Disukai Atasan.

1526 Words
"Ayo, An. Kita telat." Aku dijemput Mas Damar untuk pergi ke pengadilan. Laki laki itu masih saja bersikap baik padaku, meski aku telah mengecekannya. Dia menjemputku dengan alasan tidak mau menungguku lama. Dia datang ke kontrakan ku dengan membawakan aku sarapan. Aku sudah ijin pada pihak kantor, dan mereka sangat luar biasa sekali. Mereka mengijinkan ku. AKu pun sambil berada di mobil. AKu membawa lapton dan mengerjakan pekerjaan ku itu. "Kamu diterima kerja di mana an?" Tanya Mas Damar padaku. Aku menoleh dan tersenyum tipis padanya. Dia lelaki hebat dan juga baik hati. AKu yakin sekali kalau Mas Damar akan menemukan perempuan yang sebaik dirinya. "Di kantor dekat dari sini." jawabku. "Oh, kantor baru ya?" tanya nya lagi. Dia sedang menyetir, dan kami akan pergi ke pengadilan agama. "Oh, masih baru makanya mereka mengijinkan kamu pergi. Berapa gajihnya di sana? apakah cukup untuk kamu dan juga mengurus kehamilan mu?" tanya nya. "Cukup mas," Dia terdiam selama beberapa saat. "Kalau enggak cukup, kamu segera hubungi saya. " "Tidak, mas. Terima kasih." "An. Aku tahu, aku tega karena telah melepaskan kamu. Tapi aku memang tidak bisa melibatkan diriku pada sesuatu yang merupakan bukan milikku. AKu sungguh minta maaf, an. AKu minta maaf, karena malam itu aku kasar padamu." "Mas ... ini bukan salah mas. Ini salahku. Kalau aku tidak menemui laki laki itu, maka aku mungkin tidak akan menjadi seperti ini." "Lalu bagaimana? apakah laki laki itu mau bertanggung jawab?" "Tidak. Dia ... menolaknya." "APA!" Mas Damar menginjak rem. Dam aku sungguh kaget dibuatnya. "Laki laki brengsek itu!" "Sudah mas. Jangan dipikirkan. Ini bukan urusan mas." "Tapi an ... bagaimana kamu akan membesarkan anak itu sendirian? memangnya kamu pikir punya anak itu mudah?" "Aku sedang kerja mas. Ini baru satu bulan. Aku masih punya waktu delapan bulan sampai anaku lahir. Dan sampai waktu itu, aku bisa menabung untuk menunggunya." Aku akan menabung dan mengirit. Aku rasa, aku bisa menjaganya. Aku pasti bisa mengambil cuti, karena peraturannya cuti boleh diambil setelah aku selesai masa kontrak tiga bulan. Aku akan mengambil cuti hamil dan menjaga anaku selama tiga bulan. Setelah itu akan kembali kerja. Namun jika aku tidak bisa cuti di sana, maka aku akan mencari pekerjaan yang lain saja. Tidak apa apa, semuanya pasti akan baik baik saja. Ini adalah amanat dari Tuhan meski jalannya yang salah. Tuhan tahun tahu kalau aku ini bisa dan aku ini tangguh. Sehingga Tuhan memberikan tanggung jawab ini padaku. "Aku akan membantumu, an." "Tidak, mas. Jangan pernah lakukan itu." "Aku tidak bisa melihatmu seperti itu." Lalu kenapa kamu menceraikan ku mas. Kenapa kamu tidak menjagaku saja, dan mengakui anak ini milik mu. Kalau memang kamu mau menjagaku. Tapi kamu menceraikan ku dan membuat semua orang tahu tentang masalah ini. Tidak! ini semua bukan salah nya. Tapi ini adalah salaku. AKu seharusnya tidak menyalahkan Mas Damar. Dia jelas jelas tidak memiliki kesalahan apapun di sini. Mengakhiri pernikahan ini adalah hak nya. Mas Damar boleh memilih perempuan mana yang ingin ia nikahi dan yang ingin ia tinggalkan. "Tidak, mas. Apa yang mas lakukan itu sudah benar. Tolong jangan menyesal. " Aku dan mas Damar pun resmi bercerai. Dan saat ini kami berada di restoran untuk makan siang. Aku sambil membawa laptoku karena aku harus bekerja. Meski tidak masuk, aku ingin kerjaan ku tidak menumpuk. Baiknya pihak kantorku karena mau mengirimkan semua pekerjaan ku melewati imel. Ah, di mana ada kesusahan memang akan selalu ada kemudahan. Tuhan tidak mengabaikan ku, karena nyatanya aku bertemu dengan orang orang baik seperti orang orang yang ada di kantorku dan juga mas Damar. *** IBU {An, kata damar, kalian bercerai. Kenapa an? apa ada masalah? kenapa kalian langsung bercerai dan tidak berkonsultasi dulu pada kami?} Aku sungguh tidak mungkin mengatakan ini pada ibuku. Aku tidak mau ibuku stres memikirkannya. Tapi aku juga bingung bagaimana cara menghindarinya karena aku yakin sekali cepat atau lambat kedua orang tuaku akan mengetahui ini. Me {Bu, maafin anita. Nanti aku pasti akan menceritakannya pada ibu dan ayah. Aku mohon kalian jangan cemas. Anita di sini baik baik saja. Anita kerja di kantor. Anita ingin melupakan semuanya dan anita mohon ibu jangan cari anita. Anita mohon dengan sangat. Ibu doakan saja semoga anita baik baik saja di sini. } Ibu {Kenapa ibu tidak boleh tahu bagaimana keadaan anak ibu? kenapa ibu enggak boleh mencari keberadaan anak ibu? ME. {karena ibu akan sangat membenci anita, kalau ibu tahu masalah ini. ibu ... biarkan anita menanggung semuanya. Ibu tenang saja di sana. Akan anita kabari nanti kalau anita sudah siap.} AKu segera mengganti nomor ku dengan nomor yang baru. Aku tidak mau diganggu oleh siapapun. Aku juga enggak mau Mas Damar kembali menghubungiku. Aku ingin hidup bahagia dan fokus pada anaku saja. "An, bagaimana? apakah perceraian mu dengan suami mu sudah selesai?" Tanya Mbak Wela padaku. Aku memang bercerita padanya tentang kehamilanku dan juga tentang pernikahan ku yang kandas dengan Mas Damar. Aku sudah merasa bahwa Mbak Wela ini juga memang terbuka padaku. ternyata Mbak Wela pun sedang hamil sendirian karena lelaki kekasihnya itu tidak bertanggung jawab. Bedanya aku dengan mbak wela, karena dia melakukan itu atas dasar suka sama suka. Sedangkan aku memang dilecehkan oleh lelaki brengsek itu! aku sungguh mengutuknya. Sampai nyawa ini berakhir pun, aku tidak akan pernah membiarkan laki laki itu menyentuh anaku. Tidak akan pernah. "Sudah selesai mbak. " jawabku. Saat ini aku sedang berada di kubikelku. Mbak Wela datang ke sini, hanya karena ingin mengetahui bagaimana informasi terbaru tentang kehidupanku ini. "Syukurlah. mari kita saling mendukung, ya an. Pokonya kita pasti bisa. Dan kita akan saling menjaga. Kapan kamu akan cek ke rumah sakit? kalau kita cek bareng gimana?" tanya mbak Wela. "Mmm ... boleh. Bagaimana kalau sepulang kerja, kita pergi ke rumah sakitnya?" "Boleh. Sambil nyari rujak ya." kekehnya. "Siap siap." Aku mengacungkan jempolku padanya. "Beli rujak?" Pak Laksmana adalah manager bagian keuangan yang ada di kantor kami. Dia sepertinya mendengarkan obrolanku dengan mbak wela. Pak Laksmana ini sangat tampan. Usianya 30 tahun, dan dia masih single. Aku enggak tahu apa yang menyebabkan laki laki sukses itu masih betah menjomblo di usianya yang sudah mapan itu. Mbak Wela selalu berbisik padaku, bahwa ia ingin wajah anaknya seperti Pak Laksmana, karena laki laki itu, katanya sangat tampan persis seperti laki laki Palestina. "Ah, pak mana mah suka ikut campur aja." ledek mbak wela. Beliau dan Pak Mana memang sudah terlihat akrab. Mungkin karena mereka sudah lama saling kenal. Namun kata mbak Wela, dia enggak tertarik pada Pak Laksamana. Alasannya karena mbak Wela yakin sekali, bahwa Pak Laksmana tidak mungkin tertarik padanya. "Iya, saya denger rujak. Emangnya siapa di sini yang mau rujak? Anita suka rujak?" Pak Laksmana menoleh padaku. Dia memang agak perhatian ketika kali pertama bertemu dengannya pun. Mbak Wela selalu meledeku, kalau pak Laksmana tertarik padaku. Tidak tahu saja, kalau aku ini sedang hamil. Dan Pak Laksmana mungkin akan langsung meninggalkan ku kalau tahu aku ini sedang hamil. Mana ada laki laki yang mau menikahi seorang perempuan yang sedang hamilkan? contohnya Damar dan Angkasa. Mereka menjauhiku hanya karena aku sedang hamil. Maka aku yakin sekali, Pak Laksmana pun akan melakukan itu. "Iya, kami berdua mau beli rujak. Pak mana enggak usah ikut ikutan." Mbak Wela pergi ke ruangannya, sedangkan aku kembali duduk di kubikelku. Pak Laksmana menghampiriku. "Kamu mau rujak? kalau mau, nanti istirahat akan saya belikan." Tentu saja hal itu, membuatku mengerjap bingung. "Oh, jangan pak. Saya dan mbak wela nanti sore--" "Oh, boleh boleh! pak laksmana. sekalian saja belikan saya juga!" Mbak Wela ini, sungguh sungguh membuatku malu. Ku lihat Pak Laksmana menggeleng geli pada kelakuannya mbak wela itu. "Baiklah, nanti istirahat akan saya belikan." kemudian laki laki tampan bak lelaki pejuang palestina pun pergi ke ruangannya. Mbak Wela terkekeh dan memegang bahuku. "Sepertinya dia memang tertarik berat sama kamu an. Kamu cantik sih." ujarnya. Aku terkekeh pelan. "Jangan meledeku mbak. Mana ada laki laki tertarik pada perempuan hamil." ujarku. "Lah, memangnya kenapa? kamu hamil juga manusia. Kalau kamu siluman, barulah dia harus takut padamu." "Ayolah, mbak. Jangan sampai ada gosip." pintaku. "Kamu tenang saja. Pak Mana itu memang baik. Tapi dia enggak pernah sebaik itu, seperti baik padamu. Ana, rizki itu memang enggak akan pergi ke mana. Meski kamu harus bercerai dengan Damar, atau meski kamu harus disakiti oleh mantan kamu itu. Tapi kalau Tuhan memang menuliskan mu untuk bahagia, maka kamu pasti akan hidup bahagia. Percaya lah. Kalau memang kebahagiaan itu milik mu, Maka kamu akan mengalaminya." "Mbak ... tapi sudah jelas, kalau pak mana itu tidak mungkin mau menerimaku. Mungkin saja saat ini, dia memang tertarik padaku. Tapi aku yakin sekali. Beliau akan meninggalkan ku setelah tahu aku sedang hamil anak orang lain." "Kita lihat saja nanti ok." Dan aku tidak akan berharap pada siapapun lagi. Terutama pada seorang laki laki. Istirahat tiba, pak Laksmana memang membelikan ku rujak dan mbak Wela. Dia menghampiriku ke kubikelku dan memberikan rujak itu. Aku menerima dengan senyuman semringah dan juga cuitan godaan dari anak anak yang berada di ruangan ku. "Kalian jangan berisik. Nanti anita jadi enggak mau makan rujaknya." ujar Pak Laksmana. Aku menunduk malu, dan sesungguhnya aku sangat tidak nyaman dengan ini. Pak Laksmana itu seorang lelaki mapan dan juga tampan. Mana boleh ia tertarik padaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD