Kevia kaget saat dia mendengarkan ada suara di sekitarnya. Dia mencoba melihat dalam gelap dari matanya yang masih basah itu.
Kevia tampak menoleh ke kanan dan kiri sambil mengucek matanya. Dia mencari sumber suara yang tadi sangat mengagetkan dia.
“Gw di sini!”
Kevia mendengar suara itu dan melihat ke bawah. Ada seorang pemuda sedang berbaring di atas pasir. Pemuda itu tampak tetap berbaring meskipun ada Kevia di sampingnya.
“Siapa kamu?” tanya Kevia sambil mengambil tasnya yang ada di tubuh pemuda itu.
“Orang lah. Lagian lu ngapain sih teriak malam-malam sambil nangis? Baru diputusin lu?”
“Apa urusan mu pake nanya kaya gitu ke aku?”
“Cih! Cwe kalo nangis trus teriak kamya gitu kalo ga barusan di putusin ya bearti cwonya selingkuh. Lu yang mana?”
“Eh ... kamu ga ada sopannya ya. Lagian apa urusan kamu.”
“Ini urusan gw lah! Lu main teriak sembarangan aja. Kalo gendang telinga gw pecah gimana. Lagian emangnya lu ga liat ada orang di sini dari tadi? Itu hampir aja tas lu kena perut gw!”
“Hmmm maaf, aku ga liat.”
Pemuda itu bangun dari posisi tidurannya. Dia segera berdiri di depan Kevia sambil membersihkan badannya dari pasir pantai yang menempel di badannya.
“Lu masih ga liat orang segede gw?”
“Ya kalo kamu berdiri gini ya aku liat lah. Tapi tadi waktu kamu tiduran, aku ga liat. Apa lagi di sini penerangannya minim.”
“Alesan aja. Lanjutin marah lu. Teriak sepuas lu. Luapin perasaan yang ada di hati lu sampe puas. Lagian cwo b******k yang udah buang lu itu ga akan balik ke lu. Sekali b******k tetep aja b******k!”
Pemuda tampan nan tinggi bernama Sean itu segera berbalik dan melangkahkan kakinya. Dia meninggalkan Kevia seorang diri di sini.
Langkah Sean berhenti di tempat yang sedikit jauh dari Kevia. Tapi dia masih bisa melihat sosok Kevia yang masih meneruskan teriakannya. Tapi teriakan itu kini diselingi dengan umpatan untu Dito.
“Cwe bodoh! Mau aja di bohongi ama cwo kurang ajar. Kaya udah ga ada lagi aja stok cwo baik di dunia ini.”
“Tapi cwo baik kaya gw, kenapa juga dikhianati ama cwe gw. b******k emang Miranda. Bisa-bisanya dia bohongi gw selama ini dengan pacaran di belakang gw ama Ryan. Apa sih bagusnya Ryan? b******k emang mereka berdua!”
Sean memilih duduk di atas pasir lagi. Dia tidak ingin di ganggu saat ini. Dia ingin memukul orang rasanya saat ini. Kalau saja ada pria yang mencari masalah dengan dia, pasti akan dia ajak berkelahi.
Sean sudah 4 tahun berkencan dengan Miranda saat gadis itu bersekolah di Singapura. Tapi beberapa saat yang lalu ada temannya yang mengatakan kalau Miranda berselingkuh di belakangnya.
Sean yang sangat percaya pada kekasihnya itu ternyata mendapati sendiri bagaimana mesranya Miranda bergelayut di lengan Ryan. Dan saat Sean menyapanya, dengan santainya miranda mengatakan kalau dia dan Ryan akan segera bertunangan.
Sibuk dalam lamunannya, ternyata angin dingin dari laut menyadarkan Sean dari lamunannya. Dia melihat jam tangan di pergelangan tangannya itu.
“Waah udah malem ternyata. Pantes aja kalo dingin banget. Aku cari hotel aja lah. Malas balik gw.”
Sean masuk ke dalam mobilnya. Dia ingin mencari hotel terdekat yang ada di sana. Dia melihat ada bangunan tinggi yang dia tebak itu pasti adalah hotel berbintang yang ada di sana. Tanpa berpikir lagi, Sean segera saja melajukan mobilnya ketempat itu.
Sean memarkir mobilnya di basement hotel. Dia melihat ada beberapa orang berpakaian rapi masuk ke sebuah ruangan yang ada di sana. Dia terus melihat tempat apa yang ada di sana.
“Ada club ternyata. Kalo ke sana dulu kayanya enak. Gw bakal bisa tidur nyenyak nanti.”
Sean memilih untuk masuk terlebih dahulu ke dalam club. Dia ingin menikmati segelas minuman beralkohol untuk meredakan sakit di kepalanya karena Miranda.
Tanpa di sangka, Sean melihat ada seorang gadis yang bergoyang di lantai bawah dengan sangat heboh di lantai dansa. Sampai orang yang ada di dalam lantai dansa itu minggir dan memberikan ruang gerak bagi gadis itu.
“Astaga, dia kancwe gila tadi. Kok dia udah di sini sih. Ih malu-maluin banget, joged-joged kaya gitu ga jelas banget. Pasti dia udah mabuk parah.”
Sean memilih untuk duduk di meja bar. Tempat itu malam ini memang sangat ramai. Saat ini adalah liburan long weekend. Saatnya semua orang untuk mencari hiburan untuk bersenang-senang.
Memesan minuman yang sedikit memiliki kadar alkohol tinggi adalah cara terbaik untuk melupakan masalah. Sean tanpa ragu dia ingin segera menegak isi minuman yang ada di dalam gelasnya itu.
Bukan hanya satu gelas, tapi beberapa gelas dia minta pada bartender setiap isi di dalam gelasnya itu habis.
“Aduuh udah pusing kepala gw. Sebaiknya gw ke atas aja cari kamar. Semoga masih ada kamar buat malam ini.”
Sean segera membayar tagihan minumannya. Dia meraih ponselnya yang masih tergeletak di atas meja bar sebelum dia naik ke lobi hotel.
***
“Hoeeek,” ucap kevia saat dia merasa perutnya sudah sangat mual karena kebanyakan minum.
“Ah ... gw harus ke kamar mandi dulu. Gw bisa muntah di sini ntar.”
Kevia segera mempercepat langkahnya untuk mencari toilet hotel di lobi. Dia tidak ingin terkena masalah dengan muntah di tempat ini.
“Hooeek ... hoeek.”
Kevia hampir mengeluarkan seluruh isi perutnya malam ini. Dia terduduk di lantai kamat mandi dan membungkuk ke dalam closet. Dia tidak berani keluar sampai perutnya tidak lagi meresa mual.
“Ah sial! Gara-gara Dito gw bisa mabuk sampe kaya gini. Dasar cwo b******k! Lu emang sampah!”
Kevia menangis lagi setelah dia mengumpati Dito. Dia segera menghapus air matanya. Kevia sudah berjanji tidak akan menangisi b******n seperti Dito.
Setelah membersihkan mulutnya di wastafel, Kevia segera keluar dari kamat mandi. Dia ingin segera menuju ke resepsionis untuk mencari kamar. Dia tidak sanggup lagi kalau harus pulang ke apartemennya.
“Kamar 1.”
“Full.”
Kevia kaget sampai matanya melotot, “Full? Kamu serius?”
“Iya, Bu. Bapak ini yang terakhir.”
Kevia menoleh ke orang yang ada di sebelahnya. Dia mendapati pemuda yuang tadi di temuinya di pantai.
Sean menghela nafasnya saat dia melihat Kevia lagi hari ini. Malam ini dunianya terasa sangat sempit. Ini ketida kalinya dia bertemu dengan Kevia.
“Berikan padaku kamarmu. Aku akan bayar dua kali lipat.”
“Lu pikir gw orang ga punya duit apa!”
“Kalo gitu tiga kali lipat.”
“Ogah!”
“Ayo donk. Kamu ga kasihan apa ya ama cwe. Inget ladies first.”
“Bodo amat!”
Menyadari caranya merayu pemuda yang tidak dia kenal itu gagal, Kevia mulai mengganti cara. Dia memasang wajah memelas pada sang pemuda.
Sean semakin jijik saat dia melihat wajah kevia yang dibuat-buat itu. Dia segera berbalik dan pergi meninggalkan Kevia yang masih berdiri di depan meja resepsionis.
“Lho ... kok dia malah kabur sih. Eeh tunggu!”
Kevia mengejar langkah panjang pemuda yang sepertinya juga sedang mabuk itu. Saat berbicara tadi Kevia bisa mencium aroma alkohol dari mulut sang lawan bicara.
“Tunggu dulu!”
Kevia memotong langkah sang pemuda dan berdiri di depannya. Dia merentangkan kedua tangannya untuk menghalangi langkah sang pemuda.
“Tolong kasih aku kuncinya. Aku baru putus ama pacarku. Emangnya kamu ga kesian ada cwe cantik kaya aku keliaran di jalanan tanpa mobil?”
“Bodo amat! Bukan urusan gw!”
“Maaf, Pak. Bapak kan laki-laki. Harusnya, Bapak bisa sedikit berempati pada wanita. Gimana kalau kalian berbagi kamar?”
“APAA!!” jawab Kevia dan Sean bersamaan.