Rich Women 13

1429 Words
"Hah." Hana yang mendengar helaan napas Nara berulang mulai terganggu. Dia menutup bukunya kasar lalu memandang Sahabatnya itu dengan kesal. "Kenapa lagi sih Ra?" "Naka kemana yah? Kok udah 1 Minggu nggak liat dia. Dia baik-baik aja kan yah." Ya Tuhan. Hana ingin sekali membongkar isi kepala Nara. Kenapa pikirannya Naka, Naka, Naka, Naka saja terus. Padahal baru kemarin mereka membahas perkara pernikahan Nara mau bagaimana. Nara benar-benar sudah tidak bisa tertolong lagi, dia akan tetap menjadi b***k cinta dari seorang Bayanaka Jayanegara. "Mati kali dia." jawab asal Hana. Plak "Jahat banget sih Han." Hana meringis mendapat tamparan di lengannya. "Yah gua mana tahu Naka dimana. Nomornya aja nggak aktif gitu mau hubungi siapa." Nara merenggut. Dia sudah mencoba berkali-kali menghubungi Naka tapi tidak ada jawaban sama sekali. Ini alasan yang membuat Nara uring-uringan memikirkan nasib pernikahannya. Belum apa-apa Naka sudah menghilang. "Naka kenapa sih kalau ngilang suka tanpa jejak." Hana menatap Nara horor. "Gila Lo. Yang namanya ngilang yah tanpa jejak bodoh." "Yah maksud gua kan seenggaknya kasih kabar gitu. Jangan pulang-pulang babak belur kaya kemarin." "Loh emang kemarin kenapa?" Nara menopang pipinya di tangan, "Pas waktu Lo mau nginep itu Naka dateng, wajahnya bonyok sana sini. Ditanya kenapa nggak di jawab, ya udah gua diemin." Hana makin curiga kalau sudah begini. Naka itu sebenarnya siapa? Ini Nara apa tidak curiga kenapa Naka pulang-pulang babak belur? Hana kalau jadi Nara pasti curiga. Yah semua penghuni kampus juga tahu bagaimana Naka nakalnya di luar. Tapi kalau sampai babak belur tanpa sebab yah pasti kepikiran harusnya. Nara kok enteng sekali mau menikah dengan pria semacam Naka. b***k cinta boleh tapi lihat dulu bibit bobotnya bagaimana. Yah walaupun Naka anak yatim juga tapi setidaknya Nara harus mencari tahu. Percuma banyak uang jika informasi sedikit saja tidak bisa di dapat. "Ini Adi udah ngasih tahu belum sih informasi tentang Naka?" Hana juga jadi ikutan resah. Kasihan kalau Nara kenapa-kenapa. "Udah tapi dia aja nggak dapet apapun tentang informasi tentang Naka. Baru kali ini Adi gagal dapetin informasi seseorang." Nara sudah mengenal Naka lama tapi jujur saja sampai sekarang dia belum mendapatkan banyak informasi tentang Naka. Yang Nara tahu Naka itu anak yatim piatu. Dia pernah tinggal di panti asuhan Dandelion. Setelah itu umur 15 keluar dari panti dan selebihnya tidak ada lagi selain anak beasiswa bekerja di kafe. Untuk masalah hutang-hutang yang Naka pinjam pada lintah darat pun tidak tahu untuk apa. Nara harus apa? Nara tidak bisa melepaskan Naka begitu saja. Nara tidak peduli baik buruknya Naka. Karena yang pasti dia hanya yakin jika Naka melakukan itu ada tujuannya. "Lo kepikiran nggak sih Ra kalau Naka itu ternyata terlibat jaringan Narkoba." "Hah? Maksudnya?" "Teroris gitu." "Ih mana ada. Kalau Naka jualan narkoba pasti dia bakalan kaya nggak sih? Hutangnya juga nggak mungkin sebanyak itu." Keduanya terdiam. Nara jadi kepikiran kan atas obrolan random mereka. Bagaimana jika perkataan Hana barusan benar? Tapi Adi mengatakan tidak ada hal berbahaya yang di lakukan Naka di luaran sana. Kalau begini harus ada MRN. (Misi Rahasia Nara). "Ih kok gua ngebayangin nya merinding." Hana bergidik membayangkan jika Naka memang salah satu dari anggota itu. "Jangan nakut-nakutin ah. Beneran parno gua nanti kalau ketemu dia." "Bukan nakut-nakutin, habisnya ngilang tanpa kabar itu tuh patut di curigai tau." "Ya udah iya nanti biar gua coba tanya langsung ke orangnya." "Emang kalau nanya langsung bakal di jawab?" Nara terdiam, lalu menggeleng. Naka mana pernah mau menjawab pertanyaan Nara. Kalau Nara bertanya ujung-ujungnya mengatakan Rahasia. Terus Nara harus bagaimana sekarang? Dia bingung jika sudah seperti ini. Fix sih ini emang gua butuh liburan. Mood gua beneran udah nggak bagus buat mikirin hidup. Masuk kuliah aja ini kalau nggak di paksa males banget. Tau ah, kesel, bete, nggak suka. *** "Lo nggak mau pulang Ka?" Waskito memutari meja saat melihat Naka memejamkan matanya. "Dengan keadaan gua yang begini?" "Bukannya udah biasa Lo babak belur kan kalau pulang?" ujar Waskito bingung. Naka tidak menyahut. Jika dia pulang dalam keadaan begini saat dulu tidak akan menjadi masalah tapi sekarang ada Nara yang benar-benar memperhatikan setiap tingkahnya. Mending kalau Nara tidak cerewet, ini Nara akan bertanya ini dan itu. Naka juga malas jika harus meladeni tingkah cerewetnya gadis itu. "Lo lupa yah To kalau si Naka udah siap married." Celetuk Agus yang baru keluar dari kamar mandi. "Oh iya gila gua lupa hahaha." Waskito tertawa yang tentu mendapat delik kan tajam dari Naka. Waskito dan Agus tentu saja tahu perkara tentang Naka yang akan menikah. Waskito dan Agus awalnya tidak setuju tapi setelah mendengar alasan nya mereka mengangguk semangat. Tentu saja hal itu demi kebaikan bersama. Dengan dukungan yang Calon Istrinya Naka punya mereka akan mudah melakukan berbagai cara. "Calon Lo udah tahu kerjaan Lo apa?" tanya Agus. "Nggak." "Lo nggak bilang?" "Ngapain bilang." "Sinting nih orang. Seenggaknya kalau Lo butuh duitnya, kasih dia kepercayaan kalau Lo itu bukan orang jahat." "Orang jahat nggak mungkin ngebunuh orang." "Lah iya juga tapi kan kita ke paksa itu bukan sengaja." Agus paling kesal jika Naka sudah mengatakan mereka penjahat. Bagaimana pun mereka itu terpaksa melakukannya. Itu juga karena yang berurusan dengan mereka sungguh menjengkelkan. Waskito berdehem, "Lagian yah Lo nikahin ... Nara nggak sih nama ceweknya?" "Hooh, Kinara." jawab Agus. "Gila sejodoh banget itu, Naka sama Nara." "Kan, bersyukur nggak sih Naka merried sama cewek secantik Nara?" "Bener. Nggak sadar diri si Naka, udah buriq nggak bersyukur lagi." "Terus aja bully gua." Agus dan Waskito tertawa. Mereka bukan bermaksud apa-apa hanya saja setidaknya kasih timbal balik pada wanita yang akan di nikahi. Mereka berdua juga tidak tahu dengan isi hati Naka yang pasti mereka setuju-setuju saja selagi itu kebaikan untuk mereka. Harusnya jika memang Naka tidak menyukai, tidak perlu repot menikahi cukup manfaatkan saja sudah pasti akan di terima. Mana wanita yang akan di nikahi Naka b***k cintanya kebangetan. "Lo nikahin Nara punya tujuan Ka. Seenggaknya kasih timbal balik buat dia. Dia pasti khawatir karena nggak dapet kabar dari Lo. Kalau emang Lo nggak suka sama dia, gua udah bilang manfaatin uangnya jangan orangnya tapi Lo kekeuh mau nikahi dia. Ya menurut gua itu sama aja sih, mencari kesempatan dalam kesempitan." ujar Waskito. "Nggak semudah itu masalahnya." jawab Naka sambil meneguk sekaleng soda. "Yah gimana kita tahu kalau Lo nggak pernah cerita apa-apa selain balas dendam Lo itu." Sekarang giliran Agus yang membuka suara. Naka menghela napas. Tidak tahu dan tidak ingin tahu. Naka hanya mengikuti kata hatinya saja. Waskito sudah memberikannya solusi untuk memanfaatkan saja Uang Nara tapi entah kenapa dia tiba-tiba saja ingin menikahi gadis itu. Jika dia membuka diri pada Nara, apa gadis itu akan terima? *** "IHHH NAKA KENAPA LAGI INI MUKANYA?" Lama-lama Nara bisa mati mendadak melihat Naka pulang-pulang babak belur. Mana sekarang ada beberapa luka di tangannya. Perbannya juga sudah tidak berbentuk lagi. "Kamu tawuran dimana coba? Luka kemarin aja belum sembuh sekarang udah luka lagi. Ini kamu mau buat aku mati jantungan atau gimana sih? Kita aja belum nikah, belum bahagia tapi kamu udah buat aku khawatir berlebihan. Mending kalau kamu ngilang baik-baik saja, ini pulang-pulang luka sana sini." Sambil mengomel Nara membawa Naka masuk ke dalam rumah. Naka sama sekali tidak protes karena memang tujuan awalnya mendatangi gadis itu. Naka memperhatikan wajah Nara matanya berkaca-kaca, mengigit bibirnya hingga tidak lama air mata mengalir dari sudut matanya. Naka mengusap air mata itu. Kenapa hatinya tidak tega melihat Nara menangis? "Gua nggak apa-apa Nara." "Nggak apa-apa gima— hiks." Nara tidak bisa menahan tangis. Dia menutup wajahnya, terisak sendirian. Disini Nara mengkhawatirkan Naka dan benar saja dugaan nya saat melihat Naka pulang dengan beberapa luka. Nara ketakutan, cintanya pada Naka sudah tidak bisa lagi di lepas dengan mudah. Dia terlalu mencintai Naka sampai akal pikirannya hilang. Ketakutan terbesar Nara, dia di tinggalkan Naka. Nara tidak masalah jika Naka masih tetap tidak mau membuka diri tapi tolong biarkan pria itu slalu terpantau oleh kedua matanya. Nara lebih baik memilih Naka ada di hadapannya dengan keadaan baik-baik saja di banding tidak terlihat namun membuatnya khawatir. Naka bingung. Kenapa Nara harus menangis seperti ini hanya melihatnya terluka? Naka sudah biasa terluka bahkan lebih parah dari ini dan tidak ada yang menangisinya sampai berlebihan. "Nara." Nara membuka telapak tangannya, "B-bisa nggak sih kalau pergi jangan bawa luka? Aku lebih baik liat kamu cuekin aku seharian atau berminggu, terserah, asalkan kamu baik-baik aja." Tatapan khawatir itu jelas terlihat. Air mata yang mengalir itu untuknya. Nara menangis karena ulahnya yang terluka. Kenapa Nara? Kenapa Lo bisa sekhawatir itu sama gua? Gua ini jahat. Gua cuman manfaatin Lo buat kepentingan gua. Berhenti buat suka bahkan cinta sama gua Nara. Gua nggak mau sakiti Lo terlalu dalam nantinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD