Part 4 (Daveeka's POV)

1138 Words
Kini aku sudah berada di dalam studio pemotretan, dan bersiap untuk dipotret. Sebenarnya aku kesal sekali, karena masih sepagi ini, tapi sudah ada jadwal pemotretan. Huh! Kalau saja aku tak butuh uang, maka aku akan lebih memilih untuk melanjutkan acara tidurku. Seorang fotografer pun, memasuki studio ini, dan berjalan menghampiriku, yang tengah duduk di sebuah kursi. "Selamat pagi Daveeka" sapanya, dengan disertai oleh sebuah senyuman, yang mengembang di wajahnya. "Selamat pagi juga Hyung Seok" jawabku, yang membalas sapaannya. "Kau semakin seksi saja, Veeka" pujinya, dengan senyuman yang masih mengembang di wajahnya. Aku pun langsung tersipu malu, dan menundukkan kepalaku, "Kau ini bisa saja" ucapku. "Selamat pagi Daveeka, Hyung Seok" sapa seseorang, sehingga membuat kami langsung menoleh ke arah sumber suara, dan dapat kulihat, seorang pria yang berumur 40 tahun, yang sedang berjalan dan menghampiri kami. Melihat wajah pria itu, membuatku langsung menghela nafasku, dan memalingkan pandanganku ke depan. Karena sebenarnya, aku sudah begitu muak dengan pria itu, yang bernama Cho Kwang Ho. Ia adalah pemilik majalah dewasa, tempatku berkerja. Dan kalian tahu? Ia adalah seorang pria yang begitu mesum, bagaimana tidak? Semua model wanita di sini, sudah pernah ditiduri semua olehnya, dan tak ada satu pun yang belum pernah ia tiduri, termasuk aku. Dan aku paling malas, kalau harus melayani nafsu birahinya itu, karena jika sudah melakukan seks, maka ia akan susah untuk berhenti. Aku ingat benar, saat ia memintaku untuk seharian penuh, untuk melayani nafsu birahinya. Ia benar-benar melakukan segala cara, mulai dari cara lembut, hingga cara yang kasar, yaitu BDSM, hingga membuatku sampai kesulitan berjalan, karena kewanitaanku yang terasa begitu perih. Dan jika aku menolaknya, maka ia akan memecatku, dan menendangku dari perusahaannya ini, sehingga mau tak mau aku harus menuruti kemauannya itu. Tapi di antara banyaknya model wanita di sini, hanya aku lah yang sering dimintanya untuk melayani nafsu birahinya. Entah mengapa, mungkin karena aku yang paling seksi di sini, hahhhaha. Tapi setiap selesai melakukannya, ia selalu memberikanku uang, dan katanya itu adalah bonus, karena aku sudah melayaninya. Dan tentu saja, aku menerima uang-uang pemberiannya itu. "Daveeka, kau sudah sarapan?" tanya Kwang Ho, yang membuatku tersadar dari lamunanku. "S-Sudah pak, tadi saat di apartement" jawabku, yang sedikit gugup. Ia pun menggangguk paham, dan beralih menatap sang fotografer, "Hyung Seok, segera mulai pemotretannya ya" suruhnya, sambil menepuk bahu sang fotografer. "Baik pak" jawab Hyung Seok, yang disertai dengan anggukkan. "Dan untukmu Daveeka, selamat berkerja" ujar bos sialan ini, dan hanya kujawab dengan anggukkan saja. Aku pun segera bangkit daru kursiku, dan berjalan menuju depan sana. Kemudian sang fotografer segera berjalan menuju sebuah kamera, yang sudah di siapkan. Sedangkan pria tua itu, ia hanya diam saja di sana, sambil memperhatikan ke arahku. Sesi pemotretan pun dimulai, aku mulai melakukan pose-pose seksi di depan kamera, dan sesekali Kwang Ho memberikan tepuk tangan untukku. Namun aku hanya mengabaikannya saja, dan terus saja berpose. 30 menit kemudian. . . Akhirnya sesi pemotretan pun selesai, dan aku dapat bernafas lega. Segera aku berjalan menuju kursi yang tadi, dan mendudukkan tubuhku di sana. Melihat aku yang sudah duduk, membuat Kwang Ho berjalan menghampiriku, dan berdiri di sebelahku. "Daveeka, setelah ini sudah tak ada pemotretan lagi" katanya, dengan satu tangannya yang memegang satu payudaraku, yang hanya ditutupi oleh bra saja. Lalu ia meremasnya dengan cukup kuat, sehingga membuatku langsung menggigit bibir, agar desahanku tak keluar. "I-Iya pak" jawabku dengan hati-hati. "Tapi setelah ini, saya memintamu untuk ke ruangan saya, karena ada yang ingin saya bicarakan" ucapnya, sambil menyeringai, sebelum akhirnya ia beranjak pergi. Kuhela nafasku dengan kasar, dan memutar bola mataku, karena aku sudah tahu apa yang ia maksud. Lalu aku segera bangkit dari kursi, dan mengambil sebuah bathrobe, yang berada di sandaran kursi ini. Kemudian, aku memakainya, dan beranjak pergi meninggalkan studio. "Veeka" panggil Hyung Seok, sehingga langkahku langsung terhenti. "Iya, ada apa?" tanyaku, sambil menoleh ke arahnya. "Hati-hati pulangnya" jawabnya, sambil mengukirkan sebuah senyuman. Bibirku pun terangkat, karena mendengar jawabannya, "Iya, terima kasih" ucapku. Namun ia hanya tersenyum saja, dan aku pun kembali melanjutkan langkahku, menuju ruangannya Kwang Ho. Setelah sampai di depan ruangannya, aku melihat pintunya yang tertutup, tapi kuyakin ia ada di dalam sana. Dengan berat, kuhela nafasku, dan meraih gagang pintunya. Kemudian kuputar gagang pintu itu, sehingga pintu itu terbuka. Ketika pintunya sudah terbuka, aku pun langsung memasuki ruangan ini, dan menutup pintunya kembali. "Jangan lupa di kunci" ujar seseorang, yang merupakan Kwang Ho. Kuhela nafasku lagi, dan mengunci pintunya. Kemudian, aku berjalan menghampiri pria itu, yang sedang duduk di sebuah sofa. Sesampainya di dekat sofa tersebut, aku langsung menghentikan langkahku, dan menundukkan kepala, "Iya pak, ada apa bapak memanggil saya?" tanyaku. Ia pun langsung bangkit dari sofa, dan berkata, "Duduklah, dan lepaskan bathrobe itu dari tubuhmu". Aku hanya menurut saja, dan segera melepaskan bathrobe yang kukenakan, dan kemudian kududukkan tubuhku di atas sofa. "Aku butuh bantuanmu, Daveeka" ujarnya, sambil melepaskan pengikat pinggangnya. Lalu ia menurunkan celana panjang, boxer, dan juga cd yang ia pakai. Hingga nampaklah miliknya yang sudah menegang, tepat di depan wajahku. "Baik pak" jawabku sambil menggangguk paham. Lalu kuraih miliknya itu dan memasukannya ke dalam mulutku, sehingga membuat mulutku jadi terasa penuh. Tapi jika boleh jujur milik pria ini, tidak lebih besar dari milik pria yang tadi malam. Ah, pria itu! Aku baru mengingatnya, kira-kira ia sudah bangun atau belum ya? Karena tadi aku meninggalkannya, di saat ia masih tertidur dengan pulasnya. "Lakukan!" suruhnya, hingga membuatku tersadar dari lamunanku. "Sialan!" umpatku dalam hati, sambil mendongak menatapnya. Lalu aku mulai memaju mundurkan kepalaku, sehingga membuat pemiliknya langsung berdesis. "Lebih cepat lagi, Daveeka!" suruhnya, dan aku pun hanya menurut saja. Segera kupercepat gerakan kepalaku, dan terus memompa miliknya. "Ahh yesss, ja*angku yang satu ini memang pintar memuaskanku" erangnya, sambil merapihkan rambutku. Apa dia bilang? Ja*angnya? Si*lan! Kalau saja bukan bos ku, ia pasti sudah kutendang ke planet Mars. "Iyaaa, lebih cepat lagi Daveeka, aahhh" erangnya, yang sepertinya begitu nikmat. Lagi-lagi aku hanya bisa menurutinya saja, dan semakin mempercepat gerakan kepalaku, hingga kurasakan miliknya yang sudah mulai membesar di dalam mulutku. "Yesss, pintar aaahh" erangnya lagi. Ia sampai pada or*asmenya, dan kurasakan cairannya yang memenuhi mulutku, namun aku langsung menelannya sampai habis. "Kau memang selalu nikmat Daveeka" ujarnya, yang disertai dengan seringaian. Aku pun hanya menggangguk saja, dan kuharap ia tak memintaku untuk melakukan yang lebih. "Terima kasih Daveeka, sekarang kau boleh berganti pakaian, dan langsung pulang" ucapnya, yang segera memakai cd, boxer, dan celana panjangnya kembali. Tak lupa, ia juga memasangkan ikat pinggangnya lagi. "Baik pak" jawabku, yang disertai dengan anggukkan. Lalu aku segera bangkit dari sofa, dan mengambil bathrobe yang kuletakkan di sofa. "Untuk bayarannya, nanti saja ya" ucapnya. "Iya pak" jawabku sambil memakai bathrobe. "Baik, kau boleh pergi sekarang" suruhnya, sambil merapihkan pakaiannya lagi. Sialan! Setelah puas, seenaknya saja menyuruhku pergi, bak aku adalah pemuas nafsunya. Aku pun hanya menggangguk, dan segera beranjak pergi dari ruangan pria brengsek ini. To be continue. . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD