Yasmin merasa gemetar saat hendak membalas ucapan Hanggara. Jujur saja ini kali pertama untuknya melawan perintah sang papa. Ia menunduk, meremas sisi dasternya. “Apa pernah Papa kasih izin kamu buat rawat bayi itu?” Hanggara kembali memberi pertanyaan. Tapi, ini bukan sekadar pertanyaan. Siapa yang mendengarnya pasti akan menganggap bahwa ini sebuah desakan. Setelah selama beberapa detik diam, Yasmin akhirnya mendongak. Dua pasang mata yang saling memandang dengan arti berbeda bertemu. Yasmin dengan mata teduh dan sedikit raut cemas terlibat, sementara Hanggara dengan tatapan tajam mengintimidasi. “Ada baiknya, Papa dan Mama masuk dulu. Udara di luar dingin. Papa dan Mama juga belum sholat Subuh, ‘kan?” Bukan Yasmin namanya jika tidak punya cara untuk mendinginkan suasana yang panas