Bagian 3

1820 Words
  Sinar mentari itu masuk melalui sebuah celah jendela, memberikan sedikit penerangan pada ruangan itu. Sosok yang tengah tidur kini terusik akan penerangannya hingga mata itu mengerjap beberapa kali.  Setelah mengerjap beberapa kali, kelopak mata itu kian lama kian membuka lebar. Sosok itu menggeliat kecil, merenggangkan seluruh ototnya agar tidak kaku.  Avelyn Angelina, dia telah bangun dari rutinitas tidurnya. Avelyn bangkit dari tempat tidurnya, dia berjalan ke arah jendela untuk menyingkap gordennya. Hingga cahaya terang itu menyapu seluruh isi kamarnya tersebut.  Avelyn mengikat rambutnya dengan asal, berjalan ke arah sebuah laci dan mengambil sebuah ponsel. Dia mengecek ponselnya dan ternyata banyak mendapat notifikasi dari bosnya yaitu Theodor.  Avelyn hendak membalas pesannya, tapi dia urungkan ketika pesan itu kembali masuk. Isi pesan tersebut mengatakan bahwa Avelyn harus segera berkemas dan sang sopir sudah menunggunya di depan. "Huft ... aku pikir dia sendiri yang akan menjemputku." Avelyn tersenyum kecut pada pesan yang baru saja didapatnya. Drrrtt drttt ....  Pesan itu kembali masuk, mengintrupsi dirinya agar segera cepat bergegas dan tidak boleh terlambat.  Avelyn tidak menggubris semua pesan itu, yang penting dirinya hadir disana, untuk masalah terlambat atau tidak, dia tidak begitu memikirkan. Mungkin pikirnya sang bos hanya akan memarahinya saja.  Avelyn menyambar handuknya dan bergegas menuju kamar mandi. Ditutuplah pintu knop itu, tidak lupa juga dia kunci. Avelyn menyalakan kran dan mengambil sikat gigi serta pasta gigi, lalu menggosokannya di depan wastefel tersebut.  Setelah menggosok gigi. Avelyn membuka bajunya, dia hanya memakai tank top dan rok pendeknya tanpa celana dalam.  Avelyn menyalakan shower. Tubuh polosnya kini terguyur oleh air dingin yang keluar dari shower tersebut. Avelyn menikmati setiap guyuran pada tubuhnya. Dimatikan shower tersebut, untuk menyabunkan tubuhnya sesaat, lalu dilanjut guyur kembali tubuhnya. Membersihkan sabun yang telah digosokan pada tubuhnya.  Avelyn selesai menuntaskan mandinya. Dia bingung akan memakai baju apa? Karena dia sendiri hanya membawa satu setelan saja, dan itupun yang sudah melekat pada tubuhnya tadi malam. Dengan terpaksa dia mengenakan kembali pakaian tadi malamnya.  Avelyn merapikan perlengkapannya, mengecek kembali sesuatu yang ada didalam tasnya, dia takut jika ada yang tertinggal terus dia malas untuk kembali mengambilnya.  Dirasa sudah cukup semuanya. Avelyn melenggang keluar dari dalam kamar inapnya dan mengunci kembali kamarnya. Dia berjalan ke arah lift, melewati beberapa orang yang dilaluinya, mereka semua seakan terpanah pada sosok Avelyn. Bagi Avelyn tatap mata itu sudah biasa dia dapatkan dan doa tidak akan merasa risih karena menurutnya dia pantas untuk disanjung dan dikagumi oleh semua kalangan. Avelyn memencet tombol lift itu, menunggunya hingga terbuka.  Avelyn masuk ke dalam lift itu bersamaan dengan seorang Bapak-bapak yang berumuran sekitar 40'an dan seorang laki-laki yang lebih muda darinya beberapa tahun.  Bapak-bapak itu setia menatap tubuh Avelyn tanpa kedip, tatapan itu tertuju pada dada Avelyn yang hampir menyembul keluar.  Bapak-bapak itu mendekati Avelyn dan hanya berjarak beberapa senti saja dari tempat Avelyn berada. Bapak itu membisikan sesuatu pada Avelyn. "Mau kah kau bermalam dengan saya, nanti saya jemput," bisik Bapak itu.  Avelyn mengeluarkan nafas jengah, 'apa barusan yang telah didengarnya? Beraninya Bapak itu berucap tak sopan padanya'.  Avelyn mengabaikan ucapan dari Bapak itu. Namun lagi-lagi dengan sangat lancang, Bapak itu kembali mendekati Avelyn dengan memegang pantatnya. "Hayolah nanti saya jemput, apapun keinginanmu akan saya turutin."  Avelyn muak dengan semua tingkah laku Bapak itu, dia merasa sudah dilecehkan seperti itu, layaknya seorang pelacur. "Nona, jika kau merasa terusik berlindunglah dibelakangku, aku akan membantumu," bisik laki-laki yang lebih muda di sampingnya.  Avelyn sempat berpikir dia takut jika nanti laki-laki itu minta balasan darinya, dia juga takut jika laki-laki itu tidak beda jauh dari Bapak-bapak yang berada didepannya.  Laki-laki itu seakan bisa membaca apa yang dipikirkan oleh Avelyn. "Kau tak usah khawatir Nona, kau akan baik-baik saja aku hanya menolongmu tanpa balasan, sebentar lagi juga pintu lift ini akan segera terbuka," ujarnya.  Bapak itu kembali mendekatkan tangannya pada pantat Avelyn dan langsung ditangkis oleh laki-laki yang berada di samping Avelyn.  Avelyn berjalan ke arah belakang laki-laki itu agar dapat menghindari Bapak tersebut. "Maaf Pak, bukannya saya lancang. Tidak sepatutnya Bapak bertingkah seperti itu pada Nona ini," ujar laki-laki itu.  Akhirnya lift itu terbuka. "Maaf Nona.” laki-laki itu menarik tangan Avelyn untuk segera keluar dari dalam lift tersebut. Avelyn sedikit tersentak atas perlakuan padanya yang menarik secara tiba-tiba.  Setelah sampai di lobi, genggaman itu terlepas dan Avelyn merasakan ada yang hilang ketika genggaman itu benar-benar terlepas. "Maaf Nona, jika telah lancang bersikap ini padamu, kamu tenang saja, disini sudah aman, saya ijin pamit terlebih dahulu.” setelah mengucapkan laki-laki itu benar-benar pergi dari arah pandangnya.  Sesaat Avelyn terhipnotis akan perlakuan baik laki-laki itu padanya. Andai seorang Theodor berlaku seperti itu, bisa dipastikan dia akan betah berlama-lama di sampingnya. Tapi semua hanyalah mustahil bagi hidupnya. Theodor tetaplah orang yang paling kejam yang hadir dalam kehidupannya.  Avelyn berjalan ke meja resepsionis dan berbincang dengan resepsionis tersebut, lalu memberikan kunci kamar padanya.  Setelah berbincang dia keluar dari lobi. Disana sudah ada Joni yang sedang menunggu di depan mobilnya. Joni adalah sopir yang diutus oleh Theodor untuk menjemputnya. "Maaf Joni, kau telah lama menunggu saya,” ujar Avelyn. "Tidak apa-apa Nona Avelyn." Joni membukakan pintu untuk Avelyn dan disambut baik oleh Avelyn.  Joni segera memutari mobilnya untuk menuju tempat kemudi. Joni menyalakan mobilnya dan melenggang pergi meninggalkan hotel itu. "Nona Avelyn, tuan Theodor menyuruh saya untuk mengantarkan Nona kerumahnya," ujar Joni. "Ya, Theo juga sudah bilang seperti itu pada saya.” Disaat tidak ada orangnya maka Avelyn akan menyebutkan namanya saja, tanpa embel-embel Pak. "Tapi, bisakah kita mampir terlebih dahulu ke apartemen saya. Saya ingin segera mengganti pakaian ini, semenjak semalam saya tidak menggantinya," lanjut Avelyn. "Nona tidak perlu risau, tuan Theodor telah menyiapkannya. Di sebelah Nona ada paperbag, di dalamnya sudah ada pakaian yang telah disiapkan oleh tuan Theodor."  Avelyn segera menengok dan mencari paperbag tersebut dan mendapati, tepat berada disampingnya. Avelyn mengambil paperbag tersebut dan melihat isinya.  Di dalam paper bag tersebut ada pakaian formal kantor seperti blezer hitam dengan setelan rok spannya. Drrt Drttt Drttt  Suara ponsel milik Avelyn berbunyi, menandakan ada pesan masuk dan ternyata itu dari Theodor. Theo licik Paper bag jangan di liatin terus, cepat pakai bajunya!  Avelyn hanya bisa tersenyum kecut membaca isi pesan tersebut. Pesan itu kembali masuk. Theo licik Dalam 10 menit, sudah sampai disini! “Dasar iblis sialan! bisanya cuman mengatur seenaknya,” batin Avelyn. "Nona, mari saya antarkan untuk mencari toilet terlebih dahulu," tawar Joni.  Intrupsi dari Joni membuyarkan konsentrasi Avelyn saat membaca pesan tersebut. "Tidak perlu Joni! Saya akan menggantinya disini saja!" tegasnya dengan terburu-buru. "Tapi Nona ....” "Kamu cukup jangan menengok ke belakang dan fokus pada jalanmu saja!"  Siapa sangka diantara pakaian tersebut ternyata sudah diselipkan pakaian dalam juga. Avelyn tersenyum kecut melihat celana dalam berwarna merah yang berenda satu paket dengan bra-nya. "Joni, apakah Theo sendiri yang menyiapkan ini semua?" "Saya tidak tau Nona, beliau langsung memberikan paperbagnya begitu saja pada saya.” "Joni jangan menengok kebelakang!" Avelyn mengingatkan kembali.  Avelyn menundukkan badannya kebawah kursi. Terlebih dahulu dia melepaskan celana dalamnya yang tertutup oleh rok pendek, bersyukur dia memakai rok pendek karena mudah untuknya diganti pada saat seperti itu. Setelah mengganti celana dalamnya dilanjut dengan roknya.  Munafik jika Joni menyia-nyiakan kesempatan itu. Avelyn melarangnya menengok kebelakang maka dia akan memanfaatkan kaca diatasnya. Sesekali dia melirik lewat kaca tersebut.  Avelyn membuka bajunya menyisakan bra yang masih melekat pada payudaranya, dia melepaskan bra tersebut. Miliknya sangat putih dan bersih, putingnya berwarna merah muda. Joni yang menyaksikan itu semua lewat kacanya, menelan ludah dengan susah payah. "JONI!" Avelyn memergoki aksi Joni yang sedang melirik dirinya lewat kaca. "Maaf Nona, saya tidak sengaja.” Joni berbohong.  Avelyn mempercepat gerakan mengganti bajunya. Apa boleh buat waktu yang diberikan oleh Theodor begitu singkat maka dengan terpaksa dia harus mengganti bajunya di dalam mobil.  Avelyn selesai mengganti bajunya, dia melirik jam ditangannya, waktu tersisa hanya tinggal 6 menit lagi untuk sampai di sana. "Joni tambah kecepatan mobilnya! Theo bakal marah jika kita benar-benar terlambat. Waktu kita hanya tersisa tinggal enam menit!" "Baik Nona.”  Joni mempercepat mobilnya untuk sampai di rumah kebesaran milik Theodor. ️️️️️  Sebuah mobil Alpard berwarna hitam berhenti di halaman rumah yang super megah dengan halaman yang luasnya 169 hektare yang terdapat beberapa lapangan olahraga seperti lapangan golf, lapangan tenis, area bowling, kolam renang serta beberapa lainnya.  Rumah layaknya mansion yang didesain dengan interior permata yang sangat mewah. Rumah tersebut memiliki tiga lantai diantaranya ruang tamu megah dengan warna silver yang mencolok, 16 kamar tidur, ruang bioskop, bar, ruang fitnes dan masih banyak lainnya.  Bukan pertama kalinya bagi Avelyn untuk mengunjungi rumah tersebut. Avelyn masuk dan langsung disambut oleh kedua pelayan yang sangat ramah. "Nona Avelyn, tuan Theodor sudah menunggu Nona di ruang kerjanya," ujar salah satu pelayan tersebut. "Baik, saya akan segera kesana.”  Avelyn bergegas menuju ruang kerja Theodor yang berada di lantai tiga. Theodor tinggal bersama dengan kedua saudaranya yaitu Jeff dan Erland. Sesekali keluarga besarnya akan mengunjungi dan menginap disana.  Avelyn memencet tombol ruang kerja Theodor. Dapat didengar Theodor bersuara lewat audion di sampingnya. Masuk - suara Theodor lewat audion.  Pintu itu terbuka secara otomatis dan Avelyn melenggang masuk ke dalamnya. Disana sudah ada Theodor yang sedang duduk tenang di sigasana kebesarannya.  Theodor memutar kursinya menghadap Avelyn dengan menyilangkan kedua tangannya. Hazelnya menatap lurus kerah mata Avelyn dengan begitu tajam, tapi Avelyn terlihat biasa saja di tempatnya berdiri. "Sebagai hukuman kamu harus mengikuti saya.” Theodor berdiri dari tempatnya. Ia berjalan kesebuah rak besar di mana kumpulan buku-buku itu berada.  Theodor menekan sesuatu disana dan rak itu bergeser dengan sendirinya. Siapa sangka dibalik rak besar tersebut tersembunyi ruangan lain di dalamnya. "Cepat ikut saya!"  Theodor masuk terlebih dahulu diikuti Avelyn dari belakangnya. Di dalam ruangan tersebut ada sebuah turunan tangga. Tepat di beberapa tangga terakhir, Avelyn mencium bau amis yang sangat tidak enak diindra penciumannya dengan segera Avelyn menutup hidungnya. "Tempat apa ini?"  Ruangan itu disekeliling oleh rak-rak yang berisi tabung yang berjejer, semakin lama maka semakin menyengat bau tersebut dan bau itu semakin amis. Avelyn sesaat langsung menahan perutnya yang mual.  Avelyn berjalan mendekat ke arah rak-rak itu berada. Rasa mual itu tumpah dan ia tidak bisa ditangannya lagi. Disana, didalam tabung yang transparan itu, banyak organ tubuh yang sudah terpisah sesuai jenisnya. "Ini hukuman buat kamu!" tegas Theodor. "Tidak, saya tidak mau. Saya lebih baik pergi dari sini.” Avelyn segera beranjak dari tempatnya tapi tangannya ditahan oleh Theodor. "Jika kamu kabur maka hukuman itu akan bertambah!" "Pak, saya mohon ... saya tidak sanggup berlama-lama disini," pinta Avelyn.  Theodor berjalan kearah sudut dan mengambil sebuah kardus yang berada disana. Theodor menyerahkan kardus tersebut pada Avelyn. "Apa ini?" "Organ tubuh Alex, kamu bereskan ini semua dan tempatkan pada tabung yang sudah berjejer disana!” tunjuk Theodor pada sebuah rak yang sudah berjejer disana. "Tidak! Saya tidak mau!"  Theodor membukakan kardus itu dan menyuruh Avelyn untuk menempatkan satu per satu isinya yang harus dipindahkan disamping tabung yang sudah berjejer di rak tersebut.  Dengan tangan gemetar Avelyn menerima tabung pemberian dari Theodor yang berisi jantung merah, berlumuran darah. "Kamu tempatkan ini, di rak yang paling atas!”  Avelyn berjalan dengan tubuh yang bergetar dan mata yang berkaca-kaca, dia menahan setengah mati aroma amis yang menyeruak pada indra penciumannya. Avelyn hendak menempatkan tabung tersebut, tapi kepalanya diserang kepeningan yang luar biasa. Satu... Dua.... Tiga.... Brakkkk Avelyn pingsan di tempat.  Theodor hanya biasa-biasa saja, ketika melihat Avelyn pingsan seperti itu. "Beruntung tabung ini tidak pecah," ujar Theodor. Theodor mengambil tabung tersebut dan menempatkan sendiri tabung tersebut.  Theodor mengambil ponsel dari dalam sakunya dan menghubungi Jeff agar segera datang.  Ketika telepon itu sudah terhubung Theodor langsung angkat bicara tanpa bertele-tele lagi. "Cepat pulang! Dan langsung ke ruang kerja saya dan bereskan ruangan rahasia ini!" setelah mengucapkan itu Theodor benar-benar mematikan ponselnya secara sepihak.  Theodor mengangkat tubuh Avelyn dan membawanya keluar dari ruangan tersebut. "Bibi ... bi-bibi ...." teriak Theodor pada semua pelayannya.  Semua pelayan berkumpul di lantai atas tepat didepan ruang kerja seorang Theodor. "Kenapa kalian diam saja? Melihat saya keberatan menggendong wanita ini!" "Cepat siapkan kamar dan pikirkan bagaimana caranya wanita ini bisa bangun!” perintah Theodor.  Pelayan itu berhamburan mengerjakan tugasnya masing-masing, sedangkan Theodor membawa Avelyn kesebuah kamar untuk menidurkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD