Allea "Allea, kamu sudah bangun nak." Suara papi membuat aku tersadar kalau aku kini berada di rumah sakit bukan di rumah b******n itu. Aku menoleh ke arah suara papi dan terlihat papi sangat kurus dengan airmata membasahi pipinya. Reflek aku langsung menghambur ke pelukan papi, pelukan hangat seorang ayah bukan pelukan b******n bernama Erick yang memperlakukan aku sangat jahat. "Maafin Allea, pi. Maafin Allea, pi. Maafin Allea, pi." Aku semakin membenamkan kepalaku dalam pelukan papi. Ini nyata bukan mimpi. Aku bisa memeluk papi lagi. Aku ternyata sangat merindukan papi. "Allea," aku menoleh ke arah kiri dan mami berdiri dengan wajah juga penuh dengan airmata. Bolehkah aku memanggilnya mami? Selama ini aku sulit menerimanya tapi nyatanya mami lah penyelamatku, dia