Wawa terlihat menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia tertawa meringis antara seperti kesakitan atau seperti malu. ”Saya, memang di anterin, Tuan. Cuma gak turun di depan di tempat saya kerja. Saya sengaja mengambil arah sedikit berlawanan. Dan setelah itu saya jalan kaki ke halte untuk naik bus…” ucap Wawa dengan tertunduk. ”Kenapa kamu begitu? Bukankah lebih mudah jika turun langsung depan kantor. Kamu juga bisa pamerin suami kamu ke teman-teman kerja kamu?” Tatap tuan Winata dengan rasa penasaran yang tinggi. Sungguh wanita yang kali ini dia temui sangat unik dan langka. Dia tak menyangka jika wanita ini benar-benar tidak mengandalkan hartanya sama sekali. “Hmm…saya gak mau mas Delon merasa malu, andai nanti pas nganterin Wawa, mas Delon ketemu sama orang yang di kenal. Secara, mas

