Hari yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba. Seminggu menjelang lebaran. Ayah berjanji akan pulang. Dua hari lalu Ayah sudah menelpon lewat ponsel dengan lampu layar berwarna hijau milik Pakde Rama. Bilang kalau Ayah akan berangkat dari Jakarta keesokan harinya. Naik bus malam. Mungkin sampainya juga malam. Karena ribuan kilometer yang Ayah tempuh membuat waktu tempuhnya juga lama. Aku diminta untuk tidak menunggu. Percuma saja, karena malam ini mataku sama sekali tak mau terpejam. Aku melirik jam dinding di ruang tengah yang terlihat dari kamarku. Pukul sepuluh malam. Orang-orang di rumah Pakde Rama sudah tertidur semua. Hanya Pakde Rama yang belum tidur, tapi ia tak di rumah. Ia sedang berdiam diri di langgar dekat rumah. Ibadah sepuluh hari terakhir Ramadhan. Ceklek! Pintu depan terdenga