Sesampainya di kosan Rissa, Kevin memarkirkan mobilnya tepat di depan bangunan kosan berlantai satu tersebut.
"Pak, makasih ya udah antar saya pulang. Maaf saya jadi repotin Bapak," ucap Rissa berbasa-basi sebelum beranjak pergi.
"Nggak ngerepotin kok, Rissa. Kebetulan apartemen saya juga bisa lewat sini."
"Kalau gitu saya pamit ya, Pak. Sekali lagi makasih."
Sebelum Rissa turun dari mobil, Kevin terpaksa mencekal pergelangan tangan wanita itu.
"Ada apa, Pak?" tanya Rissa yang seketika kembali ke posisi duduknya semula.
"Kamu hati-hati ya."
"Kok saya yang hati-hati sih? Saya kan udah sampai di kosan, yang seharusnya hati-hati itu Bapak, karena Bapak masih di perjalanan belum sampai apartemen." Rissa bingung dan coba menahan senyuman, menganggap Kevin sedang tidak fokus karena pria itu tidak perlu mengingatkannya untuk berhati-hati sementara ia sudah tiba di depan tempat tinggalnya.
"Maksud saya, kamu hati-hati sama Alex."
"Bapak kenapa? Khawatir?" tanyanya dengan alis yang saling bertaut.
Kevin mengangguk jujur. Ia tak mampu menutupi kecemasannya saat ini.
"Iya, Rissa. Entah kenapa perasaan saya nggak enak."
"Kenapa begitu? Lagian Bapak nggak usah khawatir sama saya."
"Saya khawatir Alex ngapa-ngapain kamu."
"Maksud Bapak apa?"
"Sebenarnya saya mau ngasih tau soal kejadian malam itu. Saya lihat Alex—" Kevin yang hendak menjelaskan, seketika perkataannya terpotong karena tiba-tiba saja Alex keluar dari pintu kos Rissa dan langsung berjalan menghampiri mobil Kevin yang terparkir.
"Sayang, kenapa kamu nggak turun?" tanya Alex seraya mengetuk kaca mobil di sisi Rissa.
"Pak, saya turun dulu ya. Udah disamperin sama Alex," ucap Rissa yang kemudian membuka pintu dan turun dari mobil.
Kevin tak bisa menahan Rissa, membiarkan wanita itu menemui Alex. Bahkan ia melihat Rissa berpelukan dengan pria itu. Entah mengapa hatinya merasakan getar perih melihat adegan tersebut di depan mata.
"Maaf ya aku udah nuduh kamu selingkuh sama atasanmu," ucap Alex setelah mereka berpelukan. Ia berucap sambil mengusap pipi Rissa.
"Nggak apa-apa, lain kali jangan mikir gitu lagi ya. Kamu bikin aku kesel tau, bisa-bisanya aku dituduh selingkuh, padahal selama satu bulan ini aku tuh sibuk, benar-benar kerja keras karena sekarang jadi sekretaris CEO!" balas Rissa seraya menunjukkan wajah cemberutnya.
"Sekali lagi maaf ya, Sayang, aku janji nggak akan mikir gitu lagi." Sekali lagi Alex meminta maaf lalu mendaratkan kecupan mesra di pipi Rissa hingga akhirnya wanita itu tersenyum.
Melihat itu Kevin mengumpat kesal pada Alex yang terlihat sok manis dan sok baik pada Rissa. Entah mengapa insting Kevin seakan mengatakan jika kedatangan Alex malam itu karena memiliki niat jahat pada Rissa. Namun, dengan cepat ia mengusir perasaan itu dan berusaha untuk tidak mengkhawatirkan hal yang bukan urusannya walau hatinya sempat terusik.
"Masuk yuk, aku tadi bawa cemilan buat kita nonton!" ajak Alex seraya merangkul bahu kekasihnya.
"Memangnya kita mau nonton film apa?"
"The Marvels!"
"Ah ya, pasti seru deh filmnya. Udah dari bulan lalu ya kita ngerencanain nonton The Marvels tapi belum jadi-jadi. Kamu sih nggak bilang mau ngajak aku nonton malam ini, kalau aku tau kan aku nggak akan makan banyak di luar tadi, biar kita bisa sekalian makan malam bareng."
"Nggak apa-apa. Aku mau kasih surprise buat kamu dan aku sengaja ajak kamu nonton malam ini biar kita bisa malam mingguan, kebetulan kamu besok libur. Kalau aku ajak kamu nginep di apartemen kan kamu nggak akan mau, jadi aku aja yang ke sini samperin kamu!" jawab Alex begitu keduanya masuk ke dalam kosan Rissa yang bersih, luas, dan nyaman.
Rissa memang sengaja tinggal di kos exclusive karena ia memang menyukai kebersihan dan tidak suka tempat tinggal yang terlalu ramai. Alex sering datang berkunjung ke kosan Rissa, bahkan pria itu memiliki kunci cadangan kamar kos kekasihnya. Rissa juga lebih nyaman jika mereka berada di kosannya ketimbang menghabiskan waktu di apartemen Alex karena pria itu pernah hampir kebablasan, sementara Rissa tidak ingin mereka berhubungan kelewat batas demi menjaga kepercayaan orang tuanya, maka dari itu ia sangat membatasi diri.
"Oh ya, ngomong-ngomong kamu sama orang tuamu ngomongin apa aja selama makan malam? Mereka udah setuju belum sama hubungan kita?" Alex bertanya saat Rissa yang sempat mencuci tangan dan kaki begitu sampai di kosan mulai duduk di sofa, tepat di sebelah Alex yang langsung merangkul tubuh kekasihnya.
"Sayang, kayaknya bakal susah banget deh dapetin restu dari ayah dan bundaku buat hubungan kita. Maaf ya, aku udah berusaha meyakinkan orang tuaku, tapi mereka masih keras sama keputusannya, nggak mau kasih kamu kesempatan, padahal aku udah bilang kalau kamu itu adalah yang terbaik buat aku." Rissa hanya menceritakan bagian itu, ia memilih untuk tidak memberitahu Alex soal perjodohan yang diusung orang tuanya yang ingin menikahkannya dengan Kevin, takut melukai perasaan sang kekasih.
"Makanya apa kubilang, cuma itu satu-satunya cara biar ayah dan bunda kamu setuju sama hubungan kita dan mau kasih kita restu buat nikah."
"Maksudnya?"
"Kamu ingat nggak apa yang pernah aku bahas waktu itu?"
"Apa?"
"Ah, kamu waktu itu mabuk ya makanya nggak notice kata-kataku." Alex tampak gusar mengusap wajahnya karena baru teringat malam itu Rissa terlalu mabuk saat ia mengatakan rencananya agar orang tua Rissa merestui hubungan mereka.
"Memangnya kamu ngomong apa?"
"Aku bilang kalau aku tau caranya biar orang tuamu nggak menentang hubungan kita lagi. Caranya adalah aku hamilin kamu, dengan begitu mereka restuin kita buat nikah."
Seketika mata Rissa membulat, ia terkejut bukan main mendengar perkataan sang kekasih yang memiliki niat sepicik itu demi mendapatkan restu dari orang tuanya dengan cara yang kotor.
"Astaga, Sayang! Aku nggak mau ya kayak gitu!" Rissa menolak dengan tegas, ia tidak menyangka Alex sampai hati memiliki niat licik seperti itu.
"Ayolah Sayang, katanya kamu cinta sama aku, dan katanya kamu mau kita nikah, jadi ya udah kita ambil jalan pintas aja biar bisa secepatnya nikah!" bujuk Alex yang mulai merayu Rissa agar mau tidur dengannya.
Jujur saja Alex mulai kelelahan menjalani hubungan dengan Rissa yang selalu menolak setiap kali disentuh olehnya hanya karena alasan ingin melakukan hubungan suami–istri setelah mereka resmi menikah. Sementara hubungan mereka saja ditentang oleh orang tua Rissa.
Rissa mengerjapkan mata, ia sempat terbuai akan sentuhan Alex yang tangannya mulai mengusap pipinya, lalu turun ke leher, dan terakhir menyentuh gunung kembarnya yang sintal, bahkan kini mulai meremasnya.