“Nggak ada. Cuma capek. Semenjak kamu pergi ke Wonosobo, kita itu jadi jarang adawaktu sama-sama, Mas.” Hans menggela napas. Selama hampir empat minggu, ia memang tidak punya cukup banyakwaktu bersama Davina. “Iya, aku salah. Aku minta maaf, ya.” Pria tersebut mengelus kepala Davina dengan lembut. Ia berharap mendapat maaf dari sang istri. “Nggak cuma itu, semenjak aku hamil juga kamu jarang banget nyentuh aku. Aku ngerasa, semakin ke sini kita semakin ada jarak, Mas.” Ucapan Davina membuat Hans termenung cukup lama. Mungkinkah ia berubah sejauh itu? Sepertinya, tidak. Hans masih memproritaskan Davina, dan wanita itu masih diprioritaskansampai saat ini. “Aku nggak minta hakku ke kamu itu karena kasian, Vin. Kamu mual terus, perut sering kram, akan terlihat egois kalau aku tetap maks