Bab 1

1296 Words
Allea Namaku Allea Diniyah Alfaritzhi dan kalian bisa memanggilku Lea saja atau Allea juga boleh. Usiaku 15 tahun dan aku masih duduk di kelas 2 SMP, memang aku masih kecil tapi ada beberapa hal yang membuatku lebih dewasa dibandingkan umurku. Saat usiaku 5 tahun papi dan mama bercerai, aku nggak tahu apa alasan mereka bercerai dan sejak itu aku hidup berdua dengan papi sedangkan mamaku di negara lain. Dulu sebelum mereka bercerai aku sering sekali mendengar mereka bertengkar atau lebih tepatnya mama yang lebih sering berteriak sedangkan papi memilih untuk diam dan akan membalas saat mama mulai kesetanan. Sebagai anak yang masih berumur 5 tahun aku hanya bisa menangis di kamar dan berharap mereka berhenti bertengkar. Aku hanya ingin seperti anak-anak lain yang orangtuanya akur dan saling mencintai tapi kenyataannya orangtuaku tidak bisa akur. Mereka sangat egois dan tidak pernah memikirkan bagaimana perasaanku. Saat mereka bercerai pun aku tidak pernah dilibatkan, mereka dengan seenaknya berpisah tanpa memikirkan apa yang aku mau. Terutama mama yang tega sekali meninggalkan aku lalu pergi tanpa sedikitpun bertanya apakah aku mau ikut dengannya? Aku hancur. Aku kesepian. Aku merindukan mama meski saat bersama pun dia jarang memelukku tapi tetap saja dia mamaku. Perlahan-lahan hidupku berubah sejak perpisahan mereka, papi sibuk di kampus sedangkan aku lebih sering bersama baby sitter dibandingkan papi. Weekend pun terkadang aku di rumah nenek sedangkan papi kalau nggak di kampus ya di perpustakaan. Entahlah, aku merasa tidak ada yang menginginkan aku di dunia ini. Aku hanya berharap cepatlah waktu berlalu agar aku bisa tumbuh dewasa dan bisa mencari mama. "ALLEA!" Teriakan ibu Wulan membuyarkan lamunanku, aku melihat teman-teman sekelas sibuk tertawa. Aku berdiri dan berjalan ke arah meja ibu Wulan, wali kelasku. "Kenapa bu?" Ibu Wulan memperlihatkan sebuah buku dan di dalamnya ada 2 ekor cicak mati. "Ini apa?" Tanya ibu Wulan dengan wajah merahnya. "Cicak." Tawa temanku semakin kencang dan ibu Wulan harus sampai memukul meja beberapa kali agar mereka tenang. "Kamu kan yang letak cicak di sini?" Tanyanya masih dengan wajah sedang menahan emosi. Aku melihat cicak mati itu lalu mengangguk. "Iya," balasku. Ibu Wulan membuang napasnya beberapa kali lalu menutup buku itu dan menyerahkannya ke tanganku. "Kamu ini bikin masalah terus setiap hari, kenapa kamu letak cicak mati di buka PR Thomas?" Aku membaca nama Thomas di sampul buku PR yang berisi cicak mati tadi. Aku melihat ke arah Thomas yang sibuk mengepalkan tangannya ke arahku. Dasar gendut! Pengadu! Lihat saja pembalasan Allea berikutnya. "Dia duluan kok bu, kemarin dia letak bekas permen karet dibuku PR saya jadi ya saya balas dong. Darah dibalas darah, permen karet ya dibalas cicak mati," kataku menjelaskan alasan aku meletakkan cicak mati dibuku PR Thomas. Ibu Wulan lagi-lagi membuang napasnya, sepertinya emosi sudah mulai membuncah di kepala Ibu Wulan. "Besok suruh papi kamu temui ibu," ujar ibu Wulan. "Oke bu, kalau papi saya bisa ya bu. Nggak janji ya soalnya papi saya sibuk," balasku lagi. Ibu Wulan menggelengkan kepalanya saking sebel melihat ulahku, lalu dia menyuruhku untuk kembali duduk dan buku PR Thomas tadi sengaja aku masukkan ke dalam tong sampah. "Bu, Allea buang buku saya!" Teriak Thomas. Dasar pengadu! "Allea, ya Tuhan apa lagi ulah kamu!" "Lah saya salah apa lagi? Ada cicak mati bu, bukunya jadi kotor dan buku kotor seharusnya dibuang, ya kan?" Tanyaku ke teman-teman lain dan untungnya mereka mengiyakan. Thomas semakin kesal dan lagi-lagi menunjukkan kepalan tangannya ke arahku, aku pun membalasnya dengan senyum seringai sebagai balasan akan tantangannya. Dipikirnya aku takut sama badan gendut dan tinjunya itu, dia salah cari musuh. **** "Lea pulang," aku menghempaskan badan ke sofa setelah melemparkan tas sekolah ke lantai, aku terdiam beberapa saat dan tidak ada sahutan saat aku memberitahu kepulanganku. Papi pasti di kampus dan aku sendirian di rumah, mbak Enny biasanya jam segini ke warung beli sayur dan hanya mang Heru yang ada karena tadi dia menjemputku pulang dari sekolah. Aku mengeluarkan ponsel dan mencari nama papi di log panggilan lalu menghubunginya. "Halo pi." "Ada apa Lea? Papi lagi rapat dengan om Ibrahim ni, buruan." Selalu seperti itu kalau aku menelepon papi, nggak pernah mau diganggu dengan banyak alasan yang terkadang membuatku merasa tidak diinginkan lahir di bumi ini. "Iya, Lea cuma mau bilang kalau besok papi harus ke sekolah. Itu pun kalau bisa, nggak bisa juga nggak apa-apa." "Kamu bikin masalah apa lagi?" "Nanti papi juga tahu, ya sudah silakan rapat lagi." Sebelum papi banyak tanya aku mematikan ponselku dan menyandarkan kepala di sofa. "Ma ... Lea kangen mama," aku menatap plafon putih dan kembali teringat kenangan saat mama masih ada di sampingku. Meski dulu mama jarang memelukku tapi rumah masih terasa rumah bukan seperti sekarang yang hampa dan sunyi bagaikan kuburan. **** Aku langsung menutup mata saat mendengar pintu kamar dibuka, pasti itu papi yang selalu datang ke kamarku sepulangnya dari kampus dan tentu saja pulangnya saat aku sudah tidur. Aku merasakan papi berdiri di dekatku, lalu dia merapikan selimut yang berantakan tanpa kata ataupun ciuman khas selamat malam. Papi menghela napasnya. "Ini sudah 10 kali kamu bikin ulah di sekolah, sampai kapan papi harus mendengar laporan wali kelas kamu? Papi capek di kampus dan juga capek dengan semua ulah nakal kamu," ujarnya pelan. Ya inilah aku. Anak nakal yang haus kasih sayang dari orangtua yang sudah tidak peduli dengan anaknya. "Sepertinya papi harus setuju dengan rencana nenek kamu," lanjutnya. Rencana nenek? Papi tidak melanjutkan ucapannya dan malah pergi dari kamarku sebelum aku tahu apa yang sedang direncakan nenek dan papi. Jangan-jangan mereka akan mengirimku ke pesantren? Atau ke tempat mama? Kalau ke tempat mama aku akan sangat bahagia dan janji nggak akan jadi anak nakal lagi. Ya, itu janjiku sejak dulu. Aku akan jadi anak baik kalau papi mengizinkan aku tinggal bersama mama. Sayangnya itu hanya khayalanku saja, mana mungkin papi mengizinkan aku tinggal bersama mama. Itu sama saja seperti berharap BTS masukin aku jadi salah satu membernya alias tidak mungkin. Jangankan mengizinkan aku bertemu mama sedangkan papi saja nggak pernah mau membahas mama di depanku. Aku harus cari tahu apa rencana nenek dan papi. **** Hari ini ternyata nenek lagi yang datang untuk menemui ibu Wulan dan alasan kali ini papi nggak bisa datang karena salah satu mahasiswanya ujian akhir jadi papi lagi-lagi menyuruh nenek menggantikan tugasnya. "Kamu ini bikin masalah terus," oceh nenek saat kami menuju rumah sepulang dari sekolah. "Namanya juga anak-anak nek, nggak seru kalo nggak iseng." Nenek menggelengkan kepalanya lalu memegang tanganku dengan lemah lembut. Mungkin selain baby sitter mungkin nenek lah yang lebih banyak mengasuhku. "Nenek dan papi kamu sudah memutuskan sesuatu untuk kebaikan kamu," ujar nenek. Ah iya, aku ingat kalau papi dan nenek lagi buat rencana untukku dan ucapan nenek barusan membuatku penasaran. "Apaan?" "Nenek akan mencarikan ibu sambung untuk kamu," ujar nenek lagi. Ibu sambung? "Apa itu ibu sambung? Ibu-ibu dilem gitu biar nyambung?" Nenek tertawa mendengar pertanyaanku. Lah iya kan? Namanya ibu sambung itu ibu-ibu yang disambung pakai lem tembak atau pakai tali? "Bukan itu, kamu mah ada-ada aja. Mana ada ibu-ibu disambung pakai lem. Maksud nenek ibu sambung itu ibu baru atau istri baru papi kamu, jadi kamu akan punya ibu baru yang akan menjadi pengganti sosok mama di rumah," balas nenek. Aku yang sejak tadi tertawa membayangkan ibu-ibu disambung langsung terdiam mendengar nenek akan mencarikan pengganti mama. "Mamaku nggak bisa digantikan nek," balasku. "Iya nenek tahu tapi maksud nenek mamamu ya tetap mamamu yang tidak akan tergantikan tapi dia itu ibu baru yang akan mengasuh, mendidik dan menjaga kamu sampai kamu dewasa," balas nenek lagi. Aku memilih diam. "Gimana?" "Terserah nenek dan papi saja," balasku acuh. Aku tidak setuju pun kalian nggak akan pedulikan? Jadi terserah saja tapi aku nggak akan tinggal diam, aku akan tunjukkan kalau posisi mama nggak akan pernah bisa digantikan siapapun. Siapapun! ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD