Episode 1: Menuntut Penjelasan

2178 Words
Sembari keluar dari kamar hotel aku terus merutuki kebodohanku yang tanpa sadar sudah tidur dengan orang yang tidak ku kenal. Untung saja dia terlihat seperti laki-laki baik, jika tidak bisa jadi aku sudah dimangsa olehnya. "Arron kau dimana?" "Ehmn." Suara erangan perempuan yang terdengar jelas dari ponsel Arron membuatku langsung berteriak. Apa semalam Arron tidur dengan perempuan? Jangan-jangan Arron sama mabuknya denganku? "Arron kau tidur dengan siapa?" "Kecilkan suaramu Raya, telingaku bisa tuli mendengar teriakanmu." "Jawab aku kau tidur dengan siapa?" "Di dia dia pembantuku. Iya dia pembantuku yang kebetulan lewat sambil menguap sembarangan. Jangan salah paham Raya." "Jangan bohong. Kau dimana?" "Aku di rumah, kalau kau tidak percaya kau datang saja kesini." "Lalu dimana Grisella? Apa semalam kalian sengaja menelantarkanku?" "Ya tuhan Raya apa kau baik-baik saja? Semalam aku mabuk. Aku bahkan tidak mengingat dengan pasti apa yang sebenarnya terjadi. Grisella bahkan lebih mabuk dariku, memangnya apa yang terjadi?" "Nanti aku cerita. Sekarang aku menuju kerumahmu. Kau benar-benar dirumahkan?" "Te tentu saja. Aku akan menunggumu." Segera kuputuskan sambungan telpon dan bergegas ke rumah Arron. Jangan harap aku akan membayar tagihan kamar hotel seperti yang laki-laki itu mau. Aku yakin dia orang kaya hingga memilih hotel mewah seperti ini untuk menginap. Jadi tidak apa-apakan kalau aku pergi begitu saja? Aku mengangguk mantap sembari keluar dari hotel tersebut. Sesampainya di rumah Arron ternyata laki-laki itu tidak ada di rumah. Bahkan saat ku tanyakan pada pembantunya, mereka bilang sejak kemarin Arron belum pulang. Sial dia membohongiku. "Nak Raya tidak mau menunggu Arron dulu? Eh bukanya kemarin Arron bilang mau menjemput kamu dan Grisella. Apa kalian tidak bertemu?" Ibu Arron menghampiriku sambil menyodorkan beberapa makanan ringan. "Semalam kami memang bersama tante, tapi entah bagaimana kami akhirnya berpisah. Makanya pagi ini Raya mau menemui Arron dan menuntut penjelasan darinya." "Kalau begitu nak Raya tunggu saja Arron dikamarnya. Tente yakin Arron akan segera pulang." Aku langsung bergegas ke kamar Arron setelah pamit pada ibunya. Kemana laki-laki itu pergi? Lalu kenapa dia berbohong? Apa semalam Arron tidur dengan wanita penghibur? Bukankah banyak wanita yang mengelilingi Arron di club tadi malam? Sebenarnya apa yang terjadi pada kami bertiga? Kenapa kami bisa sama-sama mabuk. Biasanya Arron tidak pernah mabuk dan membiarkan kami berdua mabuk tapi tetap dalam pengawasanya. Kali ini pasti ada yang tidak beres. Setelah cukup lama menunggu akhirnya Arron datang. Dia terlihat ngos-ngosan saat membuka pintu kamarnya. "Kau dari mana?" "A aku, maaf tadi aku sengaja membohongimu." "Kau dari mana Arron?" Dengan tidak sabar aku kembali bertanya pada Arron. Aku yakin semalam dia benar-benar tidur dengan seseorang. Sial. Kenapa malam perayaan kelulusan kami malah berakhir seperti ini? "Aku tertidur di hotel bersama seorang wanita yang tidak ku kenal. Puas." Arron melangkah masuk ke kamarnya dengan wajah kusut seperti kurang tidur. Seperti dugaanku. Arron tidak pandai berbohong, aku yakin dia pasti sudah menghabiskan malam panjang bersama wanita yang dikatakanya tadi. Tapi Arron bukan tipe laki-laki yang suka meniduri sembarang wanita. "Itu bukan dirimu Arron. Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi pada kita bertiga? Bagaimana keadaan Grisella? Coba kau hubungi dia." "Grisella akan datang sebentar lagi Raya. Diamlah aku ingin tidur. Aku lelah." "Arron jawab dulu pertanyaanku. Apa yang sebenarnya terjadi pada kita bertiga? Apa Grisella baik-baik saja?" Arron yang semula sudah membaringkan tubuhnya, kini kembali duduk sambil menatapku dengan gelisah. Sepertinya dia juga tidak tau apa yang sebenarnya sudah terjadi. Mungkin Grisella mengetahui sesuatu, aku akan menunggunya. Aku, Grisella, dan Arron. Kami bertiga berteman dekat sejak sama-sama kuliah di universitas yang sama dan tentu saja di fakultas yang sama. Kami bahkan menyelesaikan study S1 Akutansi dalam waktu yang bersamaan di Universitas ternama di kota Jakarta. Semalam kami bertiga pergi ke club untuk merayakan kelulusan kami. Sialnya kami malah kelepasan dan berakhir tidur dengan orang-orang yang tidak kami kenal. Sial. Bagaimana mungkin aku dan Arron tidak mengingat apa-apa? Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Grisella sampai dengan wajah yang sama kusutnya seperti Arron. Sudah bisa kupastikan Grisella juga mengalami malam yang buruk. "Bagaimana keadaanmu Gris. Apa kau baik-baik saja?" "A aku aku baik-baik saja. Aku pulang ke rumah dengan selamat." "Bagaimana bisa? Kenapa kau tidak menyeretku dan Arron ikut bersamamu?" "Kau gila. Aku sendiri tidak tau apa yang sedang terjadi. Semalam aku hampir diperkosa oleh lelaki hidung belang. Untunglah kakakku datang dan menyeretku pulang. Aku mabuk Raya, aku bahkan tidak tau apa yang sudah terjadi padaku selama aku mabuk." "Maaf aku juga mengalami malam yang sulit Gris. Sudahlah untung saja tidak terjadi apa-apa pada kita. Lain kali kita tidak usah pergi ke club lagi." Grisella mengangguk mantap sambil menatap Arron yang sejak tadi hanya diam. Mereka berdua saling tatap cukup lama. Sebenarnya hal seperti ini setiap saat sering terjadi, tapi kali ini tatapan Grisella pada Arron tampak berbeda. Apa mereka berdua menyembunyikan sesuatu dariku? Atau jangan-jangan mereka semalam malah berakhir tidur bersama? Lalu apa sekarang Grisella sedang berbohong? Aku tidak ingin bertanya. Jika memang itu yang terjadi dan mereka memilih merahasiakan semuanya dariku maka aku harus menghormati keputusan mereka. "Aku senang kalian berdua baik-baik saja. Aku juga baik-baik saja. Untunglah semalam ada laki-laki baik yang menolongku dan mengantarku pulang. Kalau begitu aku pulang dulu. Ingat, lain kali tidak ada acara pergi ke club malam seperti itu lagi." Aku menatap kedua sahabatku itu dengan tatapan memberi peringatan sebelum akhirnya pergi meninggalkan mereka berdua. Arron melepas kepergianku dengan tatapan penyesalan yang sama sekali tidak bisa kumengerti apa maksutnya. Sebenarnya persahabatan kami bertiga cukup rapuh. Aku tau Grisella diam-diam menyukai Arron. Arron secara terang-terangan malah menunjukan kalau dia menyukaiku. Sudah sejak lama kami bertiga berteman dalam ketidaknyamanan seperti itu. Tapi kami berhasil bertahan sampai pada akhirnya kami dinyatakan lulus dan siap masuk dunia kerja. *** Sesampainya di apartement tempat tinggalku, aku langsung memaksa otakku mengingat kembali apa yang sebenarnya terjadi tadi malam. Kami pergi ke club, lalu memesan beberapa botol minuman keras, lalu aku mulai mabuk, lalu aku kepanasan dan pergi ke toilet, lalu ada laki-laki yang mencoba berbuat kurang ajar padaku, lalu ... Sial aku tidak ingat apa-apa lagi. Apa setelah itu laki-laki semalam menyelamatkanku? Tapi mengapa dia membawaku ke sebuah hotel? Atau jangan-jangan aku yang sudah macam-macam padanya? Bukankah semalam tubuhku mengalami reaksi yang sangat aneh? Kepanasan sekaligus ada keinginan untuk disentuh oleh laki-laki. Tidak tidak. Itu pasti reaksi alami yang dialami oleh tubuh saat mabuk. Bukankah aku sudah sering mengalaminya? Ini bukan kali pertama aku mencicipi minuman mengerikan itu. Setelah ini aku janji tidak akan main-main lagi dengan minuman laknat tersebut. Ternyata tubuhku sangat lemah terhadap reaksi alkohol. Lupakan soal kejadian semalam. Bukankah tidak terjadi apa-apa padaku? Saat ini aku harus fokus pada tujuan utamaku. Aku harus bekerja di perusahaan yang sama dengan laki-laki yang begitu kucintai. Sekarang memang masih cinta bertepuk sebelah tangan sih, tapi seiring waktu ku harap laki-laki itu akan berbalik mencintaiku. Dia Alvino Anuggrah, laki-laki yang berhasil mencuri hatiku sejak masuk dunia perkuliahan. Dia satu tingkat diatas kami, dia juga berada di jurusan akutansi sama seperti kami. Sejak bertemu Vino duniaku jadi lebih berwarna. Berkat dia aku jadi semakin giat belajar demi bisa mendapatkan nilai yang memuaskan dan diterima di perusahaan tempat dimana Vino bekerja. Kata orang jodoh itu tak kan ke mana. Benar saja. Baru beberapa minggu setelah tamat kuliah, perusahaan dimana Vino bekerja membuka lowongan besar-besaran untuk bagian manajemen dan pemasaran. Tentu saja aku langsung bergerak cepat dan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Butuh usaha dan kerja keras yang luar biasa untuk bisa mengejar Vino sampai ke perusahaan tempat dimana dia bekerja. Besok bagaimanapun caranya aku harus mencari celah agar bisa menjadi salah satu orang yang terpilih jadi pekerja tetap di perusahaan tersebut. *** Aku mulai bosan menunggu giliranku di panggil. Ya hari ini adalah hari interview calon pegawai baru perusahaan jasa terbesar di Jakarta yang bergerak dalam bidang penjualan online segala macam produk. Sekelas Tokopedia, Shopee, dan lainnya. Beberapa kali kurapikan riasanku di kamar mandi demi terlihat berkelas di depan petinggi perusahaan yang akan melakukan interview pada kami. "Noverlin, Raya Astia Ningrum, Dimas Wilantara." Yes akhirnya namaku di panggil. Sedikit gugup aku mulai mengikuti langkah dua orang sainganku yang terlihat sangat percaya diri. Sial jika seperti ini bisa-bisa aku kalah sebelum bersaing. Kami mulai duduk sesuai urutan pemanggilan nama. Sejak masuk ke ruangan interview aku selalu menundukan pandanganku, dan saat menatap satu persatu petinggi perusahaan yang akan menguji kami, mataku terbelalak tidak percaya. Dia? Bukankah dia yang kemarin malam tidur bersamaku? Bagaimana bisa? Laki-laki itu menatapku dengan tersenyum sinis. Nyaliku ciut. Dan sialnya saat interview sudah dimulai dia langsung bertanya padaku. "Nona Raya apa motivasi anda bergabung dalam perusahaan kami?" Aku gugup setengah mati ditatap begitu intens oleh laki-laki yang kemarin ku tinggalkan begitu saja di hotel. Apa lagi aku juga tidak membayar kamar hotel seperti yang dia perintahkan. Mampus. Bisa jadi dia akan menjadikan alasan tersebut untuk menolakku. Sial sial sial. "Aku aku sudah lama tertarik pada penjualan online yang bisa meraup keuntungan yang begitu besar dari pelangganya tanpa harus repot-repot menawarkan produk kita secara langsung. Apalagi perusahaan ini bekerja sama dengan brand ternama dan sudah diakui dunia. Karna itu aku ingin bergabung dan menjadi bagian dalam perusahaan jasa ini." Mereka pun manggut-manggut dengan jawabanku yang sudah pasti cuma jawaban yang biasa orang lain jawab saat ikut interview. Beda halnya dengan kedua pesaingku, mereka menjawab dengan lugas disertai pengalaman-pengalaman yang sudah mereka dapat di perusahaan tempat mereka bekerja sebelumnya. Disini aku mulai merasa terkucilkan. Aku yang baru lulus kuliah sama sekali tidak punya pengalaman khusus dalam bekerja. Apa lagi sejujurnya aku benci belanja online. Tau kan apa alasanya? Bukan sekali dua kali aku tertipu gambar yang tidak sesuai dengan realita. Tapi demi Vino aku belajar untuk menyukai perusahaan itu. Interview selesai begitu saja. Mereka bahkan tidak menanyakan apapun lagi padaku setelah mendengar pengalaman luar biasa yang diceritakan oleh kedua sainganku. Aku merasa kalah. Pupus sudah harapanku untuk bisa satu kantor dengan Vino. "Silahkan keluar dan tunggu pengumuman kami secara resmi di situs perusahaan." Aku berjalan gontai dengan wajah tertunduk. Sekilas ku toleh laki-laki yang kemarin memelukku mesra dalam tidurnya. Dia pun sedang menatapku dengan tatapan mengejek. Sial dia pasti senang karna aku tidak akan diterima di perusahaan ini. Saat berjalan di lobi perusahaan dengan maksut untuk segera pulang, saat itulah mataku menangkap sosok yang begitu ku rindukan. Vino sedang berjalan dengan Alya wanita yang sejak dulu selalu ada di sisi Vino. Mungkin seperti aku, Grisella, dan Arron tapi bisa jadi lebih dari itu. Kenapa hariku begitu sial. Aku bahkan sembunyi agar tidak dilihat oleh Vino. Aku terpaksa menghindar. Aku tidak mau Vino tau kalau aku gagal masuk ke perusahaan yang sama dengannya. Meskipun belum ada pengumuman resmi, tapi aku yakin laki-laki itu tidak akan meloloskanku mengingat keterbatasan ku dalam dunia kerja. "Kau sedang apa?" Sial. Aku segera berbalik dan melotot ke arah laki-laki brengsek itu yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangku. Karna tidak ingin ketahuan oleh Vino, aku segera berbalik dan menyembunyikan wajahku pada dada bidangnya. Laki-laki itu tampak terkejut dan ingin mendorongku, tapi aku langsung melingkarkan tanganku pada pinggangnya dan memeluk laki-laki itu erat. Semoga saja dia masih lajang, kalau dia sudah punya istri mau ditaruh dimana mukaku. Setelah yakin Vino sudah tidak ada, barulah kulepaskan pelukanku dari laki-laki itu yang kini sudah menatapku tajam dengan wajah marahnya. Saat menatap sekeliling barulah kusadari kalau kini kami jadi pusat perhatian beberapa karyawan yang kebetulan lewat. Wajarlah kalau laki-laki itu marah. "Maafkan aku." "Maafmu tidak akan mengubah kesalahpahaman yang sudah terjadi diantara kita." "Sungguh aku minta maaf." "Aku tidak peduli dengan maafmu. Kalau kau benar-benar merasa bersalah maka jelaskan pada mereka kalau kita tidak punya hubungan apa-apa. Aku tidak ingin nama baikku rusak karna dirimu." Nama baik? Apa dia setakut itu digosipkan punya hubungan dengan perempuan? Apa dia benar-benar sudah punya istri? Tapi tatapan senang dari beberapa karyawan dan sapaan menggoda yang mereka lontarkan pada kami barusan menjadi bukti kalau laki-laki itu masih lajang. Apa sebaiknya kugunakan kesempatan ini untuk mengancamnya ya? Bukankah dia begitu takut terlibat hubungan dengan seseorang? Tiba-tiba sebuah ide gila muncul dalam kepalaku. "Kenapa kau begitu malu? Bukankah kita pernah tid..." Belum sempat kuselesaikan ucapanku yang sengaja memang sedikit ku keraskan, laki-laki itu langsung menyeretku ke sebuah ruang kosong. Sekarang aku tau kelemahanya. Mengetahui itu aku langsung tersenyum senang. "Jaga mulutmu nona. Kau tidak tau apa jabatanku di perusahaan ini. Jangan coba-coba menjatuhkan imageku dengan ucapan konyolmu." "Apa yang salah dengan ucapanku? Bukankah memang kenyataanya begitu? Atau kau malu karna pernah memelukku erat saat kita tid..." "Diam." "Apa sebaiknya kuceritakan pada mereka kalau kita pernah..." "Sudah kubilang diam Raya." "Waw kau masih mengingat namaku dengan baik. Kupikir kau akan melupakan teman tidurmu ini." Laki-laki itu langsung mengacak rambutnya frustasi mendengar kata tidur keluar begitu lancar dari mulutku. Ternyata tidak semua kesialan berakhir tragis, nyatanya kesialanku malah akan berbuah manis. "Bagaimana kalau kuceritakan pada beberapa karyawan diluar sana kalau kita pernah ti..." "Kau mau mati? Apa sebenarnya maumu?" Aku langsung memasang wajah memelas sambil mengatupkan kedua tanganku didepan dada. Ini adalah kesempatan terakhirku untuk diterima, untuk itu aku harus benar-benar terlihat sedang membutuhkan pekerjaan. "Tolong luluskan aku bekerja di perusahaan ini, kumohon." Laki-laki itu langsung menatapku tajam. Aku menunduk sambil memperhatikan sepatuku. Maafkan aku menggunakan cara ini, tapi aku benar-benar tidak punya pilihan. To be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD