"Saya hari ini pulang terlambat, kamu tidak perlu siapkan makan malam untuk saya." Nick bicara pada Diara yang pagi ini tengah meletakkan sarapan di atas meja.
Diara menoleh melihat Nick yang sudah berpakaian rapi dan kini duduk di kursi meja makan.
"Pulangnya malam banget mas?"
Nick angkat bahu, "tidak tahu, yang jelas saya akan makan di luar malam ini."
"Hm.., baik mas."
"Apa hari ini kamu jadi bawa anak itu ke dokter?" Nick teringat dengan ucapan Diara semalam.
Diara mengangguk semangat dengan wajah tersenyum lebar, "iya mas, nanti Andri akan jemput kesini. Hari ini dia nggak punya kerjaan khusus kan mas?"
"Tidak, kalau kamu ingin lakukan apapun, lakukan saja dengan bantuan Andri. Termasuk jika kamu ingin jalan-jalan kalau bosan."
"Boleh mas??" Diara bertanya dengan mata lebar dan tidak yakin.
Nick mengangguk sambil mulai memakan roti yang Diara sediakan untuknya, "lagian tidak ada yang perlu kamu siapkan untuk saya hari ini. Sedikit refreshing bisa membuat kerja kamu akan lebih baik ke depannya kan?"
Gadis itu kembali tersenyum, "terima kasih mas."
Nick tidak menjawab sama sekali dan terus fokus dengan ponsel di tangannya, sepertinya ia sedang membaca sebuah berita.
Diara pun memutuskan untuk pergi namun baru saja berbalik, ia langsung berhenti karena panggilan Nick.
"Tunggu sebentar."
"Iya mas, kenapa?"
Nick meminum teh hangat sejenak dan berdiri di depan Diara sambil merapikan pakaiannya sekilas.
"Menurut kamu bagaimana penampilan saya hari ini?"
Diara mengangkat alisnya karena kaget, untuk pertama kalinya Nick bertanya hal semacam ini padanya, "eh? Bukankah hari-hari mas berpakaian seperti ini? Kenapa mendadak hari ini mas bertanya?"
"Hari ini saya akan bertemu klien yang sangat penting. Saya sudah cari informasinya dan dia sangat memperhatikan penampilan orang lain, perusahaan saya sangat membutuhkan kerja sama ini."
"Apa karena itu mas jadi tidak yakin dengan penampilan mas sendiri?"
Nick memiringkan kepalanya sambil menarik ujung bibirnya sedikit, "saya hanya merasa sedikit terbeban. Kamu tahu? Jika biasanya kita tidak memperhatikan sesuatu tapi mendadak ada penilaian tentang itu, rasanya akan aneh sekali."
Diara yang melihat wajah tidak nyaman Nick langsung tertawa, "pantas saja."
"Pantas saja apa?"
"Mas Nick biasanya berpakaian dengan sangat baik, tapi hari ini terlihat agak berbeda."
Nick mengangkat alisnya dan memperhatikan pakaiannya lagi, "apa ini buruk?"
"Mungkin karena mas terlalu memikirkannya, warna dasi mas hari ini terlihat tidak cocok dan kurang nyaman." Diara bicara setelah memperhatikan dan merasakan ada yang sedikit berbeda dengan aura Nick pagi ini karena pakaiannya.
"Bebarkah?"
"Coba mas santai saja, berpakaian seperti biasanya. Penampilan mas biasanya terlihat rapi, nyaman dan sangat pas untuk mas."
Nick menggaruk kepalanya sekilas, "saya tidak bisa berpakaian seperti biasanya, saya lupa."
Diara menahan tawanya, "mas bisa gugup juga ternyata. Apa perlu saya bantu?"
Nick melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, "masih sempat. Kamu bisa bantu saya?"
Diara mengangguk, "dengan senang hati!"
Nick langsung berjalan menuju kamarnya diikuti oleh Diara. Dan untuk pertama kalinya Diara masuk ke ruangan khusus semua pakaian dan perlengkapan pribadi Nick. Sebelumnya ia tidak pernah dibiarkan oleh Nick untuk masuk. Bahkan Nick yang turun tangan sendiri dalam hal menyusun dan menata pakaiannya, Diara hanya mengurus saat pakaian itu kotir. Seperti perkiraan Diara, ruangan ini dipenuhi pakaian yang bermerk dan dipenuhi kesan mewah.
"Kamu bisa pilihkan."
Diara menyentuh deretan jas yang sangat rapi dengan aroma yang sangat Diara sukai. Ia juga melihat sekeliling, semua perlengkapan pribadi dari ujung kaki sampai kepala ada di ruangan ini.
"Apa boleh saya ganti semuanya dan pilih semua yang saya kira akan sangat bagus untuk pertemuan mas kali ini?" tanya Diara pada Nick yang kini berdiri di belakangnya dengan tangan dilipat di d**a.
Nick tidak langsung menjawab karena berpikir sejenak, "masih ada waktu sebenarnya, tapi apa kamu bisa tanggung jawab dengan pilihan kamu?"
"Tentu, lagian untuk orang seperti mas sebenarnya sangat mudah untuk menentukan outfit karena pasti selalu terlihat bagus. Hanya saja saya membayangkan sesuatu yang sangat pas untuk mas."
Nick yang melihat wajah yakin Diara akhirnya memutuskan untuk menyetujuinya saja, "baiklah, tapi tolong jangan terlalu lama."
"Oke!"
Diara yang mendapatkan izin langsung memilah dan memilih dengan penuh semangat, entah kenapa ia merasa sangat senang bisa memilihkan apa yang akan Nick pakai sesuka hatinya. Nick yang melihat itu memutuskan keluar dan duduk di kamarnya saja menunggu Diara selesai.
Dan tidak butuh waktu lama, Diara keluar dari ruang pakaian Nick dengan pakaian ditangannya berupa kemeja, celana dan jas, "mas coba pakai ini, sementara itu saya akan sediakan yang lainnya."
Nick mengambil apa yang Diara berikan tanpa bersuara, dan setelah itu Diara kembali masuk ke ruang pakaian. Kini Diara sibuk memilih dasi yang menurutnya pas dan beralih pada sepatu yang tersusun di depannya.
"Okey, ini akan sempurna untuk Mas Nick." setelah memutuskan pilihan, Diara keluar lagi dan mendapati Nick juga sudah memakai apa yang ia berikan tadi.
Wajah Diara langsung tersenyum karena hasilnya malah diatas ekspektasinya, Nick malah tampak lebih tampan, bahkan dengan rambutnya yang agak berantakan dan pose masih memasang buah baju di tangannya.
"Terlihat bagus?" tanya Nick sambil kini melampirkan jas di lengan bawahnya.
Diara yang sempat melamun segera menyadarkan diri dan bergerak ke hadapan Nick, "pasang dasinya dulu, terus pakai jasnya. Saya juga sudah pilihkan sepatu."
Nick mengangguk dan mengambil dasi dari tangan Diara dan bergerak ke depan cermin, tangan Nick memasangkan dasi dilehernya dengan sangat cepat, tampak sekali ia sudah terbiasa dengan hal ini. Ia kini bahkan sudah memasang jas dengan rapi.
"Selesai, saya bisa pergi sekarang?" Nick mengambil sepatu dari tangan Diara dan bergerak cepat keluar karena ia sudah tidak punya waktu lebih lagi.
"Mas tunggu," Diara berlari mengejar Nick yang sudah memakai sepatu dan bersiap pergi.
"Apa?"
"Itu rapikan sedikit mas," Diara bicara sambil menunjuk ke arah kepala tuannya itu.
"Hah?"
"Rambutnya."
Nick menyentuh rambutnya coba merapikan sebisanya.
Diara agak gemas karena Nick bukannya merapikan tapi malah membuatnya semakin berantakan, walaupun Nick tampak mempesona dengan rambut seperti itu, tapi tidak mungkin ia pergi bertemu klien dengan gaya demikian.
"Nggak gitu mas, bentar saya bantu." Diara meminta izin tapi langsung saja berjinjit agar bisa mencapai rambut Nick yang punya postur tubuh yang tinggi.
Nick spontan menekuk kakinya agar Diara bisa lebih mudah merapikan rambutnya, dan disaat itu wajah mereka berhadapan satu sama lain.
Tentu saja Diara kaget bukan main, bahkan sampai membuat dia nyaris terbatuk karena tercekat ludahnya sendiri. Tapi gadis itu berlagak sesantai mungkin dan menyelesaikan merapikan rambut Nick secepat mungkin.
"Udah mas," Diara menjauhkan tangannya dan langsung bergerak mundur.
"Kamu yakin ini membantu saya kan?" Nick bertanya sambil kini kembali berdiri lurus.
"Ini penampilan terbaik yang pernah saya lihat sepanjang hidup saya mas."
Nick terkekeh kecil mendengar jawaban Diara, "saya menjadi sangat yakin. Terima kasih. Saya pergi sekarang." pria itu tersenyum sambil menyentuh bahu Diara sekilas dan menghilang seiring dengan pintu apartemen yang tertutup.
Diara membeku sambil kini tangannya menyentuh bahunya yang tadi juga dipegang oleh Nick. Gadis itu menatap telapak tangannya dan tersenyum malu.
"Hei, ada apa ini? Dia terlalu tampan dan..." Diara menyentuh dadanya yang kini berdegup dengan luar biasa kencang.
"Aku belum terbiasa punya tuan setampan itu. Aku gugup karena aku normal, ketampanannya terlalu tidak manusiawi."