Pagi yang Buruk

1211 Words
Dua hari telah berlalu sejak Anisa menginap di apartemen Zidan. Wanita itu mengurung dirinya di dalam kamar, meminta sahabatnya hanya menerima kunjungan Daniel saja. Selebihnya ia tak mau menanggapi, termasuk jika Andrean datang dengan alasan ingin melihat kondisi wanita itu. Beruntung selama dua hari kemarin, kekasih dan mantannya tidak datang dalam waktu yang bersamaan. Jadi tidak ada alasan yang harus diutarakan sehingga membuat Daniel curiga. “Makan siang nanti, aku ke kampus ya. Kita makan bareng.” “Bukannya kamu ada makan siang sama klien?” tanya Anisa. Semalam setelah mengantarkannya ke kos, Daniel mengatakannya. Pria itu meminta izin karena tak bisa menemani Anisa sehingga mengutus Zidan untuk menjadi penggantinya. “Sayang.. Kalau aku pikir-pikir udah berhari-hari kita nggak makan siang bareng. Ini juga kuliah perdana kamu after sakit. Hitung-hitung sekalian aku ngecek kondisi kamu di kampus. Mau ya?!” Sepintas Daniel mungkin terlihat sangat perhatian dan lembut. Namun semakin lama menjadi kekasih pria itu, Anisa semakin mendalami karakter Daniel. Mantan sahabat yang naik kasta menjadi kekasihnya tersebut merupakan pria pemaksa. Ia akan melakukan segala cara agar keinginannya berhasil terwujud. Jika sudah begini, tidak ada jalan untuk Anisa menolaknya. Anisa menghembuskan nafas, wanita itu mengangguk pelan pada akhirnya. “Good girl,” Daniel mengacak puncak rambut Anisa. “Bobok dulu gih. Masih lima belas menitan sampe di kampus. Patung kuda macet kalau pagi.” Daniel sengaja tak menggunakan gerbang tol Tembalang. Alasannya sama, setiap paginya di pintu keluar Jatingaleh juga akan penuh dengan kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang. Kelas pagi terkadang memang menciptakan problematika. Terkadang Daniel bertanya-tanya mengapa Zidan sampai rela naik dan turun dari apartemennya menuju indekos Anisa yang terbilang malah melewati lokasi keduanya menempuh pendidikan. Di sepanjang perjalanan, Daniel tak hentinya melirik sang kekasih yang duduk disamping kirinya. Bibirnya menyunggingkan senyum melihat mata Anisa yang terpejam. Cepat atau lambat, ia ingin Anisa menjadi miliknya seutuhnya. Membawa wanita itu menemui sang mama sebelum mengatur pertemuan dengan orang tua kekasihnya. Daniel tak sabar. Ia bukan tipe pria yang ingin berlama-lama membangun hubungan tanpa kepastian yang jelas. Ia mencintai Anisa– modal tersebut sudah sangat mumpuni untuk dirinya membahagiakan kekasihnya. Masalah perekonomian, ia bisa mengaturnya nanti. Gajinya lebih dari sekedar cukup untuk membiayai semua keperluan Anisa di Semarang. Belum lagi dirinya juga merupakan penerus perusahaan orang tuanya. Tidak ada yang perlu dirisaukan. Ia hanya menantikan kesediaan Anisa saja. “Sayang.. Udah sampe.” Daniel membelai pipi Ansa. “Bangun Sayang.” pintanya dengan tak melepaskan jari-jarinya. “Aku beneran ketiduran.” pungkas Anisa dengan suara seraknya. “Bukan masalah, Sayang. Harusnya kamu malah masih istirahat di kos.” Daniel menekan klaksonnya, memberitahukan keberadaan mereka pada pemilik mobil yang terparkir di depannya. “Zidan udah nungguin tuh.” Daniel sengaja meminta Zidan untuk standby disisi Anisa. Ia cukup takut Anisa akan kembali drop dan tak ada orang di dekat wanitanya. Setidaknya hanya untuk memastikan Anisa masuk dan keluar dari ruangan kelasnya. “Makasih ya udah nganterin.” “With pleasure, My Queen. Udah tugas aku itu.” gemas Daniel mencubit kecil hidung Anisa. “Nanti aku telepon. Udah sana. Kasihan Zidan udah nungguin dari tadi.” Anisa tersenyum. Ia menggerakkan tangan kirinya membuka knop pintu mobil Daniel. “Hati-hati di jalan ya, Niel. Sekali lagi terima kasih.” ucapnya sebelum turun dari mobil. Anisa melambaikan tangan melepas kepergian kekasihnya. “Padahal udah gue bilang, gue nggak apa kalau harus jemput lo dari pada dia mondar mandir.” “Kaget Dan!” Anisa memukul lengan Zidan. Tubuhnya sempat tersentak karena mendengar suara Zidan secara tiba-tiba. “Mau copot jantung gue rasanya!” omel wanita yang beberapa hari ini memilih irit bicara pada semua orang. “Udah cerewet lagi. Bos Daniel abis ngasih kiss ya?” “Ngaco!” jawab Anisa ketus. Wanita itu tidak menyadari jika Zidan yang dirinya kenal tengah memanas-manasi seseorang dibelakangnya. Sesaat setelah Anisa menuruni mobil Daniel, sosok lain juga terlihat turun dari tunggangannya. “Dia keras kepala. Nanti siang aja mau makan siang disini.” Zidan menyeringai saat langkah kaki Andrean terhenti. “Saking cintanya sama Ayang. Tau Ayang sakit jadi harus ditemenin terus. Kemaren-kemaren pas di suruh balik malah berlagak mau ikutan nginep segala. Satu tamu aja udah cukup ya gue!” Zidan terkekeh. Anisa terus menolak kunjungan Andrean ketika di apartemennya berbeda kala Daniel yang datang berkunjung. Dan hal tersebut kini ia bongkar dihadapan korbannya langsung agar pria itu mulai sadar diri. Anisa telah memilih untuk menjauhi Andrean. Setidaknya untuk sementara waktu sembari menunggu pergerakan laki-laki itu. Mereka harus menyiapkan segala kemungkinan di saat hati Anisa belum goyah dan kembali condong memihak kebodohannya. Tapi jika pada akhirnya sahabat perempuannya kembali terjatuh dilubang cintanya bersama Andrea, Zidan akan tetap mendukung segala keputusan Anisa. Secara penuh tanpa memikirkan aspek-aspek lain yang sekiranya dapat mengurangi kebahagiaan sahabatnya. Katakalannya ia sahabat yang labil. Zidan tak masalah dengan label tersebut. Karena sejatinya hanya kepada Anisa ia menjatuhkan suara. “Ada kelas sama Andrean pagi ini?” “Untungnya nope! Hari ini gue bebas dari muka Andrean. Setau gue dia kelasnya siang semua. Semoga aja nggak salah gue.” Dewa batin Zidan bersorak sangat riang. Untuk merengkuh kebahagiaan, tentu Andrean harus merasakan lara yang sama dengan Anisa. Pria itu memang pantas mendapatkan pukulan telak. Berkubang terlebih dahulu dengan rasa sakit yang bertahun-tahun setia menjadi selimut tebal Anisanya. “Udah sarapan belom? Nyarap ketupat dulu enak, Nis.” Zidan merangkul pundak Anisa. Ia tak membiarkan Anisa tahu jika sedari tadi sosok yang mereka bicarakan, mendengar semua perkataan mereka. Biar saja Anisa mengekspresikan apa yang ingin wanita itu lakukan. Karena lebih dari apapun, Anisa juga berhak mengecap bahagianya. Badai itu harus berlalu secepat mungkin. Layaknya bumi yang terus berputar, biarlah keadaan berbalik menghimpit Andrean. Pria itu pantas mendapatkan racun untuk bunuh diri secara perlahan. “Bubur ayam aja nggak bisa?!” Zidan memekik, ber-heh sebelum mendaratkan jitakan ke kepala Anisa. “Kudu keluar lagi ke deket PLN. Mager banget. Ntar nggak dapet parkir mesti ke kapel ya. Ogah gue jalan jauh.” ujarnya karena tak ingin berlomba-lomba dengan waktu. Tempat parkir kampusnya sungguh sangat minimalis dengan anak-anak orang kaya yang suka sekali membawa kendaraan pribadi alih-alih memanfaatkan fasilitas publik. Padahal di depan kampus mereka ada halte tempat pemberhentian Trans Semarang. Mungkin rute yang membingungkan dan harus berganti-ganti armada yang membuat mereka malas menggunakan transportasi murah meriah tersebut. “Ya Ampun, Dan, deket gila fakultas lo sama kapel. Please deh nggak usah lebay!” “Bu, jalanannya nanjak ya. Gue udah workout pagi tadi. Nggak butuh keringet tambahan.” Keduanya asik berdebat sembari melangkah meninggalkan Andrean yang tak melepaskan kepalan jari-jarinya. “Sialan!” umpat Andrean serupa desisan. Pria itu tak menyangka jika sedari kemarin Anisa sengaja tidak mau bertemu dengannya. Ia pikir wanita itu benar-benar membutuhkan waktu istirahat yang panjang sehingga mengabaikan dirinya di ruang tamu apartemen Zidan. “Kamu ngindarin aku, Sayang?! Yakin akan bisa?!” tawanya meluncur begitu saja. Siapa sangka niat berangkat terlebih dulu membuat Andrean mengetahui tindakan Anisa. Zidan menjabarkannya dengan sangat baik. Paginya yang seharusnya indah karena bisa bersama Anisa harus hancur oleh terpaan fakta. Tahu begini, Andrean dulu mengambil semua mata kuliah yang sama saja. Ia bersedia mengulang mata kuliah yang sudah lolos agar bisa menebus waktunya yang terlewat. Kalau sudah begini, tentu ia harus mengetahui seluruh jadwal Anisa— sama seperti wanita itu yang mengetahui semua jadwal mata kuliahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD