Part 2

1504 Words
“Nathalie Emilie.” Natt mengonfirmasi namanya pada salah satu dari tiga sekretaris yang duduk di depan pintu ruang CEO. Ketiga sekretaris itu kompak menoleh dan melemparkan tatapan sinis dan tak suka yang ditunjukkan secara terang-terangan pada Natt. Natt pun yang merasa tak perlu ambil pusing, karena memang sudah terlalu banyak wanita-wanita yang memperlakukannya secara tak adil.  Hidupnya sudah terlalu sulit tanpa menambah beban kebencian mereka. “Tuan, Karyawan Nathalie ada di sini.” Salah satu sekretaris yang berdiri tepat di depan Natt mengambil gagang telpon dan dalam sekejap mengeluarkan kalimat dengan nada sangat sopan saat memberitahukan kedatangannya. Perbedaan sikap yang terlalu jauh. “Tuan menyuruhmu langsung masuk.” Sekretaris itu menunjuk pintu smabil meletakkan gagang telpon, tanpa ada niat  untuk berdiri dan membukakan pintu untuk Natt. Toh Natt juga punya kaki dan tangan sendiri. Natt berjalan ke depat pintu, menyempatkan membuka kancing kemejanya sebelum mengetuk pintu dua kali dan masuk. Ruangan itu ruangan paling luas yang pernah ia temui. Bahkan ruangan Ronald pun tak sebesar ini. Dengan beberapa set sofa berwarna hitam, coklat, dan putih di beberapa sudut ruangan di sebelah kanan dan kiri. Pantry di dekat dinding kaca dan meja besar dan singgasana penguasa tertinggi gedung ini yang menghadap langsung ke pintu tempat Natt berdiri. Natt berjalan dengan kikuk menghampiri meja besar tersebut. Menatap sejenak desk name dari kaca gelap tebal dengan tulisan DARREN ARIO ELLARD | CEO of ELLARD CORPORATION. Mendadak nama itu membuatnya merasa terintimidasi dengan alasan yang tak jelas. Aura gelap yang menyelimuti tubuh kokoh dan tinggi, seperti ketika ia bertemu untuk pertama kalinya pesta malam itu, masih terasa begitu kental. Membuatnya tak nyaman dan bulu kuduk Natt meremang. “Maafkan saya sedikit terlam ....” Menekan dalam-dalam ketakutan yang mulai memanjat naik dan hampir menggoyahkan keberaniannya, Natt berusaha memasang wajah penuh sesal yang diniatkan untuk berpura-pura tapi ternyata ia benar-benar menyesal telah membuat bos besarnya menunggu. Kerutan yang nampak jelas di kening sang bos tampak jelas, entah karena menunggu dirinya atau serius mempelajari berkas di hadapan pria itu. Keduanya alasan sikap itu membuat napasnya tersekat. Darren mengangkat tangannya. Bersikap sok jual mahal dan menarik ulur, huh? Trik lama yang membuat perutnya mual. Meskipun sudut hatinya tersenyum dengan trik yang Natt gunakan padanya kali ini. Entah kenapa ia menuruti permainan wanita itu dengan sangat baik. “Nathalie Emilie? Karyawan baru dari divisi ADM dan Gudang?” Natt mengangguk mengiyakan. “Berapa lama kau bekerja di sini?” Darren mengangkat kepalanya. Dan langsung melirik ke arah dada Natt. Well, wanita itu memiliki tubuh yang membuat gairahnya tergugah hanya dalam pandangan pertama. Darren bisa membayangkan bentuk payudara yang ranum dan ukurannya yang pas dalam genggaman tangannya. Ia bisa memberikan tanda di seluruh payudara itu dengan senang hati. Benar-benar wanita penggoda. “Dua bulan, Tuan.” “Dan sudah mendapatkan pinjaman perusahaan sebesar seratus juta?” Tatapan Darren naik ke wajah Natt. Merasa kehilangan pemandangan indah tersebut karena harus mengamati ekspresi terkejut Natt. Wajah Natt memucat, tubuhnya membeku dengan pertanyaan tak terduga tersebut. Jadi, sang CEO memanggilnya bukan karena drama buatannya dan Ronald yang dengan sengaja menumpahkan minuman di kemeja Darren Ario Ellard? Melainkan karena hutangnya pada perusahaan, yang cukup besar sedangkan dirinya adalah karyawan baru di perusahaan ini.   Satu-satunya alasan yang terlupakan kenapa seorang CEO memanggilnya secara langsung. Ia berharap terlalu tinggi, hanya untuk dicampakkan dengan cara paling menyedihkan dan memalukan seperti ini. Roy, ketua divisi yang ia yakin menaruh perhatian lebih pada Natt, memergoki dirinya yang hampir dibawa paksa oleh debt collector yang mengejar-ngejarnya karena hutang ayahnya. Roy menolongnya dengan berbicara pada penanggung jawab pinjaman karyawan pada perusahaan, yang kebetulan adalah teman dekat Roy dan menjaminkan pria itu atas pinjaman yang Natt dapatkan. Ia pun berhasil melunasi hutang ayahnya, tapi berjuang hidup dengan sisa gaji yang tak seberapa membuat terlalu sering menahan lapar dan dihadapkan pada kesulita-kesulitan lainnya. Darren berdiri, berjalan memutari meja dan berhenti tepat di hadapan Natt. Pria itu menyandarkan pantatnya di meja sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Menikmati ketegangan yang mendadak menyelimuti tubuh Natt. Wanita itu seolah tertampar oleh kenyataan. “Jadi, bagaimana kau hidup dengan sisa gaji yang kau terima setiap bulannya?” “Saya bisa mengurusnya, Tuan.” Kepala Natt tertunduk semakin dalam. Menahan rasa malu luar bisa. “Berapa kali dalam sehari kau makan? Apa kau memakan makanan lain selain makan siang yang disediakan oleh perusahaan?” Bibir Natt terbungkam rapat. Kesulitan dan rasa lapar yang melilit perutnya sama sekali bukan urusan sang bos. Dan ia pun merasa tak perlu melaporkan segala detail hidupnya pada sang bos. “Bagaimana jika kau mati karena kelaparan? Kau tak bisa bekerja untuk melunasi hutang-hutangmu dan membuat perusahaan merugi dengan sia-sia. Dengan uang sebanyak itu, pikirkan kerugian yang akan di dapatkan perusahaan.” “S-saya berjanji akan melunasi hutang tersebut dan bekerja lebih giat agar tidak merugikan perusahaan Anda, Tuan.” Darren mendengus. “Katakan sekali lagi dengan menatap mataku,” pintahnya. Natt terdiam. Mengulang perintah sang bos dalam hati dan perlahan menaikkan wajahnya. Matanya mengerjap ketika tatapan tajam yang terasa menusuk wajahnya hingga tembus ke belakang kepalanya bersirobok dengan pandangannya yang menggoyah. Ia tak tahan membalas tatapan tersebut dan kembali tertunduk. “Apa kau merasa melakukan kesalahan hingga merasa perlu membuang wajahmu dariku?” Natt masih terbungkam. Tetapi kemudian dia menguatkan hati dan kembali mencoba mengangkat wajahnya. “S-saya berjanji akan ...” Natt belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Darren menarik lengan Natt hingga tubuh wanita itu menabrak dada bidangnya. Dan sebelum Natt mencerna keterkejutannya, Darren sudah memagut bibir ranum Natt. Menelusuri sepanjang garis bibir wanita itu dengan lidahnya. Melumat dan menyesap rasa semanis madu yang kenikmatannya membuat Darren terkejut. Mata Natt terbelalak lebar. Meronta dengan sia dari kekangan sang bos. Kepala bagian belakangnya ditahan, untuk mempertahankan lumatan panas dan basah mereka semakin dalam. Darren akhirnya membiarkan tubuh Natt lepas dari pelukannya setelah matanya terbuka dan melihat wajah Natt yang memerah hampir kebiruan karena kehabisan napas. Benar-benar wanita yang payah dan tak berpengalaman dalam berciuman. Hanya ciuman pendek seperti ini saja nyaris membuat wanita itu mati. Natt melompat mundur, hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya dan jatuh terjungkal ke belakang. Menarik udara melewati hidung dan bibirnya dengan rakus demi memenuhi udara di paru-parunya. “A-apa ... yang Anda lakukan, Tuan?” Natt berusaha keras mengeluarkan cicitannya di antara bibirnya yang bergetar. Wajahnya memanas, oleh rasa malu bercampur kemarahan yang membludak. “Bukankah ini yang kauinginkan?” dengus Darren tanpa sedikit pun rasa bersalah. Bahkan dengan santainya pria itu menggusurkan ibu jari di sepanjang bibirnya lalu menjilat basah yang tersisa di sana seolah menikmati setetes madu. “Rasanya lumayan,” komentarnya kemudian dengan ringan. Mata Natt melebar terkejut, di antara napasnya yang terengah dengan keras. Pria itu seolah tidak menunjukkan sikap penyesalan karena telah melecehkan seorang wanita. Dan malah menunjukkan kepuasan karena berhasil merampas ciuman dari seorang wanita lemah sepertinya. “Berapa harga satu ciuman ini? Satu juta? Tiga juta? Enam atau sembilan juta? Sepertinya aku tak keberatan memangkas hutangmu dengan ciuman-ciuman panas kita. Atau mungkin melucuti pakaianmu untuk pembayaran setengah hutangmu?” Kepalan tangan Natt menunjukkan bagaimana terkoyaknya harga diri wanita itu yang dilecehkan oleh Darren. Hampir menembus punggung tangannya karena saking kerasnya ia menggenggam. “Dengan pakaian seperti ini, kau menerima undanganku dengan niat seperti ini, kan? Merayu dan mendapatkan imbalan untuk servismu.” Natt hampir menangis, tak mampu menyangkal kebenaran niat yang diucapkan oleh pria itu. Tapi kata-kata ‘mendapatkan imbalan untuk servis’ adalah berlebihan. Sangat berlebihan dan melukai hatinya. Tapi ia menahan sekuat tenaga agar tangisan itu tak sampai jatuh di pipinya. “Aku tak keberatan mendapatkan pembayaran hutangmu secara penuh jika kau bisa membuatku senang semalaman penuh. Apa itu cukup adil?” Plaakkkk .... Natt terkejut dengan tangannya yang melayang dan mendarat di pipi sang bos. Entah keberanian dari mana yang mendorong tubuhnya melakukan tindakan lebih cepat dari niat yang muncul di hatinya. Dengan seringai yang tersungging di sudut bibirnya, Darren kembali menegakkan kepalanya. “Apa arti tamparan ini? Apa kau merasa hina dengan dirimu sendiri? Atau kau baru menyadari bagaimana rendahnya dirimu?” Tangan Natt terangkat, hendak melayangkan satu tamparan lagi di wajah Darren. Tapi Darren menangkap pergelangan tangan Natt, lalu menarik wanita itu hingga berbaring di meja. Dengan tubuh besarnya, ia menahan kaki dan kedua tangan Natt, dan kembali menikmati rasa manis dan kelembutan bibir Natt. Rontaan Natt sama sekali tak membuat ciuman Darren berhenti. Pria itu malah semakin ganas melumat dan menyesap bibir Natt. Natt putus asa. Menangis dalam diam dan membiarkan Darren memaksakan kehendak pria itu pada tubuhnya. Darren berhenti. Matanya terbuka dan langsung dihadapkan pada banjir air mata yang memenuhi wajah di bawahnya. Wanita itu langsung menelengkan wajahnya ke samping, melanjutkan tangisan tanpa suara. Untuk pertama kalinya, Darren merasa telah melakukan kesalahan teramat besar yang tidak diketahuinya. Perlahan, Darren menegakkan punggungnya dan membiarkan Natt turun dari mejanya. “Saya bukan wanita seperti yang Anda pikirkan,” isak Natt sangat lirih masih dengan pandangan yang menghindari Darren smabil mengancingkan kemejanya. Lalu berbalik dan berjalan pergi meninggalkan ruangan tersebut, dengan kemarahan yang semakin menggelegak. Tapi ternyata akal sehatnya bekerja dengan baik, membuatnya menahan diri agar tidak kembali berbalik dan menghujani sang bos dengan ribuan makian dan tamparan untuk melepaskan gemuruh di dadanya. Pilihan yang diberikannya hanya satu, sebagai manusia rendahan. Yaitu menangisi ketololannya. Sejak awal niatnya yang salah datang kemari. Bagaimana mungkin ia bisa berharap akan mendapatkan hasil yang memuaskan? Kau benar-benar wanita paling tolol yang ada di bumi ini, Nathalie! 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD