Bab 3. Perjodohan

1215 Words
Satu bulan berlalu dengan begitu cepat. Meski awalnya terus menentang keras perjodohan yang sudah diatur ibunya, akhirnya, Rissa menyempatkan waktunya datang bertemu dengan pria itu. Namun, bukan karena menerima perjodohannya, lebih karena ingin menyenangkan hati sang ibu yang selalu memuji pria itu. Bosan rasanya mendengar ibunya terus mengatakan bahwa pria pilihannya adalah laki-laki baik yang bertanggung jawab dan seorang pekerja keras. "Rissa katanya kamu pindah kerja, ya? Kenapa emang perusahaan lama kamu?" Sambil menunggu putranya datang, Sinta–ibu dari pria yang akan dijodohkan dengannya mulai membuka obrolan. Rissa memaksa senyum di wajahnya. Ia mengangguk sembari mengusap tengkuknya karena merasa tidak nyaman. "Ah iya, Tante. Aku resign dari perusahaan lama karena nggak nyaman sama atasan yang suka kurang ajar ke Rissa." "Ya ampun. Itu keputusan yang tepat dan berani. Jadi sekarang kamu kerja di mana, Sa?" "Aku kerja di perusahaan properti, Tante." "Sebagai staf marketing lagi?" "Nggak, Tante, kali ini aku jadi sekretaris CEO." "Wah hebat banget kamu, Sa." "Biasa aja kok, Tan. Nggak hebat-hebat banget," jawab Rissa yang mengakhiri kalimatnya seraya tersenyum. Lalu ia mengalihkan pandangan ke arah lain. Dalam hati wanita itu menggerutu kesal karena pria yang akan dijodohkan dengannya tak kunjung datang. Sementara perutnya sudah berbunyi, minta diisi. "Tante, anak Tante di mana sih? Masih lama nggak?" Rissa tampak sudah tidak sabar. Terus memindai suasana sekitar–ruang VIP yang tampak elegan. Ibunya benar-benar memilihkan tempat terbaik untuk pertemuan itu. Sebuah restoran mewah yang ada di pusat kota. Sejak tadi, Rissa benar-benar sudah bosan menunggu. Ia ingin segera mengakhiri pertemuan malam ini dengan sebuah penolakan bahwa ia tidak ingin menerima rencana pernikahannya. Namun, berbeda dengan Rissa, mendengar pertanyaan itu Sinta justru jadi bersemangat. "Kenapa? Kamu pasti udah nggak sabar ya ketemu sama calon suamimu?" Sinta balik bertanya seraya menggoda Rissa yang merupakan menantu idamannya. Sudah lama ia menantikan putranya dipertemukan dengan Rissa yang cantik, dengan begitu putranya akan tertarik pada kecantikan Rissa, dan sangat tidak mungkin jika sang putra menolak wanita secantik Rissa. Rissa pun menggeleng lemah sembari memegangi perutnya. "Bukan, Tan. Aku udah laper banget nih!" Wanita itu memilih jujur dibanding dituduh tidak sabar menunggu calon suaminya datang. Kenal saja tidak, bahkan ia belum mengatakan pendapatnya soal perjodohan itu. "Sabar ya, Rissa. Sebentar lagi anaknya Tante Sinta datang kok. Maklum kalau dia telat karena orang sibuk. Tunggu dia datang ya, baru kita makan sama-sama." Reina yang merupakan ibu dari Rissa menjawab, memberi pengertian pada sang putri sembari mengusap lengannya. "Aku tuh lapar, Bun. Dari siang aku belum makan." Wajah Rissa berubah cemberut dan ia mengusap permukaan perutnya lagi. "Loh kenapa kamu nggak makan siang? Kamu mau sakit?" tanya Reina yang kesal jika Rissa melupakan makan siang karena terlalu sibuk. Ia sangat khawatir jika putrinya itu jatuh sakit karena sering mengabaikan waktu makan, sedangkan Rissa tinggal di kost-an seorang diri. "Dari siang aku sibuk kerja dan selesai kerja nggak ada waktu buat makan karena kan disuruh Bunda datang ke restoran ini. Aku kira datang bisa langsung makan, eh taunya harus nunggu juga! Mana lama banget lagi datangnya, harus nunggu berapa lama lagi coba?" "Lagian bos kamu itu aneh banget sih, masa hari Sabtu gini masih aja kerja!" celetuk Reina menatap Rissa yang sudah terlanjur kesal. "Di mana-mana bos itu aneh, nggak punya hati, nyebelin, aku aja kesel karena hari libur masih suka disuruh urus kerjaan, temenin bosku meetinglah, ketemu klien di luar kotalah, bahkan ke lapangan buat mantau proyek! Untung aja nih aku diizinin pulang selesai temenin dia meeting siang tadi, kalau nggak sore ini aku diminta temenin dia juga ketemu orang penting, katanya sih presiden direktur dari perusahaan pusat!" "Sabar ya, Sayang. Jangan ngambek gitu dong, nanti cepet tua loh!" "Ya aku kesel, Bun." "Sabar ya, yang penting kan kerja jadi sekretaris CEO gajinya besar, bonusnya juga nggak main-main, terus kemarin kamu juga sempat cerita kan ke Bunda kalau bakal dapat fasilitas dari perusahaan, kayak mobil dan apartemen. Enak loh itu!" "Iya sih enak, tapi ya itu, aku bakal jarang pulang ke rumah ketemu Bunda sama Ayah!" ucap Rissa sembari mengerucutkan bibir. Di tengah pembicaraan itu, pintu ruangan pun terbuka setelah seseorang mengetuknya. Putra dari Sinta dan Wendi melangkah masuk seraya tersenyum ramah menyapa sahabat orang tuanya, yaitu Reina dan Sandi yang pernah bertemu dengannya sekali, sewaktu sang ibu mengadakan acara arisan di rumah. "Selamat malam, Ayah, Ibu, Tante Reina, Om Sandi." Semua orang seketika menoleh ke arah pria yang baru datang dan dengan ramah menyapa mereka semuanya. Sementara Rissa belakangan menoleh karena penasaran ingin tahu siapa pria yang akan dijodohkan dengannya, dan ia merasa seperti tidak asing mendengar suara pria itu. "Ah, Kevin! Akhirnya kamu datang juga! Ayo sini duduk, calon istrimu udah lapar pengen makan!" ucap Sinta seraya bangkit dari duduknya. Dahi Rissa seketika mengernyit melihat sosok Kevin yang baru datang dan jantungnya seketika berdetak tak karuan saat menyadari jika pria yang hendak dijodohkan dengannya adalah Kevin, bosnya. "Pak Kevin?" "Kamu?" Kevin pun terkejut melihat Rissa, wanita yang baru satu bulan menjadi sekretarisnya di perusahaan, dan kini berada di ruangan tersebut bersama orang tuanya. Rissa pun segera berdiri dengan raut keterkejutannya. Kevin dan Rissa saling pandang dengan mata yang membesar, keduanya sama-sama tidak menyangka bahwa orang tua mereka akan menjodohkan mereka dengan orang yang dikenal. "Ternyata kalian udah saling kenal? Wah bagus dong!" ucap Reina yang tampak antusias dan semakin yakin jika kali ini sang putri tidak akan menolak perjodohan yang sudah lama mereka rencanakan ini. "Kevin, ayo sini duduk. Ayo kita makan sambil cerita gimana kalian bisa saling kenal? Ibu kira kalian belum kenal satu sama lain, makanya mau diketemuin malam ini!" pinta Sinta yang langsung memeluk putranya begitu tiba di hadapannya. Tidak lupa Kevin juga memeluk ayahnya. Lalu ia menyalami Reina dan Sandi, orang tua Rissa. Kini Kevin duduk berseberangan dengan Rissa. Dadanya berdebar cukup keras dan ia khawatir debaran itu dapat terdengar oleh sekretarisnya yang tampak tak nyaman, hingga ragu untuk menatapnya. "Rissa, cerita dong. Kok kamu bisa kenal Nak Kevin? Jadi dia loh anaknya Tante Sinta dan Om Wendi yang mau kita jodohin sama kamu. Ganteng kan orangnya, kali ini pasti kamu nggak akan nolak, kan?!" Reina yang duduk di sebelah Rissa bertanya dengan berbisik, tetapi tetap saja bisikannya masih terdengar oleh orang tua Kevin. "Dia bos aku, Bun," jawab Rissa lemah tak bertenaga. Sontak Reina dan Sandi terkejut mendengar jika Kevin adalah bos yang sempat dibicarakan oleh putrinya. Mereka tak menyangka jika Kevin kini telah naik jabatan dan menjadi seorang CEO karena baik Sinta dan Wendi sama sekali tidak menyombongkan status putranya yang ternyata derajatnya sudah naik. "Serius? Dia Kevin CEO yang tadi kamu ceritain ke kita?" tanya Reina berusaha memastikan. Dengan ragu, Rissa pun menganggukkan kepala. Sementara alis Kevin saling bertaut, terkejut mengetahui dirinya sempat dibicarakan oleh Rissa. Namun, walaupun penasaran ia tidak mungkin bertanya dan akhirnya memilih untuk memendam rasa penasarannya. "Iya, Bun, Pak Kevin adalah bos Rissa." Sinta terdengar menghela napas lega karena keduanya sudah saling mengenal, bahkan bekerja satu kantor, menjadi CEO dan sekretaris. Ia pun merasa inilah saat yang tepat untuk membahas hal serius agar putranya yang sudah berumur matang untuk menikah itu segera mengambil keputusan. "Ah, kebetulan sekali, karena kalian udah kenal dan kerja bareng, gimana kalau kita langsung cari tanggal yang cocok aja?" tanya Sinta yang membuat Kevin dan Rissa menatap wanita paruh baya itu dengan raut terkejut. "Tanggal buat apa, Tante?" tanya Rissa yang terdengar gugup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD