tenang, aku akan mencarinya sekarang.” Adrian mencoba menenangkan sang ibu, tetapi jauh di dasar pikiran timbul tanda tanya besar. Kenapa Dirga menghilang setelah menikah? “Tak usah dicari, segera pulang dan gantikan adikmu di pelaminan!” Wajahnya beku, suara bariton sang ayah sudah terganti dengan nada sambungan putus. Tentu dimatikan, selalu begitu. Tak ada kehangatan atau sekadar bertanya kabar. Tiap kali membuka mulut hanya keluar titah dan itu wajib dipatuhi. Apa yang baru saja ia terima? Menjadi pengganti adiknya di pelaminan! Adrian memeriksa ponsel, rupanya memang ada pesan singkat dari sang adik. Setengah jam yang lalu, Dirga mengirimkan pesan elektronik.. [Kak, aku pergi. Tak perlu mencari! Aku pasti pulang setelah menyelesaikan semuanya. Jangan katakan apa pun pada semua orang. Tolong jaga istriku!] Adrian tertawa kecil, gusar. Memukul kemudi, adiknya selalu bisa bertindak sesuka hati, tak ada yang mempermasalahkan hal itu. Bahkan, dia kabur dan meninggalkan wanita yang dihalalkan begitu saja, sementara kedua orang tua hanya peduli pada nama baik. Meminta pulang dan menggantikan Dirga di acara resepsi pernikahan. Semudah itukah mereka menyelesaikan semuanya? Tanpa berpikir tentang hal yang akan ditimbulkan, bagaimana dengan perasaan istri sang adik? Ditinggal begitu saja di hari pernikahan tentu merupakan momen paling terkutuk, kenapa keluarganya menjadi begitu jahat pada anak orang lain? Sekuat apa pun rasa kesal membelit, ia hanya tetap seorang anak dengan kelembutan hati. Sekaligus sosok kakak paling menyayangi adiknya, tak bisa mengabaikan begitu saja apa yang diinginkan semua orang. Adrian hanya menginjak gas, menuju gedung pernikahan. Butuh sekitar 15 menit untuk tiba, di sana sudah terlihat kedua orang tuanya menunggu. Sang ayah menggerakkan kepala, lalu para tim make up segera mendekat pada Adrian. Pria tersebut hanya menghela napas, tetapi pasrah mengikuti arahan beberapa orang yang dibayar untuk membantu dirinya berganti pakaian. “Ukuran tubuh kalian tidak jauh berbeda, mami yakin pakaiannya akan pas.” Sang ibu segera mengapit lengan kirinya, menarik pelan sehingga langkah Adrian sedikit terseret. “Mi, kenapa harus aku yang bersanding dengan istri Dirga?” tanyanya masih belum mengerti dengan jalan pikiran kedua orang tuanya saat ini, “bukankah semua orang tahu jika nama kami berbeda, aku dan Dirga bukan orang yang sama.” “Apa itu penting sekarang?” sentak sang ibu yang terlihat sangat gusar akibat ulah si bungsu sore ini, “papi akan sangat malu jika sampai tahu Dirga melarikan diri setelah mengesahkan pernikahan dengan putri sahabatnya, apalagi tamu-tamu penting akan datang. Kamu mau mempermalukan kami?” Adrian tak bisa lagi menanggapi, percuma jika harus membahas lebih jauh. Ada yang ganjil, kenapa sang adik menghilang di hari bahagia? Bukankah mereka menikah atas dasar suka sama suka? “Mi,” panggilnya kembali saat masuk ruang ganti, ia melepas kemeja yang dikenakan sembari memandang sang ibu dengan serius. “Apa lagi, sih?” timpal wanita yang melahirkannya puluhan tahun silam dengan muka cemberut, “hanya menggantikan di acara resepsi, apa susahnya berdiri selama beberapa jam?” “Jika Dirga saja bisa kabur, tentu pernikahan ini bukan karena dia menyukainya. Apa papi yang menghendaki wanita itu sebagai menantu di keluarga kita?” selidiknya dengan nada rendah, tetapi jelas menunjukkan ketegasan. Jiwa detektif dalam dirinya bergejolak, sangat tak masuk akal jika Dirga kabur ketika berhasil mengesahkan wanita yang ia cinta. Namun, melihat raut muka sang ibu mendadak tegang sudah menjelaskan situasi yang sesungguhnya. Jadi, tidak sepenuhnya pernikahan berlangsung atas perasaan yang diinginkan. Dirga bukan tipikal anak patuh seperti dirinya, dia memiliki jiwa bebas yang lebih berani. Namun, kenapa harus kabur? Adrian harus menemukan jawaban itu segera. “Jangan menyelidikinya dengan praduga-praduga di balik kepalamu, papi bisa marah besar jika kamu mengungkit tentang rencana pernikahan ini. Mengerti?” Adrianya hanya mengangguk, dia sudah menyangka jika memang ada yang tak beres terkait pernikahan sang adik. Bagaimana bisa Dirga memutuskan menikah saat masih suka menghabiskan malam di luar? Aneh sekali. “Aku akan melakukannya sendiri, kalian tunggu saja di luar.” Adrian mengatakannya dengan tenang, “Mami jangan khawatir, aku tak akan kabur seperti Dirga.” Ibunya hendak berkata, tetapi urung saat tubuh Adrian berbalik sempurna. Menghindari kontak mata, sepertinya memang enggan diganggu. Jadi, dia meminta semua orang pergi dan membiarkan si sulung berganti pakaian seorang diri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD