Kembali pada Pelukmu.

1030 Words

Udara pagi di Uskudar masih dingin saat suara langkah kaki kecil menggema dari arah rumah putih itu. Panca, bocah lima tahun dengan rambut acak dan tawa khas yang memecah sunyi, berlari-lari kecil menuju taman belakang. Di tangannya ada dua gelas s**u cokelat, satu untuk dirinya, satu lagi untuk orang yang tak henti dia sebut sebagai "ayah." Bima menyambutnya dengan senyum yang tidak lagi menyimpan ragu. Dia duduk di bangku taman yang sama, tempat melamar Arafah malam–malam sebelumnya. Matanya menatap langit yang mulai membiru, lalu beralih ke wajah anak itu—wajah yang kini tak asing, tak lagi mengundang pertanyaan. "Aku bawa ini, Ayah," kata Panca bangga. "Terima kasih, Nak," jawab Bima. Kata 'Nak' meluncur begitu saja, ringan dan hangat seperti matahari pagi yang mulai naik. Tak lama

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD