bc

After Divorce (Indonesia)

book_age16+
10.2K
FOLLOW
90.8K
READ
revenge
possessive
pregnant
CEO
neighbor
drama
bxg
city
office/work place
cheating
like
intro-logo
Blurb

Happy Reading~

Aleana Gavesha, seorang wanita -27 tahun- yang akhirnya diceraikan oleh sang suami Lutfi Ardhana -30 tahun- setelah menjalani pernikahan selama 7 tahun tanpa dikaruniai anak. Dan perceraian mereka disebabkan oleh seorang wanita bernama Caroline Lavanya -24 tahun- yang berhasil merebut suaminya karena tengah mengandung anak dari Lutfi.

Seusai bercerai dari Lutfi, Aleana memilih pergi ke Amerika untuk menyembuhkan luka hatinya. Namun, siapa yang menyangka kalau di sana, Aleana dipertemukan dengan pria yang mau menerima semua kekurangannya. Pria itu bernama Ethan Carrington -30 tahun- yang merupakan seorang pengusaha sekaligus investor.

Setelah Aleana dan Ethan menikah, keduanya pun harus pindah ke Indonesia karena proyek yang sedang Ethan kerjakan. Kepindahan mereka pun membuat Aleana dan Lutfi kembali dipertemukan.

Bagaimanakah pertemuan Aleana dan Lutfi setelah bertahun-tahun tak bertemu? Akankah Lutfi menyesal telah menceraikan Aleana?

chap-preview
Free preview
Chapter 1
Blam! Suara pintu yang ditutup dengan keras membuat Aleana terbangun dari tidurnya. Di tengah keremangan ruang tamu, Aleana mencoba memfokuskan pandangannya pada seorang pria yang tengah berdiri di hadapannya. Seketika senyumnya terukir saat melihat bahwa suaminya telah pulang. “Kamu sudah pulang?” tanya Aleana. Ia lalu turun dari sofa menghampiri Lutfi, sang suami. Saat Aleana mencoba memeluk Lutfi ingin menyambut kepulangan sang suami, pria itu langsung menepis tangan Aleana. “Aku lelah. Jangan ganggu aku,” ujar Lutfi. Aleana lantas tersadar bahwa pria itu dalam kondisi setengah mabuk. Lutfi lalu memberikan tas kerjanya pada Aleana kemudian berlalu menuju kamar sembari melonggarkan dasinya dengan langkah gontai. Sepeninggal Lutfi, Aleana hanya bisa tersenyum pahit. Matanya lalu beralih pada jam dinding yang telah menunjukkan pukul 01.00 malam. Aleana tak lagi heran jika Lutfi pulang larut seperti ini. Pasalnya, Lutfi sudah sering pulang larut sejak satu tahun terakhir. Pria itu bahkan pernah tidak pulang selama beberapa hari. Tak hanya itu, sikap Lutfi terhadap Aleana juga berubah. Yang dulunya perhatian, menjadi acuh dan memberi jarak. Yang dulunya hangat, menjadi dingin. Mata yang dulu memandangnya dengan penuh cinta itu, bahkan tak mau lagi memandangnya. Dan bibir yang dulu sering berucap manis tentangnya, kini hanya bisa mengeluarkan kata-kata hinaan untuknya. Meski begitu, Aleana tak pernah mengeluh maupun membenci Lutfi. Ia juga tak pernah bertanya kenapa sikap Lutfi berubah padanya. Ia hanya berpikir bahwa pria itu sedang memiliki masalah di perusahaan yang membuat Lutfi bersikap seperti itu padanya. Keduanya telah menikah selama tujuh tahun dan Aleana sangat mencintai Lutfi. Meski mereka belum dikaruniai seorang anak, tapi Aleana yakin kalau suatu hari nanti, Tuhan pasti akan memberikan kesempatan itu pada mereka. Dan Aleana yakin kalau Lutfi juga memikirkan hal yang sama dengannya. Maka dari itu, mereka masih bertahan hingga sekarang. Dengan cinta yang tak pernah berubah sedikit pun. Aleana tersenyum kecut kemudian beranjak dari ruang tamu menuju kamar. Sesampainya di kamar, ia mendapati Lutfi telah berbaring di tempat tidur dalam posisi tengkurap tanpa mengganti pakaian dan melepas sepatunya. Seusai meletakkan tas kerja Lutfi di tempatnya, Aleana segera melepas sepatu dan kaos kaki sang suami. Setelahnya, Aleana memperbaiki posisi tidur Lutfi kemudian menyelimutinya agar pria itu bisa tidur dengan nyaman. Selesai mengurus Lutfi, barulah Aleana beranjak tidur di samping pria itu. Dengan harapan bahwa sikap Lutfi padanya akan berubah saat ia bangun nanti. Sebuah harapan yang ia minta setiap malam, namun tak kunjung terkabul. ------- “Mas,” gumam Aleana dengan suara paraunya begitu ia membuka matanya karena tak menemukan Lutfi di sampingnya. “Kau baru bangun? Kenapa kau tidak tidur saja selamanya?” sindir Lutfi yang tengah memakai dasinya dengan tergesa-gesa. Mengabaikan ucapan kasar Lutfi, Aleana melihat jam di atas meja nakas yang telah menunjukkan pukul 07.30 hingga membuat Aleana terkejut. “Ya, ampun! Maaf, Mas. Aku ketiduran,” seru Aleana. Sontak, ia segera bangun dan beranjak dari tempat tidur. “Aku akan menyiapkan sarapan untukmu,” ujarnya. “Tidak usah. Makanan buatanmu hanya membuatku ingin muntah,” sarkas Lutfi yang kini tengah memakai jasnya. “Tapi, kamu harus sarapan sebelum berang-” “Kubilang tidak usah, ya tidak usah!” bentak Lutfi. “Istri macam apa yang bangun telat dari pada suaminya? Aku sudah terlambat pergi ke kantor, dan apa? Mau membuatkanku sarapan? Lebih baik kau tidur dan tidak usah bangun lagi. Keberadaanmu saja sudah membuatku mual. Dasar istri tidak berguna,” makinya. “Mas Lutfi,” lirih Aleana menahan genangan air mata yang sebentar lagi akan terjatuh. Padahal ini adalah pertama kalinya ia ketiduran, tapi respons yang Lutfi berikan sangat menyayat hati Aleana. “Mulai sekarang, aku akan mengurus diriku sendiri. Aku tidak butuh istri pemalas sepertimu,” tandas Lutfi kemudian beranjak dari sana. Sepeninggal Lutfi, pertahanan Aleana runtuh. Air matanya seketika lolos mengalir di pipinya dan isakan kecil terdengar dari bibirnya. Jika boleh jujur, hatinya sakit setiap kali mendengar Lutfi berbicara seperti itu padanya. Namun, ia bertahan tanpa mencoba melawan karena ia takut Lutfi akan meninggalkannya. Tubuh Aleana lantas meluruh ke lantai dengan sebelah tangan yang memegang dada bagian kirinya. Menahan sakit yang bahkan tak bisa ia ungkapkan. Selama beberapa saat, Aleana terisak di tempatnya. Karena, hanya dengan cara ini ia bisa meluapkan sedikit rasa sakit di hatinya. Ia tak memiliki teman untuk bersandar karena Lutfi telah memutus semua kontak Aleana bersama teman-teman Aleana dengan alasan cemburu dan tak ingin Aleana di monopoli oleh teman-temannya. Alasan yang Lutfi berikan di awal pernikahan mereka. Ia pun tak bisa mengeluh ke orang tuanya yang sudah tak ada lagi di dunia. Ia juga tak bisa mengadu apa yang terjadi pada rumah tangganya terhadap orang tua Lutfi karena ia tak ingin membebani mertuanya dengan masalah rumah tangganya dan Lutfi. Maka dari itu, Aleana yang bisa bersandar pada dirinya sendiri. Setelah merasa cukup, Aleana mengusap air matanya dan kembali menegarkan dirinya. Menyemangati diri sendiri dengan harapan-harapan yang bahkan ia sendiri tak yakin kalau hal itu akan terwujud. Aleana pun memulai rutinitas paginya. Membersihkan rumah, beres-beres, lalu memasak untuk dirinya sendiri karena Lutfi tidak pernah lagi pulang untuk makan siang sejak satu tahun terakhir. Seusai membersihkan, beres-beres, dan memasak, Aleana akhirnya bisa membersihkan dirinya yang sangat lengket karena keringat. Tepat selesai ia mandi, ponsel Aleana berdering. Seketika senyumnya mengembang karena Lutfi meneleponnya. “Halo, Mas,” sapa Aleana riang. “Ambil map yang ada di atas meja kerjaku lalu antar ke kantorku. Sekarang!” pinta Lutfi kemudian memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Meski begitu, Aleana tak merasa tersinggung sama sekali. Ia justru senang karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan sang suami. Dengan perasaan bahagia, Aleana segera mengganti pakaiannya kemudian merias wajahnya. Ia bahkan bersenandung kecil saking bahagianya. Setelah bersiap-siap, Aleana beranjak ke ruang kerja Lutfi untuk mengambil map yang Lutfi maksud lalu pergi ke kantor pria itu menggunakan mobilnya. Selama perjalanan menuju kantor Lutfi, tak sekalipun senyum di wajah Aleana luntur. Tak lama kemudian, Aleana akhirnya tiba di kantor Lutfi. Setelah memarkirkan mobilnya di basement, ia pun masuk ke lift yang langsung membawanya naik ke ruangan Lutfi. Saat lift terbuka, Aleana semakin tak bisa menahan perasaan bahagianya karena akan bertemu dengan sang suami. Dengan langkah tegasnya, ia berjalan menuju ruangan Lutfi. Namun, saat ia hendak mencapai ruangan Lutfi, sekretaris pria itu segera menahan Aleana. “Bu Aleana,” tahan Bunga, sang sekretaris. “Ya? Ada apa, Bunga?” tanya Aleana ramah seperti biasa. “Maafkan saya. Tapi, Pak Lutfi berpesan untuk menitipkan map yang Anda bawa pada saya jika Anda sudah datang,’ tutur Bunga merasa enggan pada Aleana. “Kenapa? Apa Mas Lutfi tidak berada di dalam?” tanya Aleana bingung. “Mmm ... Pak Lutfi sedang rapat dengan beberapa rekan bisnisnya, Bu” jawab Bunga yang terpaksa berbohong. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah Lutfi tidak ingin bertemu dengan Aleana. Tapi, tidak mungkin ‘kan Bunga mengatakan itu pada Aleana? Bagaimanapun, ia juga seorang perempuan. Jika ia adalah Aleana, ia pun akan terluka jika mendapati kenyataan seperti itu. Setelah mendengar jawaban Bunga, senyum Aleana sontak luntur dari wajah cantiknya. Padahal ia sudah bersiap untuk bertemu dengan sang suami. “Baiklah. Tolong berikan ini pada Mas Lutfi,” ujar Aleana seraya memberikan map yang ia bawa pada Bunga. “Baik, Bu,” balas Bunga. “Kalau begitu, aku pergi dulu. Maaf sudah mengganggu pekerjaanmu,” ujar Aleana memaksakan senyum ramah pada Bunga. “Sudah tugas saya, Bu,” ucap Bunga. Setelahnya, Aleana pun pergi dari sana dengan perasaan kecewa karena tidak bisa bertemu dengan Lutfi. ------- Sepulang dari kantor Lutfi, Aleana langsung mengganti pakaiannya lalu makan siang. Namun, baru saja ia hendak menyuap makanan ke mulutnya, bel rumahnya berbunyi. Ia pun kembali meletakkan sendoknya kembali lalu beranjak untuk membuka pintu. “Mama!” seru Aleana cukup terkejut melihat Ibu mertuanya berada di sini. “Alea,” sapa Liliana Thomas, sang Ibu mertua. “Masuk, Ma,” ajak Aleana mempersilakan Liliana masuk. Tak lupa ia mengambil alih beberapa paper bag yang Liliana bawa di kedua tangannya. “Kamu sendiri? Di mana Lutfi?” tanya Liliana saat ia tak melihat keberadaan Lutfi di sana. Padahal, sekarang sudah waktunya makan siang. “Hari ini Mas Lutfi tidak pulang, Ma. Akhir-akhir ini pekerjaan Mas Lutfi sedang banyak, Ma. Jadi, Mas Lutfi bilang kalau dia akan makan di kantor,” jawab Aleana sedikit berbohong. “Dasar, Lutfi. Sesibuk apapun dia, harusnya dia pulang dulu untuk makan siang. Bukannya makan di luar,” omel Liliana. “Tidak bisa. Pokoknya Lutfi harus pulang untuk makan. Mama akan telepon dia,” lanjutnya. Tapi, saat Liliana hendak mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, Aleana segera menahannya. “Jangan, Ma. Kasihan Mas Lutfi kalau harus pulang dulu untuk makan. Nanti Mas Lutfi semakin lelah dan pekerjaannya akan semakin menumpuk karena perjalanan dari kantor ke rumah lumayan jauh. Biarkan saja. Alea tidak apa-apa, Ma,” tutur Aleana membuat Liliana menghela nafas. “Kamu ini terlalu baik, Alea. Karena itu, Lutfi sering melunjak seperti ini,” omel Liliana yang hanya dibalas senyuman oleh Aleana. Inilah salah satu alasan kenapa Aleana masih bertahan dengan Lutfi. Ibu mertuanya selalu baik terhadapnya, bahkan tak segan untuk menegur putranya sendiri hanya untuk membela Aleana. Tak hanya Liliana, mendiang Ayah mertua Aleana pun seperti itu. Dan setelah Ayah mertuanya meninggal, Liliana memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Perancis. “Omong-omong, kapan Mama sampai di Jakarta? Kenapa tidak mengabari Alea? Alea ‘kan bisa jemput Mama di bandara,” tanya Aleana mengalihkan pembicaraan. “Justru karena itu Mama tidak bilang kalau mau datang. Kamu ‘kan lagi dalam program hamil, jadi tidak boleh terlalu banyak bergerak,” ujar Liliana yang tanpa sadar membuat Aleana merasa sedih. “Apa Mas Lutfi juga tidak tahu kalau Mama datang?” tanya Aleana. “Iya. Tidak ada yang tahu kalau Mama datang,” jawab Liliana kemudian terkikik kecil. “Oh, iya. Ini Mama bawakan oleh-oleh. Mama tidak tahu apa baju ini pas di kamu atau tidak. Tapi, saat melihatnya, Mama langsung teringat sama kamu. Jadi, Mama beli saja untukmu. Ada beberapa juga untuk Lutfi,” sambung Liliana seraya menunjuk beberapa paper bag yang tadi ia bawa. “Terima kasih, Ma. Padahal Mama tidak perlu repot-repot seperti ini,” ujar Aleana. “Tidak ada orang tua yang merasa direpotkan oleh anaknya,” ucap Liliana seraya tersenyum. “Kalau begitu, Mama pamit dulu, ya. Ada yang harus Mama urus dulu,” pamitnya. “‘Lho, Mama mau langsung pergi? Makan siang di sini saja dulu, Ma. Alea masak banyak hari ini,” tawar Aleana. “Tidak apa-apa. Tadi, Mama sudah makan di pesawat, jadi masih kenyang,” tolak Liliana. “Aduh, Mama sudah telat. Mama pergi dulu, ya,” pamitnya kemudian mengecup kedua pipi Aleana. “Iya, Ma. Hati-hati di jalan,” ujar Aleana seraya tersenyum. Aleana melambaikan tangannya saat mobil Liliana telah beranjak dari pekarangan rumahnya. Setelanya, ia kembali masuk ke dalam. Matanya terpaku pada paper bag yang Liliana berikan dan seketika berpikir, sudah berapa lama ia tidak pergi berbelanja baju baru? Sepertinya sudah lama sekali sejak Lutfi mengajaknya berbelanja. ------- Love you guys~

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.2K
bc

My Secret Little Wife

read
95.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
101.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook