#BAB 3

1031 Words
Hari sudah malam. Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Kami berdua duduk di ruang tamu sambil melihat acara televisi. "Mas Bara, Apa kau tidak lelah?" tanyaku khawatir. "Tidak terlalu, apa kau lelah?" tanya Bara, balik menanyaiku. "Aku tidak lelah, Mas Bara. Aku kan cuma diam di rumah, tidak bekerja," jawabku pelan. "Tapi kau selalu sibuk meskipun di rumah, Lilla, Aku tidak mau kau sakit. Jadi sering-seringlah beristirahat, mengerti?" ucap Bara sambil menatapku lekat. "Hem ... baiklah, Aku akan sering beristirahat," jawabku sambil membelai kepalanya di pangkuanku. "Em ... Mas Bara, Apa aku boleh tanya sesuatu?" tanyaku pelan. "Tentu saja, Kau istriku. Mau tanya apa?" tanya-nya terlihat heran. "Kenapa model itu memfitnahmu? Bukankah namanya ira?" tanyaku penasaran. "Huh! Dia, ya? Kenapa kau membahasnya?!" seru Mas Bara, tidak suka. "Hanya ... ingin tahu saja. Apa tidak boleh?" jawabku kali ini membelai bibirnya. "Kami dulu berteman, Lilla. Dia juga rekan bisnisku. Tapi aku tidak tahu kalau ternyata dia menyukaiku," ucapnya seperti enggan untuk menjelaskan sesuatu. Berhubung penasaran, aku tetap memaksanya. "Pernah suatu hari dia menggodaku dalam keadaan telanjang. Tapi aku menolaknya dengan kasar," ucapnya datar. "Kenapa, bukankah dia sangat cantik?" tanyaku karna memang heran melihat model cantik seperti dia ditolak oleh Mas Bara. "Karna aku memang tidak menyukainya, Lilla," jawab Mas Bara, putus asa, Aku jadi takut mau tanya lebih lanjut padanya. "Oh ..." "Kenapa?! Apa kau kecewa?! Ingin tahu kelanjutan ceritanya?!" tanya-nya saat melihatku kecewa. "Em ... iya, tapi kalau kau keberatan, tidak usah, Mas Bara," jawabku salah tingkah menatap matanya. "Dia sangat malu dan merasa harga dirinya jatuh sebagai seorang model yang cantik dan banyak di sukai oleh para pria itu telah aku tolak secara kasar, Dilla" ucap Mas Bara, melanjutkan ceritanya, sepertinya dia tidak mau membuatku kecewa. Aku semakin penasaran dan mendengarkannya dengan seksama. "Terus?" tanyaku antusias. "Pada suatu hari, dia membalas dendam dengan cara menjebakku di dalam kamar hotel, Setelah aku masuk, dia berteriak minta tolong seakan-akan aku telah memperkosanya, padahal tidak!" ucap Mas Bara, terdengar ada kemarahan di sana. "Padahal jangankan memperkosa, menyentuhnya saja aku malas," ucap Mas Bara lagi terlihat lelah dari nada bicaranya. "Tapi mengapa mereka semua percaya? Bukankah ada visum di setiap penyelidikan polisi?" tanyaku pelan. "Iya, memang. Tapi aku terbukti bersalah. Karna saat itu aku sedang marah dan secara reflek menampar pipinya. Itulah yang membuatku di tangkap karna ada bekas jariku di sana," ucap Mas Bara, datar. Aku memeluknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Aku berusaha ingin menghilangkan kesedihannya. "Sssttt sudahlah Mas Baraku, Sayang. Yang penting aku sangat percaya padamu, dan kalau aku bisa, Aku ingin membuatmu bahagia seperti dulu lagi," ucapku dengan penuh kesungguhan. Mas Bara terlihat tersenyum meski hanya sedikit. "Tapi kalau aku boleh memilih, Aku ingin hidup seperti sekarang selamanya, Sayang, Aku hanya ingin hidup bersama istri kecilku, Lillaku," ucapan Mas Bara membuat pipiku merona merah karena malu, seumur-umur, tidak ada pria yang memujiku. Sementara sekarang?! Aku sangat bahagia mendapat pujian dari Mas Bara. "Kau tidak boleh seperti itu, Mas Bara. Seandainya saja keluargamu tahu tentang kebenarannya suatu saat nanti. Kemudian memintamu buat pulang kerumahnya. Maka kau harus menurutinya, Sayang" nasehatku penuh kasih sayang. "Tapi aku kecewa dengan mereka, Lilla," Mas Bara tampak terluka batinnya. "Bagaimanapun juga, mereka adalah orang tuamu, Sayang. Kau harus memaafkannya. Maukah kau memaafkan mereka demi aku? Aku mohon," ucapku sambil membelai kepalanya pelan. Mas Bara menghela nafas dan terdiam cukup lama. "Baiklah," ucapnya setengah berbisik. "Alhamdulillah, Sekarang sudah waktunya tidur. Ayo! Aku akan memijatmu seperti biasanya, Suamiku" ucapku pelan dan akhirnya Mas Bara menurut dan tidur dalam kamarnya. ****** "Mas Bara, Ayo cepatlah! Keburu makanannya dingin." teriakku di pagi hari. "Iya, Aku sudah siap, Bisakah kau tidak berteriak?" ucap Bara kesal. Aku hanya diam dan tersenyum memandangnya. "Kenapa? Apa ada yang lucu?" ucap Bara tajam. "Ada." ucapku geli. "Apa itu?!" "Ah mas Bara, Kau ini ceroboh sekali. Apa kau akan bekerja tanpa menggunakan celana" ucapku sambil menunjuk ke arah badannya yang menggunakan kaos dan di bagian bawah handuk yang melilit. "Oh ya, Ini semua adalah kesalahanmu. karna sudah membuatku terburu buru." ucapnya kesal. "Oke. Aku salah maafkan aku Tampan." ucapku geli. "Kau ini...." aku membungkam mulutnya sebelum dia protes. Bara membalas ciumanku dengan lembut. Tangannya meraba seluruh bagian tubuhku. Dia juga meremas area sensitifku. "Ah...mas Bara, kapan kau akan menyentuhku?"ucapku frustasi. Setelah mendengar ucapanku sontak Bara menghentikan ciumannya dan mendorongku pelan. Aku merasa kecewa seperti biasanya karna Bara selalu menghindar jika kata2ku yang satu itu mulai keluar. "Ku rasa... Aku kesiangan. Aku harus bersiap sekarang." ucap Bara datar. "Baiklah. Pergilah setelah makan." ucapku kesal. Bara memandangku sambil menghela nafas. Setelah menatapku beberapa saat dia masuk ke kamarnya dan membenahi pakaiannya. Dan aku kembali ke dapur sambil menangis tanpa suara. "Mas Bara! Kapan kau akan menerimaku? Apa aku terlalu buruk?" bathinku lelah. Aku mencuci wajahku dan kembali ke meja makan untuk menemani Bara makan. Bara sudah keluar dari kamar dengan rapi. Aku melayaninya seperti biasanya. Mengambilkan makan dan minum tepat di hadapannya. "Lilla, Nanti siang kau tidak usah mengantarkan makan siang buatku." ucap bara di sela sela makannya. Aku tidak pernah bosan menolak perintahnya soal mengantar makan siang karna aku begitu mengkhawatirkan soal kesehatannya. Biasanya aku protes dan tidak memperdulikan perintahnya. Tapi karna suasana hatiku yang kesal maka aku malas mendebatnya. Dan menyetujuinya untuk saat ini. "Kenapa? Apa kau terganggu?" ucapku sinis. "Bukan seperti itu, Aku tidak mau kau lelah." ucap Bara pelan. "Baiklah, Aku tidak akan menganggumu." ucapku datar. Bara menyelesaikan makannya. Aku membereskan bekas makannya dalam keadaan Diam. Aku menuju Dapur dan mencuci semua peralatan kotor. "Lilla, Aku berangkat." ucap Bara di belakangku. "Pergilah, Hati hati di jalan." ucapku tanpa menoleh. Kurasakan Bara memperhatikanku dan mulai mendekatiku. "Masakanmu enak sekali, Kurasa... Kau harus mengantarkan makan siangku nanti." ucap Bara sambil memelukku dari belakang. "Kau nanti terganggu." ucapku mengabaikannya. "Aku mohon istri kecilku," ucap Bara sambil mengecup tengkukku dan membuatku meremang. "Apa kau sedang menggodaku?" ucapku datar. "Tidak sayang." "Baiklah," ucapku nyerah. "Istri pintar," ucap Bara lembut. Aku membalikkan badan dan mencium tanggannya layaknya seorang istri dan mengantarnya sampai pintu. "Aku menyayangimu Lilla," Aku hanya tersenyum dan mengangguk pelan. "Mana ada sayang tapi terus di abaikan?" ucapku dalam hati. *** JUDUL : MR. BARA PENULIS : Dilla 909 ***** JANGAN LUPA TEKAN LOVE AND FOLLOW, SAYANG. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD